Oleh: Emil Apriani, S.Kom
Fenomena judi online terus merebak di Indonesia. Mirisnya, tidak hanya menjerat orang dewasa saja, namun juga anak-anak. Bahkan judi online kian marak terjadi di kalangan pelajar. Dengan mudahnya akses internet saat ini, anak-anak kini lebih rentan terpapar berbagai bentuk hiburan online, termasuk judi online. Bisa diakses siapa saja, baik lewat situs maupun aplikasi tertentu. Tampilan situs maupun aplikasi sengaja dibuat semenarik mungkin agar siapa pun tertarik untuk memainkannya, termasuk anak-anak di bawah umur dan pelajar.
Menurut Budi Arie selaku Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Menkominfo RI) mengatakan, saat ini Indonesia sedang darurat judi online. Sudah banyak anak-anak dan remaja yang menjadi korban judi online (28/11/2023). Laporan terbaru PPATK menemukan 2,7 juta orang Indonesia terlibat judi online. Sebanyak 2,1 juta di antaranya adalah ibu rumah tangga dan pelajar. Pelajar yang disebut adalah anak-anak dengan jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, SMA dan mahasiswa. Adapun, transaksi judi online sejak 2017 sampai 2023 mencapai lebih dari Rp200 triliun.
Ancaman bagi Generasi
Industri perjudian online sering menggunakan taktik pemasaran yang menarik semua kalangan masyarakat, baik orang dewasa, pelajar maupun anak-anak di bawah umur. Melalui iklan yang terlihat seru dan menggoda, platform judi online mampu menciptakan daya tarik tersendiri di kalangan anak-anak dan pelajar. Bahkan sejumlah streamer gim online pun ikut mempromosikan situs judi slot. Bonus-bonus yang menarik dan penawaran khusus seringkali digunakan untuk menarik perhatian mereka tanpa mempertimbangkan risiko yang dihadapi oleh golongan yang belum cukup matang ini.
Hal ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat dampak mengerikan dari judi online yang dialami oleh anak-anak jika sudah terpapar apalagi sampai kecanduan. Kalangan ahli menyebut bahwa anak di bawah umur yang terpapar judi online cenderung tidak mau berhenti. Dan aktivitas fisik mereka juga biasanya menurun karena banyak waktu yang dihabiskan untuk bermain dan memantau perkembangan judi online.
Selain itu, anak-anak yang terlibat judi online juga boros dan tidak bisa hemat. Uang yang mereka dapat dari orangtua banyak dipakai untuk judi online. Berpotensi menyalahgunakan uang orang tua, bahkan tidak tertutup kemungkinan akan berusaha mendapatkan uang dari manapun, termasuk dengan cara-cara yang tidak dibenarkan oleh hukum. Lebih jauh lagi, anak-anak yang terjerat judi online bisa mengalami masalah psikologis seperti cemas, stres dan depresi (CNBCIndonesia, 29/11/2023).
Adapun alasan utama para pelajar mudah tergiur dengan judi online adalah keuntungan. Dalam kehidupan sekuler kapitalis saat ini, banyak anak-anak dan pelajar yang cenderung abai akan perkara halal-haram dan tidak paham keharaman dari aktivitas judi tersebut. Sebagai generasi yang serba mau instan, judi online menjadi jalan pintas bagi pelajar yang ingin cepat dapat uang. Lingkungan juga bisa menjadi pemicu para pelajar terlibat judi online. Mengenal judi onlinedari pengaruh lingkungan sekitar, hasil belajar dari teman ke teman. Ketidakharmonisan dalam keluarga, orang tua yang sibuk bekerja, apalagi sudah tidak perhatian pada hal-hal halal dan haram, juga menjadi pemicu anak-anak terlibat judi online.
Judi online telah menjadi masalah serius dan dianggap sebagai ancaman yang dapat berdampak buruk pada masa depan generasi. Anak-anak yang terjerat judi online merupakan masalah besar yang harus mendapat perhatian serius dari semua pihak. Oleh karenanya, pemberantasan judi online dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini seolah tidak ada akhirnya.
Solusi Islam Mengatasi Jeratan Judi Online
Dalam Islam, selain merusak masyarakat, judi merupakan perbuatan maksiat yang dilarang Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Swt, dalam surah Al-Maidah ayat 90, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”
Maka dalam sistem Islam, judi akan diberantas tuntas oleh penguasa (Khilafah) secara berdaulat. Mulai dari pelaku, agen hingga bandar, untuk membentengi generasi. Peran keluarga, masyarakat dan negara dioptimalkan dalam menjaga anak-anak dari kemaksiatan. Dalam keluarga, anak-anak harus mendapat pendidikan akidah pertama, yang akan membuat anak-anak terbiasa dan sadar harus terikat dengan syariat Islam. Sehingga mereka memiliki self-control untuk tidak melakukan kemaksiatan.
Di sisi lain, masyarakat dalam Islam adalah masyarakat yang senantiasa melakukan amar ma’ruf nahi munkar, bukan masyarakat yang individualis seperti dalam sistem kapitalis saat ini. Maka, masyarakat dengan kesadarannya, tidak akan segan-segan untuk memberi peringatan dan melaporkan para pelaku kepada pihak berwajib. Dan pihak yang berwajib akan sigap dan tanggap terhadap laporan masyarakat.
Negara akan menutup setiap akses judi online bagi seluruh masyarakat. Melarang konten-konten yang memuat keharaman atau yang tidak mengedukasi masyarakat dalam ketaatan. Tidak ada ruang bagi kemaksiatan dalam sistem Islam. Selain itu, negara menerapkan hukum sanksi (uqubat) kepada para pelaku jika masih ada yang melakukan judi, sebagai bentuk penjagaan terhadap masyarakat agar terhindar dari perbuatan maksiat. Uqubat ini memiliki efek khas, yaitu sebagai zawajir (pencegah) manusia dari tindak kejahatan. Juga sebagai jawabir (penebus) sanksi bagi pelaku di akhirat kelak.
Negara juga akan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Sehingga, tidak ada lagi alasan terlibat judi online karena masalah ekonomi. Sistem pendidikan Islam pun diterapkan, bertujuan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam, yakni pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Islam. Mengarahkan anak-anak untuk menyadari bahwa potensi yang dimiliki diberikan untuk kemuliaan Islam. Karena anak-anak inilah yang akan menentukan masa depan generasi mendatang dan menjadi pemimpin peradaban.
Sungguh, pemberantasan perjudian baik offline maupun online mengharuskan adanya peran keluarga, masyarakat, dan negara secara optimal. Dan ini hanya akan bisa dicegah dan diatasi hingga akarnya melalui penerapan aturan Islam kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google