Oleh: Aily Natasya
Di tengah-tengah huru-hara pembantaian kaum Zionis Israel terhadap Palestina dan juga aksi boikot massal dunia pada produk-produk yang terafiliasi dengan Zionis Israel, ada sekumpulan remaja anak SMP yang mengolok-olok kondisi orang-orang Palestina sambil makan makanan dari salah satu restoran cepat saji yang sedang diboikot. Hinaannya bukanlah sembarang hinaan.
Kata-kata hinaan mereka yang paling mmbuat emosi netizen tersulut adalah “Makan tulang anak-anak Palestina,” sambil menunjuk temannya yang sedang memakan tulang ayam. Anak yang lain yang mencocol daging ayam ke dalam saus cabai mengatakan, “Darah anak Palestina,” lalu diisambut dengan gelak dan tawa dari teman-temannya yang lain.
Selain hujatan masif dari warganet, anak-anak ini juga mendapatkan sanksi sosial berupa data-data pribadinya tersebar. Bisa dikatakan bahwa sanksi sosial seperti itu memang berlebihan untuk ukuran anak SMP. Namun begitulah resiko ketika berulah yang tidak pantas di sosial media, reaksi netizen sama sekali tidak terkontrol.
Kita tahu, bahwa mayoritas yang memarahi mereka di sosial media pastinya adalah orang-orang yang lebih dewasa daripada mereka secara umur. Mengetahui hal itu, pernahkah kita berpikir bahwa kita, sebagai orang dewasa juga punya tanggung jawab dalam menasehati mereka. Karena bagaimana pun, mereka masih SMP, masih banyak kesalahan yang mungkin mereka lakukan. Ketika kita masih SMP dulu pun begitu. Ada banyak kesalahan yang sudah kita lakukan dan kita belajar dari itu.
Sama sekali tidak berniat untuk menormalisasi bahwa anak-anak harus dimaklumi kesalahannya. Tapi lebih ke anak-anak harus diberitahu kesalahannya bahwa dia salah dengan cara-cara yang baik juga. Mereka salah karena sudah menghina. Namun pernahkah kita berpikir mengapa mereka bisa memiliki perilaku menghina seperti itu, yang bisa dibilang sangat tidak manusiawi? Di era digital ini, sosial media adalah salah satu pengaruh paling kuat.
Di sosial media, jangankan anak-anak, ada banyak sekali orang dewasa yang juga mengolok-olok kondisi warga Palestina dan berusaha melemahkan semangat pendukungnya. Entah itu propaganda dari buzzer, atau memang korban dari korban propaganda tersebut, yang jelas ada banyak sekali anak yang ikut memperhatikan isu tersebut. Ada anak-anak yang sudah paham, ada juga yang tidak paham. Sehingga terjadilah perilaku tidak pantas seperti yang dilakukan oleh adik-adik SMP ini.
Apakah mereka paham soal kemanusiaan? Apakah mereka paham kenapa Palestina dibantai habis-habisan? Bisa jadi mereka tidak paham alasannya. Bisa jadi mereka membenci Palestina karena terpapar propaganda. Ada banyak sekali kemungkinan. Dan orang dewasa punya wewenang untuk meluruskan kesalahpahaman mereka.
Mengapa hal ini kecil namun tetap harus diseriusi? Toh, mereka itu masih anak SMP, tidak akan berpengaruh banyak. Justru, keyakinan sejak dini adalah hal yang paling harus diwaspadai. Masa-masa SMP, puber, adalah masa-masa di mana anak-anak tersebut mencari jati diri mereka. Jika pencarian dirinya salah arah karena tidak ada yang mengarahkan, bisa dibayangkan mereka akan tumbuh dan berkembang dengan kepribadian yang seperti apa.
Bila dari SMP keyakinan mereka terhadap Palestina adalah negatif, maka pola pikir itu akan terus tertanam. Kita tidak pernah tahu apa yang bisa mereka lakukan dengan pola pikir yang semacam itu. Namun yang jelas, sudah tidak ada lagi harapan di masa depan.
Alangkah baiknya untuk ke depannya nanti bisa lebih banyak diadakan tentang penyuluhan-penyuluhan ke sekolah-sekolah untuk memperkenalkan mereka tentang isu kemanusiaan di dunia ini, tidak hanya tentang Palestina. Karena sebenarnya, mereka bukanlah satu-satunya kelompok anak-anak yang menjadi korban propaganda Zionis Israel yang bertebaran di sosial media. Ada banyak. Hanya saja yang kebetulan yang mengekspos kebodohan mereka hanya kelompok yang ini.
Melihat kondisi warga Palestina, kita sering kali hanya bisa merasa iba dan tidak berdaya karena memang tidak mampu berbuat apa-apa selain berjuang secara online dengan membagikan berita-berita soal keadaan mereka dan memboikot apa-apa yang berhubungan dengan Zionis Israel. Dan setidaknya pula, kita berjuang di satu ranah ini, yakni mengedukasi generasi muda selanjutnya agar tidak lupa atau pun dungu terhadap keadaan saudara mereka sendiri. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google