View Full Version
Ahad, 08 Sep 2024

Mualaf Mendadak Ustad?

 

Oleh: Aily Natasya

‘Baru masuk Islam tapi bisa langsung jadi ustad, jamaahnya banyak, diundang di sana-sini seakan-akan menjadi seorang ‘tokoh agama’. Padahal baru belajar Islam, baca qur’an juga belum bener, udah berani dakwah sana sini dan berdakwah membawa nama Islam ke ranah publik.’

Narasi dari paragraf di atas merupakan narasi yang terkesan seperti pujian, namun sebenarnya meremehkan, pun sebaliknya, terkesan meremehkan, namun sebenarnya adalah pujian. Bagi orang yang mengatakannya dengan remeh, maka hal itu adalah remeh. Seringkali narasi tersebut terdengar dari seorang ‘ustad’ dan orang-orang yang justru giat dalam berdakwah. Terlepas dari siapa yang dimaksud, narasi ini sangat cocok dilontarkan kepada siapa pun. Karena memang, biasanya, yang mualaf lebih didengar dakwahnya oleh masyarakat.

Ada beberapa alasan mengapa hal tersebut terjadi. Yang pertama, karena mualaf adalah seseorang yang memiliki pengalaman yang unik, yang berbeda dengan orang-orang atau pendakwah-pendakwah yang berislam dari lahir. Ada banyak sekali orang yang tertarik untuk mendengarkan kisah beliau bisa meraih hidayah masuk Islam. Sehingga, laku. Banyak yang mengundang di berbagai ruang publik seperti majelis ilmu, dan podcast.

Lalu yang kedua adalah, orang yang mualaf, biasanya lebih didengar oleh orang-orang non-muslim yang penasaran dengan Islam. Mereka merasa bahwa orang yang mualaf ini masih bagian dari mereka dan paham dengan keadaan mereka, sehingga semakin menarik minatnya untuk mendengarkan orang yang mualaf ini berbicara soal Islam. Jadi jangkauan dakwahnya tidak hanya di kalangan orang yang sudah Islam, tapi juga yang belum berislam.

Itulah yang dinamakan hak istimewa yang didapat oleh orang-orang yang baru masuk Islam atau mualaf. Orang-orang yang mualaf yang diundang sana-sini dan langsung berani membicarakan Islam di ranah publik itu sebenarnya tidak sengaja menjadi ‘pendakwah’. Mereka awalnya hanya ingin berbagi cerita tanpa ada maksud seperti ingin menjadi ustad atau bahkan tokok agama. Hanya saja secara tiba-tiba sudah ada yang memanggil beliau ustad dan mengundang beliau ke banyak sekali acara publik untuk berdakwah karena mungkin cara penyampaian beliau sangat cocok dengan masyarakat atau lain-lain alasan.

“Apabila suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat.” ( HR. Al-Bukhari).

Tidak salah. Karena memang ustad-ustad mualaf itu menyampaikan pengalamannya dan memperkenalkan Islam dengan caranya. Lalu, seiring berjalannya waktu, Ustad mualaf tersebut belajar Islam terus, lalu disampaikannya sendikit-sedikit ilmu yang ia tahu tanpa mencopot ciri khas mualafnya. Karena memang itu yang justru dicari oleh orang-orang.

Haruskah yang bicara soal Islam dan berdakwah hanya kalangan orang-orang yang lulus dari pondok pesantren saja? Tentu saja tidak harus. Toh, Islam memang menyuruh setiap dari kita untuk berdakwah, menyampaikan kebenaran, dan Islam pada dunia. Kalau menunggu harus yang pesantren-pesantren saja, atau yang Islam dari lahir saja, maka Islam tidak akan sampai kepada kita secepat ini. Karena di zaman Nabi, para sahabat itu tidak ada yang berislam dari lahir. Namun mereka semua hebat dalam memperjuangkan agama ini agar sampai kepada kita saat ini.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, mereka adalah orang-orang yang beruntung.” (Terjemahan QS. Ali Imran: 104)

“Katakanlah, ‘Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata.” (Terjemahan QS. Yusuf: 108)

Jadi, berdakwah itu tidak harus jadi ustad dulu, atau belajar di pesantren selama bertahun-tahun dulu, atau bahkan masuk Islam selama berpuluh-puluh tahun dulu. Dan orang yang berdakwah juga belum tentu ustad, ulama, atau bahkan tokoh agama. Karena status bukanlah poinnya, melainkan niat dan apa yang disampaikannya. Selagi sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah, maka cukuplah, tidak usah dipermasalahkan.

Kita yang sudah Islam dari lahir ini pula, janganlah merasa paling benar dan paling baik dari mereka-mereka yang baru masuk Islam. Ada banyak sekali permasalahan umat yang harus dibereskan bersama. Alangkah baiknya kita sekarang bahu-membahu untuk mempersatukan umat Islam alih-alih membuat perpecahan soal masalah-masalah yang sepele. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google

 


latestnews

View Full Version