View Full Version
Selasa, 15 Oct 2024

Pernikahan Dini yang Dinormalisasi, Wajarkah?

 

Oleh: Aily Natasya

Pernikahan Gus Zizan dan Kamila Asy-Syifa dianggap sebagai kontroversi dan masih menjadi perbincangan hangat warga net. Beberapa orang menganggap bahwa pernikahan ini terlalu dini karena mereka adalah pasangan di bawah umur. Sementara Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang perkawinan hanya diizinkan apabila laki-laki dan perempuan yang mau menikah sudah mencapai umur 19 tahun. Orang-orang juga mengkhawatirkan soal bahaya menikah dini dari sisi medis dan psikologis dari kedua mempelai, seperti masalah pengelolahan emosional dan juga kesehatan seksual.

Dalam islam sendiri, jika seorang wanita dan seorang laki-laki sudah baligh, lalu terjamin secara ekonomi dan juga ilmunya sudah cukup, maka sudah boleh menikah. Soal kesehatan, tentu saja ini perlu diperhatikan karena memang, sebelum umur 21 tahun, alat reproduksi kita belum sempurna siap untuk hamil dan melahirkan. Inilah yang menjadi perhatian bagi warga net yang menentang pernikahan ini.

Jika melihat ekonomi dan juga latar belakang dari kedua belah pihak mempelai, secara ekonomi dan juga keilmuan bukanlah sesuatu yang sulit. Mereka dari keluarga mampu dan juga agamis. Tentu saja, seharusnya mereka sudah paham betul akan resiko apa saja yang akan dihadapi dan bagaimana persiapannya ketika memutuskan untuk menikahkan anak-anak mereka.

Namun, kekhawatiran warga net bisa dimengerti soal bagaimana pengaruh mereka bagi anak-anak remaja yang lainnya mengingat mereka adalah influencer yang cukup terkenal di dunia maya. Dikhawatirkan, akan ada banyak sekali yang terinspirasi dengan menikah muda, sehingga melupakan aspek-aspek penting dalam pernikahan seperti kesiapan mental, ilmu, dan juga ekonomi.

Maka dari itu seharusnya, bukan menikah dini yang harus dipersoalkan, tapi bagaimana caranya agar aspek-aspek penting dalam pernikahan itu tadi bisa direalisasikan. Soalnya, ada banyak sekali orang yang tidak menikah dini, tapi rumah tangganya berantakan. Ternyata aspek-aspek penting yang seharusnya menjadi pondasi dalam pernikahan tersebut tidak dipenuhi. Ini menjadi PR bagi negara dan orang tua agar bagaimana aspek-aspek tersebut bisa direalisasikan.

Kekhawatiran warga net soal dampak yang akan terjadi dengan banyaknya influencer yang menikah di bawah umur, semoga sama besarnya dengan influencer yang melakukan maksiat-maksiat seperti dugem, pacaran, mabuk-mabukan, membuka aurat, dan lain-lainnya. Karena memang harus diakui, bahwa bangsa Indonesia itu terkenal dengan bangsa pembebek alias suka sekali mengikuti hal-hal yang bodoh dan yang tampak sederhana. Seperti salah satunya menikah dini itu tadi.

Mereka merasa FOMO dengan menikah dini karena melihat bahwa menikah itu sepertinya hal yang sesederhana menemukan pasangan yang saling cinta, lalu menikah. Mereka lupa dengan hal-hal lainnya soal pernikahan sehingga mereka pun mudah saja ikut-ikutan. Apalagi soal hal-hal yang sifatnya maksiat yang konotasinya adalah hal-hal yang mudah dan juga menyenangkan. Dengan maraknya flexing maksiat di sosial media, khususnya dari para influencer, membuat mereka lupa bahwa hal tersebut dosa, bahkan bisa merusak masa depan mereka.

Jadi, apakah pernikahan dini adalah masalah? Sebenarnya tidak jika, seperti yang tadi disebutkan, aspek-aspek penting dalam rumah tangga yang menjadi fondasi direalisasikan, yakni siap secara ekonomi, dan siap secara ilmu. Namun karena aturan di negara kita melarangnya, maka seharusnya kita menurut.

Tapi sampai sekarang buktinya, sudah seviral ini, tidak ada tindakan apa-apa dari yang memiliki kewenangan jika memang benar pernikahan tersebut tidak seharusnya terjadi. Jika memang mereka memang salah karena melanggar undang-undang, maka kita harus protes pada negara karena tidak menindaklanjuti ini, alih-alih terus-terusan menyerang kedua mempelai dan keluarganya. Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version