KAIRO (SuaraMedia News) – Dalam sebuah laporan harian berbahasa Ibrani, Yediot Ahronot, diungkapkan mengenai adanya pencucian otak terhadap para pelajar dan akademisi di Mesir yang mendatangi pusat akademis Israel di Kairo.
Ada banyak pelajar Mesir dari berbagai universitas yang berbeda yang mendatangi pusat akademis tersebut untuk mempekuat hubungan kultural dan akademis antara para peneliti Mesir dan Israel.
Seorang pelajar Mesir yang bernama Hussein Baker – pelajar Universitas Menoufia Mesir yang berada di tahun keempat fakultas bahasa Ibrani – dalam wawancara dengan harian tersebut mengatakan: “Saya mengetahui keberadaan pusat tersebut dari surat kabar, dan saya memutuskan untuk mendatanginya.”
“Ketika saya memasuki bangunan tersebut, saya tidak percaya karena tidak ada tentara atau polisi di sana,” katanya kepada harian tersebut dalam bahasa Ibrani yang fasih. “Bangunan tersebut tampak tenang dan normal, sama seperti bangunan lain di Kairo. Ketika saya berdiri di hadapan papan tanda yang berbunyi ‘Pusat Akademi Israel di Kairo’, yang tertulis dalam bahasa Ibrani dan Arab, saya merasa senang.”
Hussein kemudian duduk selama beberapa jam, membaca koran dan buku-buku, bahkan meminjam sebagian diantaranya.
Tampaknya, mahasiswa tersebut telah melalui proses pencucian otak secara intensif dalam pusat akademis Israel tersebut sehingga merubah pandangan-pandangannya. Pusat akademis tersebut didirikan pada awal tahun 1980an sebagai bagian dari kesepakatan damai antara Israel dan Mesir.
Para pelajar, peneliti, dan pengunjung Mesir yang mengunjungi tempat tersebut dapat membaca buku-buku atau studi akademis Israel dalam perpustakaan yang besar. Tempat tersebut juga memutar film-film Israel dan mendatangkan para dosen dari Israel.
Untuk mengantisipasi trik Israel tersebut, pihak berwajib Mesir mengawasi tempat tersebut dengan ketat.
Seorang petugas keamanan Mesir, Sersan Polisi Hossam, kemudian mendatangi Hussein Baker dan mengajukan sejumlah pertanyaan. Petugas tersebut menanyakan mengapa Hussein mendatangi tempat tersebut, siapa saja yang ditemuinya dan apa pandangannya terhadap Israel.
Ia menjawab pertanyaan tersebut dan kemudian dipersilahkan pergi. Hussein mengatakan bahwa seorang mahasiswa yang mendalami bahasa Ibrani wajar saja mendatangi pusat tersebut untuk melakukan pendalaman studi.
Ketika seminggu kemudian petugas kepolisian meneleponnya, Baker mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai sikap polisi tersebut. “Saya adalah warga negara yang bebas dan seharusnya saya bebas pergi kemanapun yang saya mau.”
“Pemerintah Mesir telah menandatangani kesepakatan damai dengan Israel. Saya tidak mengunjungi kedutaan Israel. Saya datang untuk mempelajari buku dan data,” katanya.
Pengelola tempat tersebut, Profesor Gabi Rosenbaum, mengatakan bahwa dirinya sering mendengar hal tersebut. “Ini cerita lama, para pendahulu saya berusaha mengatasinya dari waktu ke waktu,” katanya.
“Kami tahu upaya-upaya pihak berwajib untuk melarang orang mengunjungi tempat kami. Mereka selalu mengatakan bahwa mereka hanya menjaga tempat ini dan mengamankan kami”. (dn/im/yn) www.suaramedia.com