View Full Version
Kamis, 21 Jan 2010

Ponpes Lirboyo Tuding Depag Tak Paham Islam

KEDIRI (SuaraMedia News) - Penolakan hasil Bahtsul Masail ke-12 oleh Direktorat Jendral Bimas Islam Departemen Agama Nasaruddin Umar, mendapat reaksi keras dari pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

Bagi Ketua Forum Musyawarah Pondok Pesantren (FMPP) yang juga pengasuh Ponpes Lirboyo KH Abdul Muid Shohib, penolakan tersebut menunjukkan Dirjen Bimas Islam Depag Nasaruddin Umar tidak paham hukum Islam.

Menurut Abdul Muid yang biasa disapa Gus Muid, tidak semestinya seorang Dirjen Bimas Islam mengeluarkan pernyataan provokatif seperti itu. Hal itu memperlihatkan begitu rendahnya kualitas berpikir Nasaruddin dalam memahami forum diskusi dan pemikiran pondok pesantren.

“Bagi saya ucapan itu keluar dari orang-orang yang tidak mengerti hukum Islam,” ujar Gus Muid kepada wartawan, Rabu (20/1/2010).

Menurutnya, 258 santri dari 46 pondok pesantren se Jawa Timur yang terlibat sebagai peserta Bahtsul Masail adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan dan dasar hukum yang kuat dalam merumuskan persoalan.

Untuk memutuskan itu, menurut Gus Muid, mereka berpatokan pada sumber kitab klasik dan fikih seperti halnya dilakukan para cendikiawan jaman dulu. Karenanya Gus Muid menolak jika keputusan Bahtsul Masail dinilai mengada-ada dan hanya mencari sensasi belaka.

“Karena pesantren ini hanya menerima, mengumpulkan, termasuk mencari jawaban adanya persoalan yang terjadi di masyarakat. Jadi semua yang dibahas ini benar-benar ada dan sesuai perkembangan jaman,” paparnya.
Mengenai munculnya pro dan kontra di kalangan masyarakat atas keputusan tersebut, menurut Gus Muid sebagai hal yang wajar karena terbatasnya pengetahuan. Dan sebagai sesama umat Islam Dirjen Bimas seharusnya turut mensosialisasikan hasil pemikiran pesantren tersebut.

“Dan jika memang tidak sepakat, tentunya bisa diselesaikan dalam forum diskusi. Semua itu ada musyawarah dalam sebuah diskusi,” tegas Gus Muid.

Hal senada disampaikan juru bicara Panitia Bahtsul Masail ke-12 Nabil Haroen yang secara tegas menyatakan menolak tudingan Dirjen Bimas yang menilai forum Bahtsul Masail tidak memiliki dasar hukum yang jelas. “Para santri ini adalah insan yang cerdas. Mereka ini tidak asal bicara. Namun ada dasarnya,” pungkasnya singkat.

Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan larangan rebonding dan foto pre-wedding hanya sebatas nasihat yang dikeluarkan Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur.

Pernyataan itu disampaikan sebagai bentuk klarifikasi MUI terhadap keluarnya fatwa haram oleh FMP3. MUI menegaskan bahwa keputusan tersebut hanya nasihat yang merupakan hak dan sebatas kajian akademis yang mengikat peserta yang ada di dalam forum tersebut.

“Selasa kemarin MUI sudah membahas dan kami menghormari keputusan tersebut sebagai sebuah nasihat dari forum yang sifatnya mengkaji sisi ilmiah dan akademis, serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada di masyarakat,” papar Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Aminuddin Yacob, di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.

Aminuddin menambahkan rebonding, naik ojek, dan pre-wedding belum termasuk prioritas kajian MUI. Menurutnya, masih banyak hal lain yang lebih penting untuk dibahas.

“Hal-hal yang difatwa haram oleh FMP3 belum menjadi prioritas bagi MUI,” tandasnya.

Kajian-kajian tersebut, lanjutnya, bisa dilakukan oleh pihak yang berhak sesuai ketentuan syariat Islam. Hanya saja, dalam melakukan pengkajian sampai akhirnya menjadi fatwa harus juga memperhatikan kepentingan dan alasan semua pihak beserta tinjauan ilmu yang mendukung.(ok2) www.suaramedia.com



latestnews

View Full Version