View Full Version
Kamis, 04 Feb 2010

Pertukaran Tanah Palestina, Konsep Berbahaya Israel

TEPI BARAT (SuaraMedia News) – Bassam As-Salhi adalah seorang pemimpin Partai Rakyat Palestina (PPP). Baru-baru ini, dalam sebuah wawancara dengan bitterlemons, As-Salhi mengupas mengenai bahaya yang berkisar pada gagasan mengenai pertukaran tanah pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat.


Meski ada sebagian kalangan yang menyebutkan bahwa konsep pertukaran tanah merupakan sebuah cara kreatif untuk menyelesaikan masalah teritorial dalam meja perundingan, As-Salhi membantah hal tersebut.

“Tidak, saya rasa pemikiran semacam itu amat berbahaya. Kami membutuhkan pengakuan yang jelas terhadap perbatasan negara Palestina, misalnya saja seluruh area pada tahun 1967, termasuk Yerusalem timur. Hal ini merupakan hukum yang tertuang dalam banyak resolusi PBB, dan segala bentuk negosiasi (dengan Israel) harus diawali pada titik ini. Pertukaran tanah tidak boleh mengubah kenyataan ini atau persatuan wilayah negara Palestina.”

“Namun, yang terjadi adalah, Israel melakukan perubahan-perubahan di berbagai wilayah Tepi Barat dengan menggunakan gagasan pertukaran tanah untuk membenarkan blok-blok pemukiman yang mereka bangun. Israel hanya ingin membuka negosiasi dengan Palestina dari titik ini. Dengan kata lain, dari semula, Israel membiarkan wilayah-wilayah tersebut di luar teritori Palestina. Namun gagasan aslinya, yang menurut hemat saya merupakan kegagalan, adalah gagasan mengenai pertukaran tanah setelah penetapan perbatasan, bukan sebelumnya.”

Bitterlemons kemudian mempertanyakan, mengapa dalam negosiasi Camp David kubu Palestina menerima gagasan tersebut. As-Salhi mengatakan bahwa negosiasi tersebut merupakan sebuah kesalahan. “Saya rasa hal itu dilakukan karena pada masa itu ada sebuah paket solusi, dan kesepakatan pertukaran tanah merupakan bagian kecil dari paket yang lebih besar untuk menyelesaikan semua permasalahan. Namun saat ini isu-isu lainnya tidak dibahas, dan Israel mencoba mengisolasi gagasan pertukaran tanah. Hal ini berbahaya. Pertama-tama, kita harus mengakui dan menetapkan perbatasan Palestina, mengakui isu Yerusalem timur, para pengungsi Palestina dan sebagainya.”

“Sebagai sebuah poin kesepakatan di bawah pemukiman, mungkin kesepakatan tanah bisa didiskusikan, namun mengisolasi hal tersebut merupakan hal yang berbahaya karena hal itu berarti bahwa Israel, melalui penciptaan pemukiman, telah berhasil merusak prinsip-prinsip perbatasan tahun 1967.”

Mengenai pendapat para pemukim, yang mengklaim bahwa memindahkan mereka keluar dari pemukiman merupakan sebuah hal yang tidak realistis, As-Salhi mengatakan: “Kami tidak bisa berangkat dari sudut pandang semacam itu. Jika kami menerima hal itu, maka itu berarti bahwa hak-hak rakyat Palestina secara universal telah dikacaukan oleh kekuatan, kekuatan yang dipergunakan oleh Israel untuk mengubah realitas yang sebenarnya. Kita harus mulai dari hukum internasional.”

“Hukum internasional mengakui bahwa Yerusalem timur, Tepi Barat dan Gaza adalah wilayah terjajah, dan penjajahan harus diakhiri untuk mendirikan negara Palestina. Bukan merupakan tanggung jawab kami untuk menemukan solusi dari permasalahan yang diciptakan Israel sendiri. Pemukiman-pemukiman tersebut tidak seharusnya dibangun dan tidak boleh dibangun untuk mempengaruhi hak-hak kami.”

Pemerintahan Israel saat ini bergantung pada dukungan kelompok-kelompok pro pemukiman, dan hal itu merupakan perkembangan yang sangat negatif di Israel. Namun, pemerintahan ini tidak menciptakan masalah. Pemerintahan-pemerintahan lain juga bertanggung jawab atas terciptanya atmosfer yang memungkinkan pemukiman Israel tumbuh subur.”

Dalam hal ini, Israel menghancurkan peluang terciptanya solusi dua negara dan justru menerapkan sistem apartheid di Tepi Barat, selain yang sudah terjadi di Israel. Sudah jelas dan menjadi semakin jelas bahwa rakyat Palestina harus bersiap untuk berpikir mengenai cara memastikan hak mereka untuk merdeka tanpa benar-benar memiliki negara. Satu-satunya alternatif adalah sebuah solusi demokratis satu negara untuk dua bangsa.” (dn/mn) www.suaramedia.com



latestnews

View Full Version