JAKARTA (SuaraMedia News)- Anggota Panitia Khusus Angket Century, Bambang Soesatyo, menilai presiden dan kekuatan politik binaannya, Partai Demokrat, harus bijaksana dan elegan dalam menjaga stabilitas pemerintahan.
Jangan timbulkan kesan di benak rakyat bahwa presiden menghalalkan segala cara untuk melindungi pemerintahannya.
"Manuver politik orang-orang dekat presiden akhir-akhir ini sudah terlihat dan tercermin sebagai upaya presiden untuk melumpuhkan pansus," kata Bambang. Senin 22 Februari 2010.
Bambang menjelaskan, pelumpuhan pansus itu yakni dengan cara melobi elit parpol serta menebar ancaman dengan wacana reshuffle kabinet dan memburu pelanggar peraturan perpajakan.
Langkah itu bisa diterjemahkan sebagai upaya menutup-nutupi kesalahan para pembantu presiden dengan memaksa Pansus melakukan kebohongan publik. "Tentu saja manuver politik itu bisa dimaknai sebagai langkah menghalalkan segala cara oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas pemerintahannya.
Jika manuver itu diteruskan, justru bisa menjadi bumerang bagi pemerintah sendiri, karena akan melahirkan ekses yang sulit dikalkulasi," ujar politisi Partai Golkar itu.
Oleh karena itu, lanjut Bambang, pemerintah diharapkan menahan diri, dan membiarkan Pansus Hak Angket DPR independen. Tekad presiden menjaga stabilitas pemerintahannya kita apresiasi," ujarnya. Akan tetapi, menurut Bambang, situasinya sudah berkembang sedemikian jauh, tak seideal yang diasumsikan. Kepercayaan terhadap satu-dua pembantu presiden sudah mencapai titik terendah.
Dengan demikian, strategi melumpuhkan Pansus Hak Angket DPR untuk tidak meminta pertanggungjawaban dari para pejabat itu justru bisa menjadi bumerang bagi presiden dan kabinetnya. Bahkan, presiden bisa dinilai menghalalkan segala cara untuk menjaga stabilitas pemerintahannya.
Menurut Bambang, pemerintah, dan juga para elit politik, harus menyadari bahwa apa yang dikerjakan Pansus berada dalam area kewajiban DPR untuk menyatakan sebuah kebijakan itu salah atau benar. Maka, baik DPR maupun pemerintah sendiri tidak boleh gegabah. "Kedua belah pihak harus berjiwa besar dan bijaksana, menjadi negarawan sejati," ujarnya.
Bambang menjelaskan, pandangan atau kesimpulan fraksi-fraksi itu sudah disampaikan secara terbuka. Logikanya, tak ada ruang untuk mundur atau berubah. Pemerintah dan elite politik mesinya menyadari hal ini.
"Ada risiko besar jika rekomendasi Pansus Hak Angket ke Paripurna DPR tidak sejalan atau bertolak belakang dengan kesimpulan awal masing-masing fraksi. Rakyat tak hanya kecewa, tapi juga marah. Risiko itu tak hanya ditanggung DPR, tetapi juga pemerintah," jelasnya.
Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra juga menilai, bahwa pansus sudah mengungkap pada publik pelanggaran-pelanggaran di balik skandal Century. Dalam pandangan awal, tujuh dari sembilan fraksi menilai ada pelanggaran dalam proses akusisi dan merger, pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP), dan Penyertaan Modal Sementara (PMS).
"Tentu orang akan mengapresiasi besar jika pansus jadi ujung tombak pengawasan DPR. Kalau sebaliknya sama artinya mengundang masyarakat untuk melempar batu," ujarnya.
Poin pokok pandangan awal fraksi-fraksi itu pada tiga hal. Pertama, dasar hukum bailout dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) JPSK telah ditolak DPR pada 18 Desember 2008.
Kedua, uang Lembaga Penjamin simpanan (LPS) adalah uang negara. Ketiga, Bank century adalah bank gagal tidak berdampak sistemik.
Hanya Fraksi Demokrat dan Kebangkitan Bangsa menyatakan sebaliknya. Golkar, PDIP, PKS dan Hanura menyatakan bakal menyebut nama Boediono dan Sri Mulyani sebagai orang yang paling bertanggung jawab.
Lantas, apakah penyebutan itu bakal berujung pemakzulan? "Belum. Beliau kan tidak dalam jabatan sebagai wakil presiden. Yang menjadi objek penyelidikan ini di masa lalu," ujar anggota pansus dari FPKS, Andi Rahmat,
Menurutnya, penyebutan nama itu dalam kerangka temuan saja. "Memberikan FPJP patut diduga melanggar aturan, didalamnya memenuhi unsur pidana korupsi, antara lain disebutkan gitu," ujarnya.
Pansus, kata Andi, hanya menyampaikan yang menjadi fakta. "Itulah yang kita formulasikan."
Sementara itu, Politisi Golkar Agun Gunanjar Sudarsa menguatkan penyebutan nama tidak mesti berujung pemakzulan. Menurutnya, temuan itu belum tentu bisa dibawa ke Mahkamah Konstitusi.
"Yang jelas rekomendasi ke aparat hukum untuk menindaklanjuti dugaan," ujarnya. Dia mengusulkan DPR membentuk Badan Pengawas untuk mengawal aparat hukum menindaklanjuti rekomendasi pansus.
Menurut Saldi, apakah angket berlanjut ke Mahkamah Konstitusi merupakan proses politik. Bisa atau tidak dibawa ke Mahkamah Konstitusi itu, tentu saja menunggu nanti bagaimana sikap akhir yang akan diambil oleh pansus. ujarnya. (vv2) www.suaramedia.com