WASHINGTON (SuaraMedia News) – Para tukang lobi Yahudi telah merancang hasil pengambilan suara kongres AS yang menyatakan pembantaian orang-orang Armenia pada era Perang Dunia Pertama sebagai tindak genosida, demikian diungkapkan oleh sebuah harian berbahasa Arab yang berbasis di kota London.
Para tukang lobi pro Israel awalnya mendukung Turki dalam isu tersebut, namun mereka mengubah haluan untuk membalas kecaman Turki terhadap tindakan Israel di Jalur Gaza, demikian isi editorial harian Al Quds Al-Arabi seperti dikutip oleh Israel Radio.
Israel dan Turki merupakan sekutu tradisional, namun hubungan kedua kubu memburuk pada tahun 2009, ketika Perdana Menteri Recep Tayyip Erdogan mengecam agresi brutal Israel di Gaza, yang menewaskan lebih dari 1.400 orang warga Palestina.
Krisis diplomatik tersebut semakin memanas pada bulan Januari lalu, ketika Deputi Menteri Luar Negeri Israel, Danny Ayalon, mempermalukan duta besar Turki di hadapan kamera pers.
Dalam artikel tersebut, editor Al Quds Al Arabi, Abd al-Bari Atwan menasihati Erdogan agar tidak menyerah pada taktik pemerasan yang dilakukan oleh lobi Yahudi.
Pada hari Kamis, Erdogan menarik duta besar Turki untuk Washington setelah Komite Urusan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat AS memenangkan resolusi tidak mengikat tersebut dengan perbandingan suara 23-22. Membuat resolusi tersebut masuk dalam daftar pertimbangan Kongres (DPR dan Senat).
Tindakan tersebut berpotensi merusak hubungan AS dan Turki, serta upaya-upaya Muslim Turki dan Kristen Armenia untuk mengakhiri kekerasan yang telah berlangsung selama satu abad, kata Erdogan.
Menteri Luar Negeri Armenia, Edward Nalbandian mengatakan bahwa hasil pengambilan suara tersebut mendorong kemajuan hak asasi manusia.
Hasil tersebut mendesak Presiden Barack Obama untuk memastikan kebijakan AS dalam menyebut pembantaian tersebut sebagai genosida, membuat presiden AS tersebut berada dalam keadaan sulit.
Dalam sebuah percakapan telepon dengan Presiden Turki Abdullah Gul pada hari Rabu, Obama menekankan bahwa pemerintahannya telah meminta para anggota dewan untuk mempertimbangkan kemungkinan dampak yang ditimbulkan dalam upaya normalisasi hubungan antara Armenia dan Turki, demikian kata seorang pejabat senior pemerintahan AS.
Dalam sebuah konferensi pers yang dihelat di Kosta Rika pada hari Kamis, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan bahwa dirinya dan Obama, yang sama-sama mendukung resolusi genosida Armenia ketika masih menjadi kandidat presiden AS, sempat berubah pikiran karena mereka yakin bahwa upaya normalisasi hubungan antara Turki dan Armenia membuahkan hasil.
Turki, sebuah negara Muslim sekuler demokratis, memainkan peranan penting dalam berbagai kepentingan AS, mulai dari masalah Irak, Iran dan di Afghanistan serta Timur Tengah, menerima bahwa ada banyak warga Armenia yang dibunuh oleh pasukan Ottoman. Namun, Turki membantah bahwa kematian 1,5 juta orang tersebut disebut sebagai genosidan atau pembersihan etnis.
Banyak sejarawan Barat dan sejumlah anggota parlemen asing sepakat menggunakan istilah genosida dalam peristiwa tersebut. Turki menganggap sebutan semacam itu sebagai penghinaan terhadap kehormatan nasional.
Terlepas dari keberatan dari administrasi Obama, yang telah memperingatkan rumah komite urusan luar negeri, bahwa resolusi itu akan merugikan hubungan dengan Turki, langkah tidak-mengikat itu berhasil diloloskan. Menurut administrasi Obama, hal itu bisa membahayakan pembicaraan rekonsiliasi yang sensitif antara Turki, sekutu NATO dengan sekitar 1.700 pasukan di Afghanistan, dan Armenia
Presiden Gul menyebut resolusi itu sebagai "ketidakadilan sejarah dan ilmu sejarah."
Namun, Armenia memuji lolosnya rancangan tersebut, yang oleh menteri luar negeri, Edward Nalbandian, gambarkan sebagai "sebuah langkah penting menuju pencegahan kejahatan terhadap kemanusiaan". Dia menambahkan: "Ini adalah bukti lebih lanjut pengabdian rakyat Amerika untuk nilai-nilai kemanusiaan universal dan merupakan langkah penting menuju pencegahan kejahatan terhadap kemanusiaan." (dn/hz/sm) www.suaramedia.com