View Full Version
Rabu, 10 Mar 2010

Kentalnya Praktek Mafia Hukum, Kontribusi Terbesar Di Indonesia

JAKARTA (SuaraMedia News) - Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tidak kaget dengan gelar jawara korupsi di Asia Pasifik yang disematkan oleh lembaga Political and Economic Risk Consultant (PERC).

Hal itu karena sejak setahun lalu posisi Indonesia sudah bertengger di posisi pertama dari 16 negara yang disurvei. Demikian dikatakan Illian Deta Arthasari saat berbincang di Jakarta, Rabu (10/3/2010).


Menurutnya, hasil survei tersebut tak mengherankan sebab proses penegakan hukum dan reformasi birokrasi yang setengah hati. “Kepolisian, kejaksaan tak menyentuh pelaku kelas kakap kalau ada pun jumlahnya minim,” kata Illian.


Selain itu, masih banyak kasus korupsi yang hingga kini masih menggantung tanpa penyelesaian. Tindakan penanganan kasus korupsi pun mayoritas masih jauh dari harapan karena vonis pengadilan kepada para pelaku terlalu ringan.


Kendala lain yang mendukung masih tingginya kasus korupsi di Indonesia yakni institusi pemerintah dan penegak hukum yang tidak steril serta tak adanya tindakan pencegahan korupsi yang serius. “Lihat saja, setiap hari ada kasus korupsi, disidang, ditahan, tapi tak ada efek jera," kata dia.


Illian menegaskan, korupsi sudah menjadi gaya hidup di Indonesia. Mulai dari hal sepele seperti pembuatan KTP hingga skandal korupsi yang memakan uang negara triliunan rupiah.

Karena itu, menurut dia, wajar jika pihak asing memandang penegakan hukum di Indonesia masih dilakukan dengan setengah hati. “Disinilah kita menanti komitmen dari pemerintah untuk memberantas korupsi,” tutupnya.  

Hasil survei PERC menyebutkan Indonesia mencetak nilai 9,07 dari angka 10 sebagai negara paling korup yang disurvei pada tahun 2010. Nilai tersebut naik dari tahun lalu yang poinnya 7,69. Responden survei berjumlah 2,174 orang dari berbagai kalangan eksekutif kelas menengah dan atas di Asia, Australia, dan Amerika Serikat.

Sedangkan, posisi kedua ditempati oleh Kamboja sebagai negara paling korup. Kemudian diikuti oleh Vietnam, Filipina, Thailand, India, China, Taiwan, Korea, Macau, Malaysia, Jepang, Amerika Serikat, Hong Kong, dan Australia.


Sementara itu, staf khusus Presiden bidang hukum, Denny Indrayana, mengaku prihatin dengan hasil survey tersebut.

"Itu harus jadi cambuk," kata Denny, di Komisi Yudisial, Jakarta. "Itu bisa jadi pembenar untuk bekerja lebih keras."

Denny berpendapat konstribusi paling besar terkait masih buruknya upaya pemberantasan hukum di Indonesia disebabkan oleh masih kentalnya praktek mafia hukum di Indonesia. "Ini merupakan suatu tantangan yang tidak ringan," ujarnya.

Survei ini mengkaji bagaimana korupsi mempengaruhi berbagai tingkat kepemimpinan politik dan layanan sipil. Ini juga melihat bagaimana korupsi dianggap berpengaruh pada lingkungan bisnis secara menyeluruh, serta seberapa jauh perusahaan mengatasi masalah internal dan eksternal ketika berhadapan dengan situasi tersebut. (vs/ok) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version