TOKYO (SuaraMediaNews) – Hubungan AS-Jepang tidak selalu mulus. Namun, kedua negara memiliki sebuah faktor perekat: ketakutan terhadap China.
“Hubungan AS dan Jepang sedang berada dalam keadaan yang paling buruk,” kata Hisahiko Okazaki, seorang mantan duta besar kepada harian Sankei Shimbun.
Terdapat sebuah ganjalan dalam aliansi AS-Jepang, yaitu masalah pangkalan militer AS di Okinawa. Jepang ingin AS merelokasi pangkalan tersebut, sementara AS ingin mempertahankan pangkalan di tempat semula.
Baik Perdana Menteri Yukio Hatoyama maupun Presiden Obama sama-sama dianggap telah melakukan kesalahan dalam menjaga hubungan baik AS-Jepang.
Hatoyama telah berjanji selama masa pemilu untuk meninjau keberadaan pangkalan militer AS di Okinawa. Selama ini, keberadaan pangkalan militer AS di Jepang dipandang sebagai tanda kepatuhan Jepang terhadap AS yang telah berjalan selama 65 tahun, khusunya dalam bidang keamanan. Hatoyama menginginkan adanya hubungan AS-Jepang yang lebih setara. Hatoyama juga ingin mengembangkan sebuah komunitas ekonomi Asia yang mirip dengan Masyarakat Ekonomi Eropa. Keinginan Hatoyama tersebut mendapatkan kritik tajam dari Washington.
Hatoyama kini jadi serba salah. DPJ terus menuntut Hatoyama untuk menuntaskan masalah relokasi pangkalan militer. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan partai dapat berujung pada pengunduran diri Hatoyama dari partai tersebut. Namun, memenuhi tuntutan partai juga berarti bahwa Hatoyama mempermalukan AS dan merusak hubungan AS-Jepang.
Shigeru Ishiba, pemimpin dari partai oposisi, yaitu Partai Liberal Demokrat, mengolok Hatoyama pada minggu lalu. Menurut Ishiba, tidak seharusnya Hatoyama membuat janji pemilu yang ia tidak tahu bagaimana cara memenuhinya.
Sementara itu, Obama telah berjanji untuk memberi perhatian yang lebih besar kepada Asia. Namun, Obama juga berkeras agar Jepang menghormati kesepakatan tentang pangkalan Futenma yang dibuat oleh Jepang dan AS pada tahun 2006. Sikap Obama ini dipandang dapat mengganggu proses demokrasi yang sedang berlangsung di Jepang.
Walau hubungan AS-Jepang nampak seperti telur di ujung tanduk, para pejabat kementerian luar negeri, para mantan menteri maupun para menteri yang masih menjabat, serta para komentator percaya bahwa aliansi Jepang-AS tak akan sirna. Aliansi itu hanya akan berubah bentuk atau bermodifikasi.
Betapa pun buruknya hubungan Jepang-AS, Okazaki mengakui, “Aliansi Jepang-AS terlalu berharga untuk dilepaskan.”
Mantan deputi menteri luar negeri Hitoshi Tanaka mengatakan bahwa Jepang “perlu berpikir serius tentang bagaimana cara yang lebih baik untuk berkontribusi bagi keamanan internasional” dan “untuk mempertimbangkan apakah benar jika masih berpegang pada intepretasi yang ada tentang larangan konstitusional sehubungan dengan penggunaan kekuatan.”
Menteri Luar Negeri Katsuya Okada berpendapat bahwa hubungan Jepang-AS tetap akan menjadi hal yang penting demi pertahanan Jepang. Hatoyama pun memiliki pandangan yang sama.
Alasan utama di balik pendapat tersebut adalah adanya ketakutan China yang melanda kedua negara.
Obama berusaha menjalin hubungan baik dengan China. Namun, China sering kali bebeda haluan dengan AS. AS memerlukan bantuan Jepang untuk membendung sepak terjang China.. Tanpa bantuan China, beban yang dipikul AS akan terasa semakin berat: isu keamanan yang melibatkan Iran, Taiwan, Korea Selatan, dan Tibet; perdagangan yang adil; valuasi mata uang, hak asasi manusia; serta perubahan iklim. Begitu pula sebaliknya, Jepang memerlukan bantuan AS dalam menghadapi China. Bagi Jepang, China ibarat raksasa di depan pintu.
Minggu lalu, Liu Mingfu, kolonel senior dari Tentara Pembebasan Rakyat (People's Liberation Army - PLA), menyatakan, “Sasaran besar China pada abad ke-21 adalah menjadi nomor satu di dunia, kekuatan kelas atas. Menurut kolonel tersebut, China bertekad untuk menjadi “juara global” , sementara konflik dengan AS terkait “siapa yang naik dan siapa yang gagal menguasai dunia” adalah hal yang tak terelakkan.
Sebagaimana ditulis oleh Guardian pada hari Senin (08/03), Jepang dan AS saling membutuhkan, lebih dari sebelumnya. Yang diperlukan oleh kedua negara saat ini adalah bagaimana c