View Full Version
Jum'at, 12 Mar 2010

Balas Resolusi AS, Turki Bangun Monumen Genosida Indian

ANKARA (SuaraMedia News) – Media Turki pada hari Kamis (11/03) menyebutkan, Turki akan membalas dikeluarkannya draf resolusi Amerika Serikat, yang menyebut pembantaian Armenia oleh pasukan Ottoman Turki sebagai sebuah tindak genosida, dengan menyinggung mengenai genosida terhadap suku asli Amerika, Indian.

Dalam sebuah forum yang dihelat di Cappadocia, Turki mengumumkan bahwa pihaknya akan mendirikan monumen genosida kaum Indian di benua Amerika, menanggapi tindakan Komite Hubungan Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat AS yang meloloskan draf resolusi genosida Armenia pada era Perang Dunia I.

Dalam forum tersebut, disebutkan bahwa monumen pembantaian Indian tersebut akan dibangun di atas bukit tertinggi yang ada di kota Avanos, Cappadocia, yang merupakan salah satu objek wisata utama di Turki.

Menurut Turki, rancangan undang-undang AS tersebut tidak memperlihatkan keseriusan dan integritas Dewan Perwakilan Rakyat AS. Padahal AS sendiri telah melakukan pembantaian dan genosida di berbagai penjuru dunia, serta menghabisi suku asli benua Amerika.

Dalam forum Cappadocia tersebut, disebutkan mengenai contoh-contoh pembantaian dan genosida yang dilakukan Amerika, misalnya saja penjatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, serta pembantaian ratusan ribu Muslim di Irak.

“Oleh karena itu, kami mengutuk pembantaian sebenarnya yang dilakukan Amerika Serikat. AS adalah negara terdepan yang melakukaan tindak genosida,” kata forum tersebut.

Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, masih belum membahas mengenai kemungkinan kembalinya duta besar Turki untuk  Washington dalam waktu dekat. Duta besar Turki untuk AS ditarik menyusul keluarnya keputusan Kongres mengenai genosida Armenia.

Dalam sebuah kunjungan kenegaraan di Riyadh, Erdogan mengatakan kepada para wartawan: “Kami tidak akan mengirimkan duta besar ke Washington selama keadaan masih belum jelas.”

Pekan lalu, Turki memperingatkan pemerintahan Obama mengenai konsekuensi negatif yang akan terjadi jika resolusi yang menyebut pembunuhan orang-orang Armenia sebagai tindak genosida tidak dicabut.

Sebuah komite parlemen AS menyetujui resolusi tersebut dengan perbandingan suara 23-22 dan meloloskan resolusi tersebut ke Kongres. Beberapa menit setelah keputusan tersebut diambil, Turki menarik duta besarnya untuk AS.

Pemerintahan Presiden Barack Obama tidak banyak bersuara mengenai resolusi tersebut hingga sesaat sebelum voting dilakukan, pemerintah AS mengatakan pihaknya menentang diloloskannya resolusi tersebut. Turki ingin AS melakukan tindakan yang lebih tegas untuk memblokir resolusi tersebut.

“Sudah terlihat bahwa pemerintahan AS melakukan upaya yang tidak cukup kuat untuk menangani isu tersebut,” kata Menteri Luar Negeri Turki, Ahmet Davutoglu, kepada para wartawan. “Kami amat terganggu dengan hasil tersebut.”

Prof. Dr. Cagri Erhan dari Departemen Hubungan Internasional, Universitas Ankara, beberapa waktu lalu mengatakan bahwa karena Turki menganut kebijakan luar negeri yang seimbang maka ia tidak takut akan reaksi AS atau konsekuensi akibat ketegangan dengan Israel.

Lobi Yahudi inilah yang telah mendukung Turki sebelumnya dalam beberapa isu termasuk genosida Armenia. Namun sejak lobi ini bekerja melawan Turki melalui medianya yang bias, Turki ingin mengadopsi kebijakan luar negeri yang lebih independen yang tidak hanya untuk Barat.”

“Dalam hubungan internasional terdapat interdependensi. Dan Turki sekarang ingin mendapat keuntungan dari interdependensi ini. Sejauh mengenai konsekuensi dari ketegangan dengan Israel, saya harus katakan bahwa ketika seseorang melakukan hal yang benar, ia tidak takut terhadap dampak apa pun,” ujar Dr. Erhan pada hari Rabu (10/02).

“Bahkan, Turki dulu selalu mengkritik Israel atas segala aksi dan pembunuhan yang dilakukannya terhadap rakyat Palestina di tahun 1960an dan 1970an. Mulai tahun 1996 hingga 2003, Turki memilih pendekatan yang seimbang dan memiliki hubungan baik dengan Israel untuk bertindak sebagai moderator di Timur Tengah. Jadi ketegangan ini bukan hal yang baru. Pergeseran Turki dari realisme ke idealisme didasarkan pada sejumlah nilai dan hak asasi manusia. Turki baru saja memasukkan timur dan barat ke kebijakan luar negerinya,” ujarnya. (dn/im/msn/sm) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version