Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepadaNabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga akhir zaman.
Setiap orang pasti memiliki impian dan cita-cita. Berbagai usaha pun dikerahkan untuk mencapai impian tersebut. Namun kadang usaha untuk menggapai impian kandas di tengah jalan dikarenakan berbagai rintangan dari dalam maupun dari luar. Tentu saja impian yang kami maksudkan di sini adalah impian yang logis yang bisa dicapai dan bukan hanya khayalan di negeri antah berantah. Di saat impian tadi belum terwujud, bagaimanakah cara untuk menggapainya? Semoga tulisan ini bisa memberikan solusi terbaik.
Belajar dari Kisah Ibrahim 'alaihis salam dan Istrinya
Suatu pelajaran yang patut dicontoh adalah kisah Nabi Ibrahim 'alaihis salam bersama istrinya, Sarah. Lihatlah impiannya untuk memiliki anak sekian lama, akhirnya bisa terwujud. Padahal ada tiga sebab yang menjadi penghalang ketika itu. Sarah sudah sangat tua, Ibrahim pun demikian dan Sarah adalah wanita yang mandul.[1] Ada ulama yang berpendapat bahwa ketika anaknya Ishaq itu lahir, Sarah berusia 90-an tahun dan Ibrahim berusia 100-an tahun.[2] Namun di usia sudah sangat senja seperti itu, Allah Ta'ala memudahkan mereka memiliki anak, yaitu Ishaq yang akan menjadi seorang Nabi. Mengenai kisah Ibrahim dan Sarah, kita dapat melihat dalam dua surat. Dalam kisah mereka, Allah Ta'ala menceritakan kedatangan tamu (para malaikat). Ia pun dan istrinya menjamu mereka dengan sangat baiknya dan malaikat tersebut membawa kabar gembira pada Ibrahim dan Sarah atas kelahiran Ishaq,
فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ (28) فَأَقْبَلَتِ امْرَأَتُهُ فِي صَرَّةٍ فَصَكَّتْ وَجْهَهَا وَقَالَتْ عَجُوزٌ عَقِيمٌ (29) قَالُوا كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ إِنَّهُ هُوَ الْحَكِيمُ الْعَلِيمُ (30)
“(Tetapi mereka tidak mau makan), karena itu Ibrahim merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata: "Janganlah kamu takut", dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishak). Kemudian isterinya datang memekik lalu menepuk mukanya sendiri seraya berkata: "(Aku adalah) seorang perempuan tua yang mandul". Mereka berkata: "Demikianlah Tuhanmu memfirmankan" Sesungguhnya Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. ” (QS. Adz Dzariyaat: 24-30)
Dalam surat Huud, Allah Ta'ala menceritakan,
وَامْرَأَتُهُ قَائِمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنَاهَا بِإِسْحَاقَ وَمِنْ وَرَاءِ إِسْحَاقَ يَعْقُوبَ (71) قَالَتْ يَا وَيْلَتَا أَأَلِدُ وَأَنَا عَجُوزٌ وَهَذَا بَعْلِي شَيْخًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عَجِيبٌ (72)
“Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub. Isterinya berkata: "Sungguh mengherankan, apakah aku akan melahirkan anak padahal aku adalah seorang perempuan tua, dan ini suamikupun dalam keadaan yang sudah tua pula?. Sesungguhnya ini benar-benar suatu yang sangat aneh." ” (QS. Huud: 71-72)
Lihatlah bagaimana impian Sarah dan Ibrahim untuk memiliki anak baru terwujud setelah mereka berada di usia sangat-sangat tua. Ketika menyebutkan kisah ini, Allah Ta'ala pun mengatakan di akhir kisah bahwa Allah itu Al 'Alim (Maha Mengilmui) dan Al Hakim (Maha Bijaksana). Artinya, Allah Ta'ala memiliki ilmu yang sempurna. Sedangkan Allah itu Al Hakim menunjukkan bahwa Allah memiliki kehendak, keadilan, rahmat, ihsan, dan kebaikan yang sempurna. Di samping itu Allah Ta'ala pun betul-betul menempatkan sesuatu pada tempatnya. Inilah pelajaran di balik nama Allah Al Alim dan Al Hakim.[3] Suatu yang mustahil dapat terjadi jika Allah menghendaki. Suatu impian yang sulit terwujud dapat digapai dengan kekuasaan Allah. Allah Ta'ala berfirman,
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَى أَمْرِهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Yusuf: 21). Maha Mulia Allah Ta'ala dengan segala sifat-sifatnya yang maha sempurna.
Pahamilah Takdir Ilahi
Ketahuilah setiap yang terjadi di muka bumi ini sudah tercatat di Lauhul Mahfuzh sejak 50.000 tahun yang lalu sebelum penciptaan langit dan bumi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الْخَلاَئِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim no. 2653, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash)
Jika seseorang mengimani takdir ini dengan benar, maka ia pasti akan memperoleh kebaikan yang teramat banyak. Ibnul Qayyim mengatakan, “Landasan setiap kebaikan adalah jika engkau tahu bahwa setiap yang Allah kehendaki pasti terjadi dan setiap yang tidak Allah kehendaki tidak akan terjadi.” (Al Fawaid, hal. 94) [4]
Yang Allah takdirkan tidaklah sia-sia. Pasti ada hikmah di balik itu semua. Allah Ta'ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ (115) فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيمِ (116)
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang mulia.” (QS. Al Mu’minun: 115-116)
وَمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا لَاعِبِينَ (38) مَا خَلَقْنَاهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya dengan bermain-main. Kami tidak menciptakan keduanya melainkan dengan haq.” (QS. Ad Dukhan: 38-39). Oleh karena itu, jika impian itu belum terwujud, maka perlu kita pahami bahwa itulah ketentuan Allah. Allah menjanjikan hikmah di balik itu semua karena sifat hikmah yang sempurna yang Dia miliki.
Terus Tawakkal dan Berusaha Semaksimal Mungkin
Kita harus punya sifat optimis dengan selalu bertawakkal (menyandarkan hati pada Allah) dan tetap berusaha untuk menggapai impian yang kita cita-citakan. Ingatlah bahwa siapa saja yang bertakwa dan bertawakkal pada Allah Ta'ala dengan sebenar-benarnya, maka pasti Allah Ta'ala akan memberikan ia jalan keluar dan akan memberikan ia selalu kecukupan. Allah Ta'ala berfirman,
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 2-3)
Perlu diperhatikan bahwa impian bukan sekedar angan-angan yang tidak ada realisasinya. Jika impian ingin dicapai, tentu harus ada usaha semaksimal mungkin. Cobalah kita saksikan contoh gampangnya adalah seekor burung ketika ia ingin menggapai impiannya untuk memperoleh makanan di hari itu, dia pun pergi ke luar sarangnya untuk mencari hajat yang ia butuhkan. Ketika pulang pun ia dalam keadaan tenang. Inilah yang diisyaratkan dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
“Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Umar bin Al Khottob;derajat hasan). Lihatlah bagaimana seekor burung saja mewujudkan impiannya dengan mencari rizki, dengan berusaha semaksimal mungkin. Bagaimanakah lagi kita selaku insan yang diberi anugerah akal oleh Sang Kholiq?
Teruslah Memohon pada Allah
Untuk mewujudkan impian, janganlah lupakan Yang Di Atas. Kadang kita lalai dan hanya bergantung pada diri kita sendiri yang lemah dan tidak memiliki kemampuan apa-apa. Maka perbanyaklah do'a. Karena setiap do'a pastilah bermanfaat. Allah Ta'ala berfirman,
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.” (QS. Al Mu'min: 60)
Jika ada yang bertanya, “Aku sudah seringkali berdo'a, namun mengapa impianku belum tercapai juga?” Kami bisa memberi jawaban sebagai berikut:
Pertama: Do'a boleh jadi terkabul, namun kita saja yang tidak mengetahui bentuk terkabulnya. Terkabulnya do'a bisa jadi dengan dipalingkan dari kejelekan dari do'a yang kita minta. Dan boleh jadi Allah simpan terkabulnya do'a tadi di akhirat kelak. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنُْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ »
“Tidaklah seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan do’anya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do'a-do'a kalian.” (HR. Ahmad, dari Abu Sa'id; derajat hasan)
Contohnya seseorang berdo'a, “Allahummar-zuqnii, Allahummar-zuqnii” (Ya Allah, berilah aku rizki. Ya Allah, berilah aku rizki). Boleh jadi do'a tersebut, Allah kabulkan segera atau diakhirkan. Allah Ta'ala Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba tersebut. Bahkan boleh jadi pula, Allah simpan do'a tersebut untuk meninggikan derajatnya di surga. Ini tentu saja lebih tinggi dari kebahagiaan di dunia. Kebahagiaan di akhirat kelak tentu jauh berbeda dari kebahagiaan di dunia. Malik bin Dinar mengatakan,
لو كانت الدنيا من ذهب يفنى ، والآخرة من خزف يبقى لكان الواجب أن يؤثر خزف يبقى على ذهب يفنى ، فكيف والآخرة من ذهب يبقى ، والدنيا من خزف يفنى؟
“Seandainya dunia adalah emas yang akan fana, dan akhirat adalah tembikar yang kekal abadi, maka tentu saja seseorang wajib memilih sesuatu yang kekal abadi (yaitu tembikar) daripada emas yang nanti akan fana. Lalu bagaimana lagi jika akhirat itu adalah emas yang akan kekal abadi dan dunia adalah tembikar yang akan fana?”[5]
Kedua: Terkabulnya do'a boleh jadi diakhirkan agar seseorang tetap giat dan bersemangat dalam berdo'a. Ketika ia giat berdo'a, maka ia pun akan mendapatkan ketinggian derajat di akhirat kelak. Cobalah kita perhatikan apa yang terjadi pada para Nabi 'alaihimush sholaatu wa salaam. Mereka terus saja berdo'a dan memperbanyak do'a, namun terkabulnya do'a mereka diakhirkan agar mereka tetap semangat dalam berdo'a. Di antara contohnya adalah Nabi Ayyub 'alaihis salam yang diberi cobaan penyakit selama 18 tahun sehingga ia pun dijauhi kerabat dan yang lainnya. Namun ia tetap terus berdo'a dan berdo'a. Allah pun memujinya karena kesabarannya tersebut,
إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ
“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan-nya).” (QS. Shaad: 44)[6]
Ketiga: Boleh jadi do'a tersebut sulit terkabul karena beberapa faktor penghalang. Di antara faktor penghalang adalah seseorang mengangkat tangan ke langit, namun ia sering mengkonsumsi makanan, minuman dan menggunakan pakaian yang haram atau diperoleh dari hasil yang haram (sebagaimana disebut dalam hadits riwayat Muslim no. 1015, dari Abu Hurairah). Inilah yang membuat do'a seseorang sulit terkabul. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita rajin mengintrospeksi diri, siapa tahu do'a kita tidak kunjung terkabul karena sebab mengkonsumsi yang haram.
Penutup
Teruslah berusaha, memohon pada Allah, dan janganlah putus asa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim no. 2664, dari Abu Hurairah)
Jadikanlah impian kita semata-mata untuk tujuan akhirat dan bukan dunia semata. Jika ingin meraih kekayaan, jadikanlah ia sebagai amal sholih untuk tujuan akhirat. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا قُدِّرَ لَهُ
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk hina padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465, shahih)
Ketika impian tercapai, maka perbanyaklah syukur pada Allah dengan selalu taat dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Lihatlah bagaimana do'a Ibrahim ketika di usia senja ia masih diberi keturunan.
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ (39)
“Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. ” (QS. Ibrahim: 39). Ada ulama yang mengatakan bahwa ketika Isma'il lahir, usia Ibrahim 99 tahun dan ketika Ishaq lahir, usia beliau 112 tahun.[7]
Semoga tulisan ini bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
(Artikel rumaysho)
Diselesaikan di saat safar di Pangukan-Sleman, 20 Rabi'ul Awwal 1431 H
[1] Faedah dari penjelasan Syaikh 'Abdurrahman bin Nashir As Sa'di dalam Taisir Al Karimir Rahman, hal. 810, Muassasah Ar Risalah, Beirut, Libanon, cetakan pertama, 1423 H.
[2] Sebagaimana disebutkan dalam tafsir Al Jalalain ketika menafsirkan surat Adz Dzariyat ayat 29.
[3] Lihat Ar Risalah At Tabukiyah (Zaadul Muhaajir), Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 42, terbitan Darul Hadits.
[4] Al Fawaid, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 94, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, tahun 1425 H.
[5] Lihat Fathul Qodir, Asy Syaukani, 7/473, Mawqi' At Tafasir.
[6] Lihat penjelasan Syaikh Musthofa Al 'Adawi dalam Fiqh Ad Du'aa, hal 116, Maktabah Makkah, cetakan pertama, 1422 H.
[7] Lihat tafsir Al Jalalain ketika menjelaskan surat Ibrahim ayat 39.