BETLEHEM (SuaraMedia News) - Anggota Komite Sentral Fatah, Nabil Sha'ath mengatakan hari Minggu bahwa delegasi Palestina di KTT Liga Arab marah atas perlakuan buruk pemimpin Libya, Muammar Gaddafi terhadap Presiden Mahmoud Abbas.
"Ini adalah hasil dari keputusan aneh dan tidak tepat pada bagian Gaddaffi untuk tidak menyambut Presiden Abbas di bandara setibanya di Sirte, seperti yang ia lakukan dengan semua pemimpin Arab lainnya," kata Sha'ath Ma'an Radio selama wawancara telepon .
Gaddaffi diangkat menjadi presiden bergilir Liga Arab terbaru pada hari Sabtu, mengambil alih dari Qatar.
Sha'ath mengatakan KTT ini dinamakan Yerusalem untuk menanggapi kekhawatiran Palestina dan "mereka (peserta KTT) perlu untuk menghasilkan keputusan yang setara dengan namanya." Dia menambahkan bahwa para pemimpin Arab dihadapkan dengan "baik opsi AS atau pilihan Yerusalem."
Anggota Fatah menambahkan bahwa meskipun "pidato berani" di Yerusalem pada sesi pembukaan KTT, "hasilnya tidak akan memenuhi sampai dengan apa yang dibutuhkan Palestina kecuali kata-kata ini dimanfaatkan dalam pelayanan Yerusalem dan membuat kepentingan sponsor perdamaian, dan tawar-menawar untuk mencapai solusi yang adil di kawasan itu."
Pada hari Sabtu, media Arab berspekulasi bahwa ketidakpuasan Abbas di KTT tahun ini berkaitan dengan intervensi mediator Arab untuk mencegah delegasi Palestina dari awal keberangkatan.
KTT Liga Arab ke-22 dimulai pada hari Sabtu di Sirte, Libya, dengan sekretaris jenderal, Amr Moussa, dan menyatakan bahwa penarikan Prakarsa Perdamaian Arab, yang menawarkan normalisasi hubungan dengan Israel sesuai dengan pembentukan negara Palestina di perbatasan 1967, akan dibahas di simposium.
Sebelumnya, Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan, menggambarkan pernyataan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu tentang mempertahankan Yerusalem sebagai ibukota Israel abadi dan bersatu sebagai "kegilaan" belaka.
Dia mengatakan dalam sebuah pernyataan di sesi pengukuhan KTT Arab di Libya bahwa pernyataan itu akan mengakibatkan konsekuensi serius yang mempengaruhi seluruh wilayah.
Erdogan mengatakan masyarakat internasional menghadapi ujian berat baru dan berkaitan dengan menghidupkan kembali proses perdamaian di sana.
"Yerusalem merupakan hal yang sangat penting bagi seluruh kawasan dan dunia Islam. Serangan Israel terhadap Yerusalem dan tempat-tempat suci tidak dapat diterima," katanya.
"Kita harus mempelajari kemungkinan bahwa proses perdamaian akan gagal total," Sekretaris Liga Arab Jenderal Amr Moussa mengatakan pada hari Sabtu dalam pidato pembukaannya pada KTT Liga Arab di kota Sirte Libya.
Rival besar Fatah, Hamas juga menyerukan tindakan KTT Liga Arab mengenai sengketa Yerusalem yang tak kunjung berakhir.
Hamas mendesak para pemimpin Arab untuk mengambil tindakan dan menunjukkan dukungan untuk Yerusalem, menghadapi skema untuk mengubah Yerusalem dan mengusir warga Palestina serta berbuat sesuatu untuk mengangkat pengepungan Jalur Gaza yang dilakukan sejak bulan Juni 2007.
“Tindakan musuh, yang bertujuan untuk meyahudikan Yerusalem dan memperketat kontrol atas kota tersebut, sudah menjadi rahasia umum, khususnya dengan semakin banyaknya penghancuran rumah, pengusiran penduduk dan perubahan struktur demografis,” kata Hamas dalam sebuah memo yang dikirimkan kepada KTT Arab.
Melalui pernyataan tersebut, Hamas mendesak konferensi tersebut agar mengambil keputusan genting untuk mematahkan blokade Israel terhadap Jalur Gaza, membuka perlintasan Rafah dan mulai melakukan rekonstruksi terhadap segala hal yang hancur dalam agresi Israel.
Mengenai inisiatif perdamaian, dalam pernyataan tersebut Hamas menekankan pentingnya mempertimbangkan kembali posisi politik dunia Arab saat ini dan pilihan-pilihan yang ada untuk menuju proses perdamaian, serta mencari strategi dan taktik baru untuk memaksa penjajah Israel mengubah kebijakan dan perilakunya. Hamas juga menekankan agar dunia menaruh repek kepada negara-negara Arab.
“Kami masih menginginkan perdamaian dan kami serus tentang itu. Tapi perdamaian yang adil dan sebenar-benarnya bagi bangsa dan negara tidak dapat dicapai jika tidak didasarkan pada landasan kekuatan yang nyata dan kemampuan untuk menyampaikan bermacam pilihan,” kata Hamas. (iw/mn/sm) www.suaramedia.com