JAKARTA (SuaraMedia News) - Mantan Jaksa Agung Muda Intelejen Syamsu Djalal menilai keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam penyelesaian kasus Bibit - Chandra beberapa waktu lalu, bukan keputusan tegas. Saat itu SBY hanya meminta penyelesaian di luar proses pengadilan, yang diikuti pengeluaran Surat Keputusan Penghentian Perkara oleh Kejaksaan Agung.
"Itu berarti Presiden tidak mengerti hukum. Harusnya dia tidak boleh intervensi," kata Syamsu Djalal dalam di Jakarta.
Syamsu mengatakan, seharusnya kasus ini tetap dibawa ke pengadilan, sejak beberapa waktu lalu. "Biar pengadilan yang memutuskan bersalah atau tidak," ucap Syamsu.
Syamsu menilai, keputusan di luar pengadilan yang dipilih SBY waktu itu menyebabkan kasus ini tidak selesai hingga sekarang. Apalagi setelah praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Anggodo Widjoyo terhadap SKPP.
Dampaknya, menurut Syamsu, adalah tidak selesainya proses hukum terkait sejumlah kasus besar yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam pandangan Syamsu, salah satu kasus besar yang ditangani KPK yang harus segera diselesaikan adalah Kasus Bank Century.
"Seharusnya kasus Century dibuka seterang-terangnya. Tapi KPK sekarang sibuk dengan praperadilan Bibit - Chandra, kapan bekerjanya (proses hukum kasus) Century," ujar Syamsu.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi mempersiapkan skenario terburuk dalam menghadapi praperadilan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKPP) kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah.
"Saat ini Pak Bibit dan Pak Chandra telah berkoordinasi dengan biro hukum dan kuasa hukum mereka," kata Juru Bicara KPK, Johan Budi SP, di Gedung KPK, Jakarta. "Mereka membicarakan mengenai segala kemungkinan dalam kasus SKPP."
Johan menambahkan, pimpinan KPK juga bahkan akan mengumpulkan seluruh pegawainya untuk membicarakan mengenai skenario terburuk dalam putusan banding SKPP. "Kalau ada skenario terburuk, pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti," ujar Johan.
Menurut Johan, jika pada akhirnya SKPP tetap ditolak pengadilan, maka KPK akan memaksimalkan dua pimpinan tersisa untuk bergerak di bidang penindakan. "Komisi III DPR kemarin juga berjanji akan memberikan penguatan kepada kita, jadi nantinya bisa dianggap sah dua pimpinan," jelasnya.
Sementara itu, Kementerian Hukum dan HAM sedang mempersiapkan panitia seleksi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, panitia seleksi atau pansel hanya bekerja untuk memilih dua nama yang akan dipilih oleh DPR RI menjadi satu nama pimpinan KPK.
Oleh karena itu, Menhuk dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, pemerintah tak akan mencari pengganti dua pimpinan KPK Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah yang kembali menghadapi persoalan hukum pascamenangnya Anggodo Widjaja dalam proses pra-peradilan di PN Jakarta Selatan.
"Kalaupun misalnya dalam tanda kutip tanpa prejudice, kalau sampai keduanya jadi tersangka, pemerintah juga tidak akan bisa mengganti karena pasal mengenai penggantian Bibit dan Chandra sudah dieliminasi oleh MK," tuturnya di Gedung Joeang.
Patrialis menegaskan, pemerintah hanya bisa mengganti Bibit dan Chandra jika pengadilan sudah menetapkan keduanya bersalah secara hukum atau apabila masa jabatan keduanya habis.
"Tapi mudah-mudahan tidak seperti itu. Kalau harapan pemerintah, pemerintah ingin penyelesaian kasus Bibit dan Chandra selesai di luar pengadilan. Tapi kalau harus dibawa ke pengadilan, maka harus kita hormati sebagai bagian dari sistem hukum di negara kita," lanjutnya.
Patrialis menambahkan, dengan komposisi tiga pimpinan saja pun tak akan terlalu mengganggu kinerja KPK. Pasalnya, keadaan ini hanya akan bertahan hingga Desember. Akhir tahun ini, masa jabatan seluruh pimpinan KPK akan habis.
"Saya tidak bisa mengatakan itu mengganggu atau tidak karena ada perbedaan penafsiran. Di DPR, dulu tafsir UU KPK itu kolektif, komposisinya lima orang. Tapi sementara ada yang menafsirkan kalau kolektivitas itu seadanya saja, beberapa yang ada saja," tambahnya.
Saat ini, panitia seleksi sendiri masih dalam taraf persiapan. Panitia akan mengakomodasi unsur perguruan tinggi, pemerintah, dan masyarakat. "Kita sedang memikirkan langkah-langkah yang tidak terlalu bertele-tele. Kriteria sesuai dengan UU dan panselnya tidak usah terlalu banyak," tandasnya.
Di lain pihak, mantan Ketua PP Muhammadiyah dengan tegas menyerukan agar masyarakat mendukung kembali perjuangan dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah pascadibatalkannya Surat Keputusan Penghentian Penyidikan (SKPP) Bibit-Chandra oleh PN Jakarta Selatan.
Pasalnya, Syafii mensinyalir adanya upaya pelemahan KPK dengan menangnya proses pra-peradilan Anggodo Widjaja ini. "Saya merasa ada upaya pelemahan KPK. Walaupun itu hasil dari negara. Karena pengusaha busuklah, pengusaha hitam, elit yang tidak tahu diri yang ingin korupsi lestari," tuturnya di Gedung Joeang.
Syafii merasa sangat yakin akan adanya campur tangan. Meski demikian, dia optimistis bahwa keputusannya dapat berubah jika jaksa penuntut umum gigih berjuang melalui banding. Dukungan masyarakat luas pun akan melengkapinya. "Masyarakat sipil, LSM, dan pers harus bicara,speak out!" tegasnya. (fn/v2v/k2m) www.suaramedia.com