TEHERAN (Berita SuaraMedia) – Seolah tak ingin ketinggalan dengan suaminya, istri Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad turut mengecam Barat. Ia menuding negara-negara Barat memanfaatkan PBB untuk mempromisikan skandal haram, demikian dilaporkan oleh kantor berita IRNA pada hari Rabu.
“Barat mengeksploitasi struktur PBB untuk mempromosikan skandal haram,” kata Azam-ol-Sadat Farahi dalam sebuah konferensi perempuan pemikir Muslim pada hari Selasa tanpa memberikan penjabaran lebih lanjut.
“Keluarga, yang merupakan pilar utama masyarakat, telah runtuh di Barat, dan mereka berusaha menyebarkan masalah mereka ke dunia Islam dengan menyebarkan skema kemerosotan (moral),” katanya.
“Barat menyebarkan skema tidak pantas mereka di balik topeng perkembangan dan (upaya mengangkat) diskriminasi sosial,” tambahnya.
Kaum garis keras Iran dikenal sebagai pengkritik keras kebudayaan Barat dan feminisme. Sejak Ahmadinejad mulai berkuasa pada tahun 2005, pemerintahannya mencoba mendiring kaum perempuan agar tetap menjalankan peranan tradisional sebagai ibu rumah tangga dan istri.
Di bawah hukum Syariah Iran, harta, kesaksian dan warisan seorang perempuan adalah setengah milik seorang laki-laki. Ada sejumlah ketidaksetaraan bagi perempuan dalam hal pernikahan, perceraian dan hak asuh anak.
Para aktivis hak-hak perempuan yang menginginkan persamaan status dengan pria di Iran mendapatkan tekanan dan intimidasi dalam beberapa tahun terakhir, beberapa orang di antaranya dipenjara karena ingin mengubah undang-undang.
Di Iran, kaum perempuan diwajibkan menutup rambut dan tubuh di hadapan umum jika tidak ingin mendapat hukuman. Tapi, sejumlah perempuan di kota tetap saja mengenakan busana yang ketat dan kerudung yang longgar, memperlihatkan rambut mereka.
Aparat Iran, yang melarang hubungan lawan jenis di luar pernikahan, juga khawatir dengan mengingkatnya angka perceraian dalam beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa Presiden Mahmoud Ahmadinejad mengajukan permohonan visa kunjungan ke AS untuk menghadiri konferensi non proliferasi nuklir di New York.
Juru bicara Departemen Luar Negeri P.J Crowley membenarkan adanya aplikasi visa Ahmadinejad dan delegasinya yang dimasukkan di Bern, Swiss. Ia juga mengindikasikan bahwa permohonan tersebut kemungkinan akan disetujui.
“Sebagai negara tuan rumah (markas) PBB, kami punya tanggung jawab tertentu,” kata Crowley pada hari Rabu waktu setempat sebagaimana dikutip oleh harian Washington Post.
“Seperti pada umumnya, permohonan visa pejabat luar negeri mana pun yang ingin datang ke markas PBB akan dikabulkan,” tambahnya.
Konferensi Non Proliferasi Nuklir PBB (NPT) akan digelar di markas besar PBB mulai tanggal 3 hingga 28 Mei mendatang.
Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton akan memimpin delegasi Amerika Serikat.
Menurut jadwal hari pertama konferensi, Clinton akan menjadi pembicara kelima pada hari Senin siang, dan Menteri Luar Negeri Iran Manouchehr Mottaki akan menjadi pembicara ketujuh.
Pejabat Iran di markas PBB di New York, Mohammed Bakhsahraee, mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa ahmadinejad berencana menghadiri pertemuan NPT dan akan memimpin delegasi Iran.
Crowley menambahkan, dirinya berharap bahwa Iran memainkan “peranan konstruktif” dalam konferensi tersebut meski mengabaikan tuntutan internasional untuk menghentikan program nuklirnya yang sensitif.
Susan Rice, duta besar AS untuk PBB, adalah orang yang awalnya mengatakan bahwa Ahmadinejad mengajukan permohonan visa.
Rice mengatakan, “Program nuklir mencurigakan Iran akan menjadi latar belakang konferensi.” Ia menekankan, “NPT tetap menjadi landasan keamanan nasional kita.”
Ia menambahkan, AS dan lima negara besar lainnya – Inggris, China, Perancis, Rusia dan Jerman – mendorong dilakukannya negosiasi terhadap sanksi baru PBB terhadap Iran karena menolak menghentikan aktivitas pengayaan uranium, tahapan yang memungkinkan Iran membuat senjata nuklir.
Namun, para analis mengatkaan bahwa jika Ahmadinejad menghadiri pertemuan tersebut, dia kemungkinan akan menekankan kembali bahwa Iran, yang menandatangani NPT, tidak berusaha mendapatkan senjata nuklir.
Ia diperkirakan akan mengalihkan sorotan kepada Israel, yang diyakini memiliki beberapa ratus bom nuklir dalam gudang senjatanya.
Israel tidak pernah memberikan pengakuan di hadapan publik mengenai kepemilikan senjata nuklir. Israel tetap menggunakan kebijakan ambigu sejak memperkenalkan reaktor nuklir Dimona pada tahun 1965.
Seperti halnya negara bersenjata nuklir lainnya, India, Pakistan dan Korea Utara, Israel tidak menandatangani NPT untuk menghindari inspeksi internasional. (dn/ay/pv/af) www.suaramedia.com