YOGYAKARTA (Berita SuaraMedia) - Wakil Presiden Boediono mengatakan dalam menyampaikan informasi media massa harus bebas, tanpa distorsi serta tidak dikendalikan kekuasaan politik atau uang, agar tercipta stabilitas politik nasional.
"Tidak kalah penting adalah adanya media yang bebas, yang dapat menyampaikan informasi tanpa distorsi, informasi yang tidak dikendalikan kekuasaan politik ataupun uang," Kata Wapres Boediono saat menyampaikan kuliah umum di Universitas Gajah Mada, di Yogyakarta.
Ia mengatakan, menjaga stabilitas politik, apalagi dalam demokrasi yang sedang dalam tahap konsolidasi, bukanlah persoalan yang mudah.
Tetapi, kata Wapres, seperti pengalaman sejarah Indonesia sendiri, ide tentang stabilitas politik harus selalu mengasumsikan bahwa tidak ada masyarakat yang tanpa konflik dan perbedaan.
Untuk itu Wapres menambahkan, yang diperlukan bukanlah meniadakan atau melakukan tindakan represif terhadap perbedaan pendapat. "Yang juga harus dihindari ialah menganggap konflik sekedar anomali," kata Wapres.
Dari sinilah kata Wapres, bangsa Indonesia harus mencari cara mengelola agar perbedaan dan konflik tidak berkembang menjadi merusak.
Wapres mengatakan untuk mencegah kemungkinan negatif, diperlukan tatanan hukum yang menjaga perasaan adil. Maksudnya, hukum ditegakkan dengan benar, tidak diskriminatif dan terbuka bagi siapa saja.
Boediono mengatakan, juga diperlukan lembaga dan proses politik yang dapat menyalurkan dengan leluasa kepentingan dan aspirasi yang berbeda-beda secara damai dan reguler.
Tak jauh beda dengan Boediono, Ketua Yayasan SEJIWA, Diena Haryana, meminta media massa untuk melindungi indentitas anak yang sedang berhadapan dengan hukum. Pengungkapan identitas anak akan menyebabkan trauma berkepanjangan.
"Media massa perlu teruskan pemberitaan kekerasan yang terjadi, agar kita semakin sadar apa yang perlu diperbaiki. Namun, bila anak yang terlibat di dalamnya, baik sebagai pelaku, ataupun korban, media massa perlu peka terhadap cara pemberitaannya sehingga tetap melindungi identitas mereka dan tetap memperhatikan psikologi anak agar tidak menimbulkan trauma berkepanjangan," kata Dienna.
Pihak media mungkin tak berpikir panjang akan dampak yang akan dialami anak-anak setelah kejadian kekerasan itu terjadi. Pengungkapan identitas anak yang melakukan tindak kekerasan telah mengabaikan hak-hak anak sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No 23/2002 tentang perlindungan anak serta Kode Etik Jurnalistik.
Guru Besar Universitas Atmajaya Jakarta Prof Irwanto mengharapkan media mematuhi prinsip-prinsip etika demi melindungi kepentingan anak. "Anak yang berhadapan dengan hukum adalah korban. Karena itu, wajib dilindungi kepentingan terbaik dan hak-haknya," katanya.
Melindungi identitas anak, lanjutnya, merupakan langkah pertama yang sangat penting dan perlu diupayakan. Kerugian anak mungkin harus ditanggung seumur hidup. "Jurnalis sebagai profesi beretika, wajib mematuhi prinsip-prinsip etika melindungi kepentingan anak," pungkasnya. (fn/ant/km) www.suaramedia.com