KHARTOUM (Berita SuaraMedia) – Seorang editor surat kabar Sudan menjalani persidangan dengan tuduhan menerbitkan kabar bohong yang merusak kehormatan negara, sebuah pelanggaran dengan hukuman penjara hingga enam bulan.
Faiz Al Silaik, kepala editor Ajras Al Huriya, yang memiliki hubungan kuat dengan partai utama Sudan selatan, Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM), mengatakan bahwa penerbitannya ditarget dalam sebuah serangan terhadap kebebasan pers.
“Ini adalah kasus kelima melawan surat kabar ini dalam tiga bulan terakhir,” ujarnya kepada wartawan setelah proses persidangan ditunda hingga tanggal 15 Juni karena satu dari dua wartawan tertuduh, Al Hajj Waraq, sedang keluar negeri.
“Tiga dari lima kasus itu diajukan oleh keamanan negara, satu oleh polisi, dan satu lagi oleh militer,” ujarnya, menyalahkan Partai Kongres Nasional (NCP) Presiden Omar Hassan Al Bashir untuk dugaan gangguan tersebut.
Waraq menulis sebuah artikel di Ajras Al Huriya yang mengkritik partai Bashir serta mendesak orang-orang untuk mendukung boikot memilih SPLM di utara, menyebutkan bahwa apa yang dikatakan partai itu adalah penipuan yang meluas.
Namun fokus dakwaan itu ada pada rujukan dalam artikel, seorang aktivis pemuda anti-NCP yang mengatakan bahwa dirinya ditahan dan disiksa oleh agen keamanan negara selama kampanye pemilu.
“Cerita itu diterbitkan sebagai bahan berita oleh banyak surat kabar, situs web, dan media internasional beberapa minggu sebelum artikel ini dan mereka masih mentarget kami untuk itu,” ujar Silaik.
Agen keamanan, yang membantah telah menahan si aktivis, tidak memberikan komentar terkait hal tersebut.
Bashir mencabut penyensoran langsung terhadap puluhan Surat kabar Sudan sebelum pemilu bulan April. Tapi beberapa surat kabar mengeluh bahwa mereka menghadapi tekanan dari pemotongan oleh iklan perusahaan pemerintah, memaksa mereka menyensor sendiri isi surat kabar mereka.
“Mereka menggunakan tekanan represif, hukum keamanan nasional dan pidana melawan kami.” Konstitusi Sudan mencantumkan kebebasan pers namun banyak hukum yang masih membatasi media. Negara itu memiliki media tertulis yang semarak namun televise dan radio tetap berada di bawah kendali ketat pemerintah. Media internasional tidak terkena sensor.
Dalam sebuah dekrit yang diumumkan oleh kantor berita pemerintah Suna pada bulan September tahun lalu, al Bashir mengakhiri pra-sensor, sebuah sistem di mana surat kabar-surat kabar diperiksa oleh sensor negara sebelum dipublikasikan.
Para editor menyambut pengumuman itu dengan waspada, namun beberapa dari mereka mengatakan bahwa mereka masih akan menghadapi tekanan atas kisah-kisah yang sensitif.
Surat kabar Ajras al Huriya memperingatkan bahwa wartawan masih akan menerima tekanan ketika menulis tentang Darfur dan topik-topik dakwaan tingkat tinggi lainnya.
“Tidak mungkin mereka (agen keamanan) akan menolerir semuanya tentang keamanan, tentang Pengadilan Pidana Internasional,” ujar Faisal Silaik.
Para wartawan Sudan mengeluhkan sensor regular, mengatakan bahwa petugas keamanan sering mengunjungi kantor mereka untuk memeriksa dan terkadang menghapus beberapa artikel sebelum diterbitkan, terlepas dari adanya jaminan konstitusional untuk media yangbebas.
Fadlallah Mohamed, editor surat kabar independen al Khartoum, mengatakan bahwa langkah itu “penting” menjelang pemilu nasional bulan April 2010 di bawah kesepakatan damai tahun 2005 yang mengakhiri perang sipil utara-selatan di negara itu.
“Penyensoran bertentangan dengan media bebas di Sudan,” ujarnya.
“Kami menanti-nanti pemilihan umum ini. Sangat penting untuk memiliki media bebas dalam situasi semacam ini.” (rin/an/alj) www.suaramedia.com