JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membentuk Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dengan Ketua Wakil Presiden Boediono. Hal itu dikemukakan Juru Bicara (Jubir) Presiden, Julian Aldrin Pasha, usai Sidang Paripurna Kabinet di Kantor Presiden, Jakarta.
"Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dipimpin oleh Wapres Boediono dengan anggota Menko Polhukam, Menko Kesra, Menko Perekonomian, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, Menkeu, Mendagri dan Kepala Unit Kerja Presiden Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4)," katanya.
Ia mengatakan bahwa dalam pelaksanaannya akan dibentuk Tim Reformasi Birokrasi yang dipimpin oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan yang bertugas mengevaluasi kinerja setiap departemen dan lembaga negara.
Sidang kabinet yang dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu, kata dia, juga menghasilkan peta jalan bagi rancangan besar Reformasi Birokrasi 2010-2025.
Peta jalan itu antara lain menetapkan acuan nasional tata kelola pemerintahan yang baik sebagai landasan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional, menetapkan kebijakan strategi dan standar bagi pelaksanaan program reformasi birokrasi dan kinerja nasional serta mengambil langkah yang dibutuhkan untuk menegakkan kepatuhan atau standar-standar pelaksanaan dan kinerja.
Selain itu, lanjut dia, dibentuk pula Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional.
"Dalam pelaksanaannya nanti, akan ada pula tim jaminan kualitas yang tugasnya menilai dan mengevaluasi kinerja masing-masing kementerian dan lembaga," katanya.
Oleh karena itu, lanjut dia, akan ditetapkan indikator keberhasilan dari reformasi birokrasi yang dijalankan di tingkat daerah.
"Indikator keberhasilan tersebut adalah tidak ada korupsi, tidak ada pelanggaran hukum, APBD-nya bagus, semua program berjalan dengan baik, semua perizinan cepat atau tidak ada over lap (tumpang tindih) di dalam birokrasi itu sendiri. Kemudian, komunikasi dengan publik berjalan baik, penggunaan waktu yang efektif dan produktif, serta ada reward and punishment," ujarnya.
Sementara itu, Presiden Yudhoyono harus segera memilih Menteri Keuangan yang berbeda pandangan dengan Sri Mulyani Indrawati. Alasannya, Indonesia saat ini membutuhkan menteri yang berfokus pada penguatan sektor riil.
"Agar pemerintah mampu memperkecil dampak krisis ekonomi Yunani yang diperkirakan sampai ke Indonesia pada semester kedua tahun ini," kata pengamat ekonomi Econit Advisory Group, Hendri Saparini.
Sebelumnya, Menteri Koodinator Perekonomian, Hatta Radjasa, menyatakan presiden akan menetapkan menteri keuangan baru sebelum 1 Juni. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah memerima pengunduran diri Sri Mulyani sebagai menteri keuangan pada Rabu pekan lalu. Sri Mulyani akan menjabat Managing Director Bank Dunia per 1 Juni mendatang.
Hendri menilai selama ini Sri Mulyani lebih berfokus pada pasar uang dibanding pasar barang dan tenaga kerja. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung tinggi yaitu di atas 6 persen. Namun, angka kemiskinan tak berkurang signifikan. Artinya, kebijakan fiskal pemerintah tak berdampak langsung pada rakyat miskin. "Kebijakan fiskal pemerintah selama Sri menjabat perlu dikoreksi meski dianggap sukses," katanya.
Karenanya, kata dia, Presiden Yudhoyono perlu membuat terobosan dengan memilih Menteri Keuangan yang mampu mengelola fiskal sekaligus anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).
Selama lima tahun terakhir, penyerapan anggaran bertumpuk pada akhir periode. Sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA) pada 2008 mencapai Rp 79,9 triliun. Sedangkan, SILPA pada 2009 adalah Rp 38 triliun. "Realisasi belanja dan pembiayaan masih lemah. Itu karena Sri Mulyani fokus pada sektor keuangan dan berpihak pada pasar uang," katanya.
Sedangkan di lain pihak, Pengamat politik Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai, siapapun yang terpilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat, peran Susilo Bambang Yudhoyono tetap akan dominan. "Ketua Umum Partai Demokrat hanya penting untuk urusan administrasi partai," ujarnya.
Namun Ketua Tim Sukses Anas Urbaningrum, Ahmad Mubarok membantahnya. Kata dia, Ketua Umum Partai Demokrat mendatang tetap memiliki fungsi politis. Namun, kekuasaan ketua umum partai tersebut tidak dibiarkan tak terbatas. "Dinamika politik internal Partai Demokrat akan berbeda dari sekarang," katanya.
Partai Demokrat akan menggelar kongres pada 21-23 Mei di Bandung. Salah satu agenda kongres adalah pemilihan ketua umum partai. Hingga kini, dua politikus Partai Demokrat telah mendeklarasikan diri sebagai calon pengganti Hadi Utomo.
Anas Urbaningrum dan Andi Alfian Mallarangeng menyatakan siap menduduki kursi Ketua Umum Partai Demokrat. Selain kedua tokoh tersebut, Marzuki Alie pun menggalang kekuatan di daerah. Namun, hingga kini dia belum mendeklarasikan diri sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat.
Mubarok menyatakan Partai Demokrat akan merombak struktur partai. Rencananya, partai pemenang pemilu 2009 itu akan membentuk majelis tinggi partai. Majelis terdiri atas ketua dewan pembina, ketua umum, wakil ketua umum, badan pertimbangan, dan badan pengawasan. "Lebih kurang ada 9 orang yang akan menjadi penentu kebijakan partai ke depan," ujarnya.
Sebelumnya, Partai Golkar memperoleh jabatan strategis sebagai Ketua Harian Sekretariat Gabungan (Sekgab) Partai Koalisi, tanpa penolakan oleh partai-partai koalisi lain.
Tapi muncul suara-suara dari sesama mitra koalisi mengusulkan agar jabatan Ketua Harian Sekgab tersebut nantinya dapat digilir ke partai lain.
Ketua DPP Partai Golkar, Priyo Budi Santoso, menanggapi usulan itu dengan santai. "Silakan usulan itu disampaikan langsung kepada Pak SBY selaku Ketua koalisi," ujar Priyo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta.
"Kalau Pak SBY setuju, ya monggo-monggo saja. Gitu aja kok repot," katanya lagi.
Bagaimanapun, Priyo mengaku sedikit terkejut mendengar usul tersebut, karena Sekgab belum lagi mulai bekerja.
"Usulan seperti itu tentu sah-sah saja. Tapi agak kaget ya, karena ini masih hari-hari pertama sejak pembentukan Sekgab," ujar Priyo. Tapi ia menyerahkan soal itu sepenuhnya kepada Presiden SBY.
Priyo menjelaskan, ada beberapa alasan mengapa Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakrie, terpilih menjadi Ketua Harian Sekgab.
Pertama, Golkar merupakan partai pemenang pemilu kedua setelah Demokrat, sehingga itu merupakan bentuk penghargaan kepada Golkar.
Kedua, Aburizal merupakan politisi senior yang tidak masuk dalam jajaran menteri kabinet, sehingga bisa lebih berkonsentrasi dalam mengurus koalisi.
Ketiga, hubungan Aburizal dengan SBY dan ketua-ketua umum partai lain dikenal baik, karena kemampuan komunikasi yang baik dari Aburizal.
Golkar menghargai keinginan dari partai-partai koalisi lain untuk juga mendapat giliran menduduki posisi Ketua Harian Sekgab. "Kalau ada pimpinan partai ingin seperti itu, saya harap langsung disampaikan ke Pak SBY saja," tutur Priyo menegaskan sikap Golkar. (fn/ant/t2m/vs) www.suaramedia.com