View Full Version
Ahad, 23 May 2010

"Perginya Mulyani, Ongkos Mahal Kompromi Politik"

JAKARTA (Berita SuaraMedia) - ”Namanya saja Sri Mulyani… sudah pasti saya akan menjalankan tugas mewakili Indonesia. Pasti... Aku ora minggat lan wis mesti mulih…. (Saya tidak minggat dan pasti pulang...).

Kalimat itu meluncur begitu saja dari Sri Mulyani Indrawati (47) dalam perbincangan santai suatu petang di rumahnya.

Sri Mulyani petang itu mengenakan blus batik motif kuno berlengan kimono, dipadu celana panjang warna putih gading, terlihat semringah. Ia menyelipkan hal-hal terkait kehidupan pribadinya di sela jawaban-jawaban serius mengenai berbagai soal terkait tugas formalnya.

Menteri Keuangan Terbaik Se-Asia versi Emerging Market Forum (2006, 2007, 2008) dan Menteri Keuangan Pilihan Tingkat Dunia versi Euromoney (2006) itu akan bertolak ke New York pada 26 Mei. Ia akan menjalani tugas barunya sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia yang bertanggung jawab atas 74 negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia, Asia Timur dan Pasifik, serta Timur Tengah dan Afrika mulai 1 Juni 2010 sampai 2014, menggantikan pejabat lama, Juan Jose Daboub dari El Salvador.

Masa transisi selama satu bulan di kantor baru itu akan ia gunakan juga untuk mencari tempat tinggal. ”Saya sedang konsolidasi dengan anak-anak dan suami. Yang besar kan kuliah di Australia; yang kedua masuk Kedokteran UI, program reguler; yang bungsu kelas II mau ke kelas III SMP.”

Sebelumnya, Pengamat sosial politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Arie Sudjito menilai pidato Sri Mulyani di hadapan Perhimpunan Pendidikan Demokrasi beberapa waktu lalu menunjukkan kekecewaannya karena integritasnya selama ini ternyata tidak bersambut.

"Pernyataan Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang sempat menyinggung masalah perkawinan politik tersebut menunjukkan bahwa ia begitu kecewa karena integritas dan ketegasannya selalu terhalang politik kompromi," katanya di Yogyakarta.

Menurut dia, pernyataan Sri Mulyani tersebut juga menyindir perilaku para elit politik baik di eksekutif maupun legislatif yang sering tidak pada tempatnya dan meninggalkan etika dalam kehidupan berpolitik.

"Pernyataan tersebut merupakan rangkaian kegelisahan Sri Mulyani selama menjadi pejabat publik, karena selama itu pula ia telah banyak mengorbankan integritasnya," katanya.

Ia mengatakan, sebenarnya dalam kasus skandal Bank Century, Sri Mulyani siap bertanggung jawab dan menghadapi kasus tersebut tetapi kompromi-kompromi politik akhirnya mengalahkan ketegasannya tersebut.

"Sri Mulyani siap bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada kasus Bank Century, namun kompromi-kompromi politik telah mengunci niatnya untuk memaparkan kasus tersebut secara transparan," katanya.

Kandidat doktor ilmu sosial ini mengatakan, atas keresahan itulah akhirnya Sri Mulyani memilih untuk menerima tawaran sebagai "Managing Director World Bank (Bank Dunia).

"Pengunduran diri Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan tersebut sebenarnya sarat dengan pesan moral, hal tersebut juga hampir sama dengan mundurnya Anggito Abimanyu dari tubuh Kementerian Keuangan, bahwa selama ini struktur kelembagaan sangat rentan dengan kompromi politik" katanya.

Ia mengatakan, sebenarnya mundurnya Sri Mulyani tersebut merupakan kerugian besar bagi pemerintah dan sekarang yang mendapat nilai lebih justru Sri Mulyani karena integritas yang dibangunnya selama ini.

"Kompromi politik yang dibangun tersebut ternyata harus dibayar mahal dengan perginya Sri Mulyani, ini kerugian besar bagi bangsa ini" katanya. (fn/km/ant) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version