JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa terkejut ketika tiba-tiba beredar kabar ada 12 orang warga negara Indonesia (WNI) yang ternyata berada di atas kapal Mavi Marmara. Ternyata, belakangan Komite Indonesia Solidaritas untuk Palestina (Kispa) yang termasuk dalam rombongan kapal misi kemanusiaan itu, memang mengaku mereka tidak berkoordinasi terlebih dahulu dengan Kementerian Luar Negeri.
"Tidak ada. Soal pemberangkatan tidak ada laporan ke Deplu," kata juru bicara Kispa, Agus Darusman, Selasa, 1 Juni 2010.
Menurut dia, empat relawan Kispa untuk misi kemanusiaan ke Jalur Gaza itu berangkat berkoordinasi langsung dengan organisasi di Turki, IHH.
"Kami memang langsung dapat undangan dari IHH. Jadi, kita langsung berangkat ke sana," ujar Agus. "Kami belum bisa membuat pernyataan resmi. Nanti siang kami akan beri pernyataan sikap soal ini".
Seperti diketahui, Kementerian Luar Negeri masih berusaha menkonfirmasi nasib WNI yang berada dalam kapal milik IHH Turki itu. Dini hari kemarin, tentara Israel dilaporkan melancarkan serangan terhadap kapal kemanusiaan itu.
Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, pemerintah harus memastikan jumlah dan identitas WNI yang berada di dalam kapal tersebut. "Yang tadinya sekitar 5 hingga 12 orang, ini yang ingin kami konfirmasi," kata dia kemarin.
Berikut empat nama relawan dari Kispa:
1. H Ferry Nur (Ketua Kispa)
2. Muhendri Muchtar (Wakil Ketua Kispa)
3. Hardjito Warno
4. Okvianto Baharudin
Sebelumnya, Medical Emergency Rescue Committee atau Mer-C Indonesia menggelar doa bersama di kantor Mer-C, Jl Keramat Lontar, Jakarta Pusat, Senin malam kemarin.
Yogi Prabowo, aktifis Mer-C, meminta masyarakat mendoakan para relawan yang ada di kapal Mavi Marmara, yang apabila gugur menjadi syahid, dan bila selamat para relawan telah melakukan tugas mulia.
Meski demikian, dalam doa bersama yang diikuti sekitar 25 orang tersebut, Mer-C berharap para relawan Indonesia dalam keadaan selamat dan sehat.
Meski terus dibombardir Israel, Mer-C berjanji tidak akan berhenti berjuang membangun rumah sakit di Gaza. "Sejak awal kami (Mer-C) sudah niat untuk membangun rumah sakit di Palestina hingga selesai, jadi tidak akan berhenti," tuturnya.
Ditanya soal nama dan alamat keluarga 12 relawan Indonesia yang menjadi korban penyergapan, Ketua Presidium Mer-C Sarbini Abdul Murad mengatakan, tetap akan merahasiakan. "Saya tidak ingin media sampai mewawancarai keluarga, saya minta media menghormati."
Sementara itu, Konferensi Cendekiawan Muslim Internasional (International Conference of Islamic Scholars/ICIS) menyatakan Israel harus diajukan ke Mahkamah Internasional karena menyerang kapal bantuan kemanusiaan "Mavi Marmara".
"Ini merupakan pelanggaran berat HAM yang harus diseret ke Mahkamah Internasional," kata Sekretaris Jenderal ICIS K.H. Hasyim Muzadi di Jakarta.
Menurutnya, tindakan Israel yang menghadang bantuan kemanusiaan ke Gaza yang saat ini sangat menderita merupakan perilaku di luar sifat manusia yang wajar.
"Apalagi sampai melakukan penyerangan yang mengakibatkan korban dari para relawan," kata Presiden Konferensi Dunia Agama-Agama untuk Perdamaian (World Conference on Relegions for Peace/WCRP) itu.
Dia mengatakan, Indonesia yang termasuk korban "terorisme Israel" harus berjuang menegakkan harga diri bangsa dengan membawa kasus itu ke Mahkamah Internasional.
"Khusus untuk pemerintah Indonesia agar ada ketegasan dalam masalah ini sebagaimana ketegasannya menghadapi teroris dalam negeri yang notabene rakyatnya sendiri," kata Hasyim.
Seandainya Mahkamah Internasional tidak berbuat apa-apa dengan peristiwa "terorisme Israel" itu, lanjut Hasyim, maka menjadi bukti otentik bahwa ada kebohongan global terhadap masalah hak asasi manusia (HAM).
Hasyim mengharapkan bangsa Palestina menjadikan penyerangan Israel itu sebagai peringatan bagi mereka untuk memperkuat persatuan.
"Bangsa Palestina, untuk kesekian kalinya, diingatkan Allah bahwa mereka harus bersatu. Tidak akan ada kemerdekaan tanpa persatuan karena yang ditakuti penjajah hanyalah persatuan," katanya.
Hasyim mengatakan bahwa ICIS telah dua kali mengingatkan hal ini, baik kepada Fatah maupun Hamas.
Sementara kepada negara-negara Islam di sekitar Palestina yang menjalin hubungan diplomatik dengan Israel, ICIS mengingatkan perlunya kesadaran dan pemikiran ulang karena niat baik diplomatik selalu disalahgunakan Israel.
"Keputusan Mesir menutup terowongan Gaza ke Rafah merupakan bukti kehancuran rasa persatuan," kata Hasyim.
DPR meminta Pemerintah RI tegas dalam menyikapi penyerangan militer Israel terhadap aktivis kemanusiaan yang menumpangi kapal Mavi Marmara di dekat Jalur Gaza.
Pemerintah harus mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meminta pertanggungjawaban Israel. "Pemerintah harus melakukan langkah diplomatis meminta pertanggungjawaban Israel," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Tb Hasanuddin ketika dihubungi di Jakarta.
Hasanudin menegaskan, Pemerintah harus menunjukkan sikap atas perbuatan Israel. "Pemerintah harus menyatakan mengutuk perbuatan Itu," ujar anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu.
Diketahui, kapal Mavi Marmara mengangkut ratusan aktivis kemanusiaan, beberapa di antaranya WNI beserta bantuan untuk warga Palestina. Serangan militer Israel menyebabkan belasan orang tewas.
Sedangkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) akan menggelar unjuk rasa memprotes dan mengutuk tindakan brutal tentara Israel yang melakukan penyerangan terhadap Kapal Mavi Marmara yang mengangkut bantuan kemanusiaan dan relawan.
"Kita akan aksi protes tindakan brutal Israel. Menurut kami tindakan Israel sudah tidak bisa ditoleransi lagi, satu tindakan yang sangat keterlaluan," tandas Jubir HTI Ismail Yussanto.
Menurut dia, umat Islam dunia dan agama serta organisasi lainnya harus memberikan reaksi tegas terhadap Israel. "Kapal ini (Mavi Marmara) datang untuk misi kemanusiaan, justru di serang padahal datang dari berbagai negara," tegasnya.
Sebab itu, tindakan arogan dari Israel ini harus diprotes secara internasional. Sekadar diketahui sejumlah media di Arab melaporkan 19 relawan yang berada di Kapal Mavi Marmara tewas, dan sedikitnya 50 orang terluka. Para relawan ini berasal dari berbagai negara seperti Turki, Malaysia, Indonesia, Yordania, Amerika Serikat dan negara-negara di Eropa. (fn/v2v/ant/z2k) www.suaramedia.com