View Full Version
Selasa, 22 Jun 2010

Tak Kunjung Usai, Kasus Bibit-Chandra Dinilai Penuh Rekayasa

JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Anggodo Wodjojo kembali disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hari ini, Selasa 22 Juni 2010 pukul 09.00 Waktu Indonesia Barat.

Menurut mantan pengacaranya, Bonaran Situmeang, Anggodo akan menghadiri sidang hari ini. "Pak Anggodo sehat," kata Bonaran.

Dia menjelaskan, tak ada persiapan khusus dari kubu Anggodo dalam sidang hari ini. "Biasa saja, nggak ada persiapan khusus. Setiap sidang kan pengacara sudah punya persiapan. Tuggu saja di sidangnya nanti seperti apa," kata dia.

Sidang hari ini akan menghadirkan Ary Muladi, Deputi Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ade Raharja, dan penyidik, Rony Samtana "Dari kesaksian Ary jelas ceritanya. Kami harapkan saksi ini saksi yang jujur. Harapan kami, Ary dan Ade Raharja berkata jujur," tambah dia.

Meski dicopot dari pengacara Anggodo, Bonaran tetap akan menghadiri persidangan. "Saya datang, tapi saya nggak bisa ikut sidang. Pak OC yang pimpin tim," tambah dia.

Sidang sebelumnya, Selasa 15 Juni 2010, menyedot perhatian. Sebab, dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah bersaksi.

Anggodo disebut-sebut berupaya memberikan Rp 5,1 miliar kepada penyidik dan pimpinan KPK. Menurut tim jaksa penuntut umum, Anggodo telah beberapa kali menghubungi sseeorang bernama Ary Muladi untuk meminta bantuan menyelesaikan kasus dugaan korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) Departemen Kehutanan yang menjerat kakaknya.

Jaksa menjerat Anggodo dengan pasal 15 jo pasal 5 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP pada dakwaan kesatu.

Anggodo pada dakwaan kedua dituduh menghalangi atau menggagalkan penyidikan yang sedang dilakukan oleh KPK. Anggodo pun dijerat juga dengan pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP.

Sebelumnya, dua pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samat Rianto dan Chandra M. Hamzah membantah segala tuduhan pemerasan serta penyuapan dari Anggodo Widjojo. Menurut Bibit dan Chandra, kasus yang membelit mereka penuh rekayasa serta pemutarbalikan fakta. Hal ini dibuktikan dengan saksi-saksi yang dihadirkan pada sidang tersebut. Demikian disampaikan Bibit dan Chandra bersama kuasa hukum mereka di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Sekadar mengingatkan, Anggodo Widjojo adalah adik dari buronan KPK, Anggoro Widjojo. Dalam kronologis yang dibuat Anggodo serta Ari Muladi, disebutkan Chandra menerima suap di Mal Pasal Festival, Kuningan, Jaksel, dari Anggodo Widjojo. Suap itu terkait kasus yang membelit Anggoro dalam skandal pengadaan peralatan alat komunikasi PT Masaro.

Taufik Basari, kuasa hukum Bibit dan Chandra, mengatakan, Chandra tidak menerima suap itu. Ini bisa dibuktikan berdasarkan Call Data Recorded (CDR). CDR adalah catatan data dari telepon seluler (ponsel) yang dapat melacak keberadaan seseorang di suatu daerah bila dirinya menggunakan perangkat komunikasi tersebut.

Data CDR menunjukkan keberadaan Chandra sempat ditangkap BTS di Menara Jamsostek dan Menara Rajawali. Namun, sama sekali tidak ditangkap di Mal Pasar Festival. "Pak Chandra sama sekali tidak berada di Mal Pasar Festival pada tanggal yang dituduhkan," jelas Taufik

Sementara itu, Kejaksaan telah menyelesaikan berkas Peninjauan Kembali (PK) SKPP Bibit-Chandra. Rencananya, memori PK akan diajukan ke Mahkamah Agung (MA) pekan ini. Sebagai catatan, PK dibutuhkan usai Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menyatakan SKPP Bibit-Chandra tidak sah.

"Sudah selesai penyusunan berkas PK-nya. Hari ini tinggal penyempurnaan narasi. Kalau penyempurnaan selesai, ya langsung diserahkan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Didiek Darmanto, kepada wartawan.

Dikatakan Didiek, penyusunan memori PK telah selesai sejak Jumat (18/6) lalu. Tetapi masih ada perbaikan susunan yang dilakukan sebelum memori PK diajukan ke PN Jakarta Selatan untuk diteruskan ke MA.

Didiek menjelaskan, salah satu argumentasi PK yakni hakim PT DKI Jakarta dianggap keliru menerapkan KUHAP. Kekeliruan tersebut pada pernyataan hakim yang mengatakan perkara yang sudah lengkap (P21) harus lanjut ke pengadilan.

"Suatu perkara meskipun sudah P21 jika dipelajari belum memenuhi syarat, bisa untuk tidak diteruskan ke pengadilan. Dengan demikian opsi menerbitkan SKPP atas perkara tersebut tidaklah salah," imbuh Didiek.

Penyusunan memori PK dilakukan oleh Kejari Jaksel. Pembuatannya dibantu jaksa dari Direktorat Penuntutan di Jampidsus Kejagung. (fn/vs/lp/dt) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version