PARIS (Berita SuaraMedia) – Para pembuat undang-undang Perancis pada tanggal 6 Juli akan mulai mendebat usulan pemerintah untuk melarang burqa dari tempat-tempat umum, ujar seorang menteri.
Majelis Nasional akan membaca rancangan undang-undang itu sebelum diserahkan ke Senat di bulan September dan diadopsi menjadi undang-undang segera setelah itu, ujar Henri de Raincourt, menteri hubungan parlemen.
RUU oleh pemerintahan Presiden Nicolas Sarkozy itu mengusulkan untuk melarang setiap orang di Perancis mengenakan pakaian yang "dirancang untuk menutupi wajah", sebuah tindakan yang diinterpretasikan sebagai menarget wanita Muslim yang memakai burqa atau niqab.
Mereka yang melanggar hukum akan didenda 150 euro (180 dolar) atau dikirim ke kursus untuk mempelajari nilai-nilai kewarganegaraan Perancis.
Siapa pun yang memaksa seseorang menutupi wajahnya karena jenis kelaminnya akan dipenjara selama satu tahun dan didenda 15,000 euro.
Sementara mayoritas sayap kanan Sarkozy diharapkan dapat mendorong hukum itu melalui parlemen, pakar konstitusional memperingatkan bahwa RUU itu bisa ditolak oleh hakim dan dianggap melanggar hukum Eropa.
Penentang larangan menunjuk pada angka resmi yang memperkirakan hanya 2,000 anggota dari lima juta populasi Muslim Perancis yang memakai burqa.
Bulan Mei lalu, parlemen Perancis secara mutlak mengadopsi sebuah resolusi yang mengecam burqa sebagai penghinaan terhadap nilai-nilai negara.
Partai UMP sayap kanan Sarkozy dan oposisi Sosialis memperlihatkan kesatuan yang jarang terlihat dalam mendukung resolusi tak mengikat yang menyatakan burqa bertentangan dengan nilai-nilai Republik.
"Burqa menantang nilai-nilai yang kita miliki dan prinsip-prinsip yang menuntun kita untuk hidup berdampingan," ujar Menteri Kehakiman Michele Alliot-Marie.
"Pemerintah bertekad untuk memberantas praktik yang bertentangan dengan nilai-nilai Republik ini," ujarnya.
Ketentuan tak mengikat itu disetujui oleh 434 suara dalam Majelis Nasional berkursi 577, meskipun 30 perwakilan dari Partai Komunis keluar dari ruangan sebagai bentuk protes.
Perdebatan mengenai larangan burqa telah menimbulkan peringatan akan timbulnya ketegangan di negara yang menjadi rumah bagi minoritas Muslim terbesar di Eropa itu, di mana Islam menjadi agama terbesar kedua.
Setelah menyatakan bahwa burqa tidak diterima di Perancis yang sekuler, satu bulan sebelumnya Sarkozy bergerak untuk mendukung larangan penuh terlepas dari peringatan Dewan Negara bahwa larangan itu kemungkinan tidak konstitusional.
Kepala Dewan Muslim Perancis, badan pemerintah untuk mempromosikan hubungan antaragama, memperingatkan bahwa larangan burqa berisiko membuat banyak kaum Muslim merasa seperti orang buangan.
"Alih-alih memberlakukan sebuah hukum yang melarang kaum wanita mengekspresikan diri, kita harus berpikir tentang apa yang mendorong mereka untuk ingin menutupi diri," ujar Mohamed Moussaoui.
Politisi Perancis telah mengatakan bahwa undang-undang itu juga akan diberlakukan pada turis-turis kaya dari Timur Tengah dan Teluk yang sering terlihat mengenakan burqa di toko-toko mewah di Paris. (rin/exp/bm) www.suaramedia.com