View Full Version
Senin, 05 Jul 2010

Kepunahan Algojo Selamatkan Pelaku Teror Mumbai

NEW DELHI (Berita SuaraMedia) - Satu-satunya penembak serangan teror Mumbai yang tersisa sekarang berada dalam barisan kematian setelah pengadilan memerintahkan dia harus dieksekusi. Tapi pemerintah sedang berjuang mencari algojo, karena profesi itu sendiri sudah punah di India.

Rajiv Tandon mendaftar untuk pekerjaan yang tidak umum tersebut. Ia mengatakan ia siap menggantung Ajmal Amir Kasab, penyerang asal Pakistan yang terlibat dalam serangan Mumbai tahun 2008.

Kasab dihukum mati atas perannya dalam kekejaman yang menewaskan 160 orang tersebut.

"Kami merasa sedih mendengar India, yang memiliki populasi 1,2 milyar orang, bahkan tidak memiliki satu algojo untuk memberikan keadilan pada seorang teroris," ujar Rajiv Tandon. "Saya memutuskan untuk mengirim lamaran saya ke Perdana Menteri lewat pemerintahan lokal, meminta beliau untuk memberikan saya pekerjaan algojo itu, jadi saya bisa menghukum musuh India yang datang kemari dan membunuh warga tidak bersalah kami."

India hanya memiliki satu algojo dalam 15 tahun terakhir ini. Tidak heran, kemudian, bahwa algojo legal yang ada mungkin sudah pensiun atau meninggal. Di kota timur Kolkata tinggal anak dari orang yang melakukan pemancungan terakhir India di tahun 2004. Reporter berita Russian Today (RT) bertanya padanya kalau pekerjaan itu harus diadakan lagi - dan jika dia akan merasa bersalah jika diminta melakukannya.

"Saya juga manusia, saya tidak suka membunuh siapapun, saya bahkan tidak memotong ayam di rumah," ujar Mahadev Mallick pada agen berita RT. "Jadi saya akan menganggap beban membunuh seseorang atas nama tanggung jawab pekerjaan."

Walaupun hanya ada satu pemancungan di India, dia akan bertugas. Dia dapat pergi ke negara bagian yang berbeda untuk melakukan pemancungan.

Di Mumbai semuanya tampak baik-baik saja di luar Hotel Taj Mahal, tempat banyak orang terbunuh setelah terjadi serangan. Tapi di bawah permukaan, sangat jelas bahwa orang di sana belum melupakan apalagi memaafkan.

"Kami akan  menggantung Kasab", ujar warga Mumbai Ankit Saha. "Jika pemerintah tidak bisa menggantungnya, publik di sini akan menggantungnya. Tepat di sini, di luar hotel."

"Warga India akan bahagia hanya ketika dia digantung," ujar warga Mumbai lainnya, Ketan Brahmbhatt. "Teroris seperti Kasab, yang datang dari luar India untuk membunuh orang-orang kami, harus segera digantung tanpa menunggu apapun."

Di pusat Mumbai, luka itu masih segar, 17 bulan setelah serangan teror. India, sebagai sebuah bangsa, mungkin akhirnya melihat penutupannya ketika mereka melihat Kasab digantung.

Walaupun hukuman mati relatif jarang di India, hukuman Kasab disambut dengan sikap haus darah yang mengerikan. Menurut Abhshek Patni dari CNN-IBN ketika eksekusi Kasab diumumkan ada sorak sorai di jalanan. Vinod Masani, pemilik kapal yang dibajak Kasab menyarankan haknya untuk naik banding dicabut saja dan dia digantung di Gerbang New Delhi India, monumen nasional.

Hukuman gantung terakhir di Maharashtra dilakukan bulan Agustus 1995, tapi sejak saat itu daftar terpidana mati berkembang menjadi 59. Terpidana tersebut termasuk mereka yang terlibat dalam serangkaian serangan bom dan teroris peristiwa 26/11 Ajmal Kasab - yang merupakan ke-59 dalam daftar.

Sampai tahun 1995, hanya 17 terpidana yang digantung sejak kemerdekaan. Antara tahun 1997 dan 2005, 12 orang dijatuhi hukuman mati, tapi sejak saat itu, 46 orang dijatuhi hukuman. Terpidana dikurung sementara di penjara Yerwada dan Nagpus, kecuali Kasab, yang ditaruh di penjara Arthur Road.

Semua terpidana, termasuk tiga wanita, meminta banding di pengadilan yang lebih tinggi atau memberikan petisi pada gubernur atau presiden; 21, pengadilan tinggi; 33, Pengadilan Tertinggi; 9, gubernur; 2, presiden.

Pemancungan Agustus 1995 merupakan Sudhakar Joshi yang berbasis Alibaug, yang dieksekusi di penjara Yerwada karena perampokan dan pembunuhan brutal tiga anggota keluarga. Sebelum Joshi, Sukhdev Sukha dan Harjinder Jinda digantung bulan Oktober 1992 atas pembunuhan jenderal, Arun Kumar Vaidya, di bulan Agustus 1986.

Walaupun jumlah terpidana mati sudah melebihi 50, negara tidak memiliki algojo. "Kami menerima dua aplikasi untuk posisi tersebut, tapi posisi tersebut sederhananya tidak ada. Ketika dibutuhkan, ada dua pilihan: mengangkat seorang algojo berbasis ad hoc atau mengimpor dari negara bagian lainnya," ujar petugas departemen penjara. "Saya ingat, seorang algojo diundang dari Uttar Pradesh beberapa tahun yang lalu." (raz/rt/dna/trb) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version