View Full Version
Senin, 12 Jul 2010

Disebut Negara Rasis, Sekolah Australia Didesak Ajarkan Islam

CANBERRA (Berita SuaraMedia) – Lembaga pemikir Australia menyebut negaranya sebagai negara yang rasis dan mengusulkan agar setiap pelajar sekolah Australia diajarkan hal-hal positif tentang Islam dan kaum Muslim.

Menurut pemberitaan Courier Mail, rencana itu dipaparkan dalam sebuah buklet "Belajar Dari Satu Sama Lain: Membawa Perspektif Muslim ke Sekolah-sekolah Australia" yang dirilis minggu ini oleh Australian Curriculum Studies Association dan Center for Excellence in Islamic Studies Universitas Melbourne. Penulis buklet itu bahkan menawarkan seminar gratis bagi para pengajar.

Buklet itu menyebut Al Qaeda sebagai "sebuah nama terkenal" yang sinonim dengan gerakan tradisionalis, tanpa merujuk pada terorisme.

Mengingat bahwa sekolah-sekolah Australia, secara keseluruhan, pada dasarnya bersifat sekuler dan argumen bahwa sekolah tidak boleh digunakan untuk mengajarkan agama tertentu, bisa dimengerti mengapa memasukkan agama ke dalam kurikulum sekolah, bagi banyak orang, tidak akan diterima.

Meski demikian penulis buklet itu dengan senang menyatakan bahwa ajaran Islam harus dimasukkan sebagai mata pelajaran di sekolah-sekolah.

Mengutip panduan kurikulum nasional dari Perdana Menteri Julia Gillard bahwa subyek pelajaran harus diajarkan dari perspektif Asia. Mengenai stereotip negatif di media, buklet itu berargumen bahwa "Ada prasangka dan ketidakpahaman tentang Islam dan kaum Muslim dan para pelajar Australia harus diajarkan untuk menerima perbedaan dan keragaman."

Penulis buklet juga mengeluhkan fakta bahwa "sebagian besar teks yang digunakan di kelas bahasa Inggris Australia masih memiliki perspektif Barat atau Eropa" dan berpendapat bahwa itu memberikan para pelajar versi sejarah yang eurosentris dan menghilangkan kesempatan bagi mereka untuk mengevaluasi berbagai perspektif tentang peristiwa dunia di masa lalu.

Generasi muda Muslim Australia juga berusaha membersihkan nama Islam dengan berbagai cara, salah satu contohnya adalah Mohamad Assoum.

Menjadi korban stereotip dalam masyarakat Australia, Mohammad Assoun menggunakan forum kepemimpinan pemuda terbesar dunia di London untuk meluruskan kesalahpahaman tentang kaum Muslim dan Islam.

"Ini adalah sebuah kesempatan untuk didengarnya suara kaum muda Muslim Australia," ujar Assoum, mahasiswa Universitas Sydney berusia 20 tahun, kepada kantor berita The Australian, Selasa (09/02).

Ia terpilih untuk mewakili Australia dalam One Young World, forum kepemudaan terbesar di dunia, atas keterlibatannya di level akar rumput dan kinerja sosialnya.

"...untuk memberitahu orang-orang bahwa kami bukan pasukan asing di Australia, kami ada di sini dan kami berkontribusi," ujar Assoum, yang berasal dari Libanon.

Assoum, yang mengambil jurusan immunologi dan fisiologi, aktif menyelenggarakan pertemuan di universitasnya untuk meluruskan kesalahpahaman dan stereotip serta mempromosikan citra Muslim yang lebih baik.

"Terdapat pula kesempatan untuk membangun jaringan dan bertemu orang lain yang dapat membantu saya meraih cita-cita mendobrak stereotip ini."

Dibuka pada tanggal 8 Februari, konferensi kepemimpinan pemuda internasional menyatukan anak-anak muda dari 192 negara untuk membicarakan persoalan-persoalan besar.

Para delegasi dipilih untuk potensi kepemimpinan dan keterlibatan mereka dalam kerja sosial.

Pemimpin-pemimpin terkenal dunia, termasuk mantan Sekjen PBB Kofi Annan serta pemenang Nobel Perdamaian Uskup Desmond Tutu, menghadiri acara itu.

Menjadi seorang Muslim, Assoum mengalami sendiri menjadi korban stereotip dan Islamophobia.

"Saya telah hidup dengan intoleransi," ujarnya.

"Saya tahu bagaimana rasanya dikatakan untuk kembali ke negara asal saya bahkan ketika saya lahir di sini."

Mahasiswa Muslim itu kehilangan saudara laki-lakinya dalam sebuah penembakan di bulan Oktober 2008, kejahatan yang oleh media distereotip terkait dengan geng.

"Ia telah membantu banyak orang, dan tidak ada yang dikatakan oleh siapa pun yang dapat mengubahnya," ujar Assoum.

Kaum Muslim, yang telah tinggal di Australia selama lebih dari 200 tahun, dihantui oleh kecurigaan dan dipertanyakan rasa patriotisme mereka sejak serangan 11 September.

Laporan pemerintah baru-baru ini mengungkapkan bahwa kaum Muslim mengalami Islamophobia dan perlakuan rasis lebih buruk dari sebelumnya.

Bulan lalu, Assoum mengorganisir sebuah kegiatan bersepeda antaragama dari Sydney ke Melbourne untuk mengklarifikasi ke anak-anak sekolah apa artinya menjadi seorang Muslim dan warga Australia.

"Perasaan menjadi orang luar inilah yang ingin saya ubah." (rin/nk/ac/io) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version