BRUNEI DARUSSALAM (Berita SuaraMedia) – S.S. Lai adalah seorang perempuan yang berasal dari etnis China yang tinggal di negeri muslim, Brunei Darussalam. Lai masuk Islam tanggal 5 Oktober 1991. Dia percaya bahwa setiap anak lahir dalam keadaan suci dan bahwa orangtua merekalah yang menentukan kemana mereka akan melangkah.
Lai berasal dari latar belakang etnis China. Seluruh keluarganya menyembah berhala dan leluhur yang telah meninggal. Selama masa kecilnya, Lai dibuat percaya bahwa ada banyak Tuhan (dewa kasih sayang, dewa kekayaan dll.). Setiap tahun, dia memiliki harapan tinggi dan antusiasme bahwa sang kakek akan membawanya ke kuil untuk menyembah Tuhan mereka.
Apa yang membuat dirinya sebagai anak-anak tertarik pada kuil-kuil itu adalah makanan yang banyak dan penampilan para 'dewa' yang tampak mistis. Beberapa dari berhala itu memproyeksikan rasa takut, lainnya memperlihatkan keindahan. Pada hari itu, Lai dan kakeknya akan membakar uang kertas dan menyembah dewa menggunakan dupa. "Kami akan melakukannya semuanya dalam keheningan dan itu lebih berdampak terhadap pikiran saya yang masih muda," ujar Lai.
Di rumah keluarga Lai terdapat foto-foto para leluhur yang telah tiada. Setiap bulan purnama, Lai akan meminta neneknya untuk melemparkan dua koin. Jika koin-koin itu memperlihatkan kepala atau kaki maka para leluhur belum selesai makan sesaji yang diberikan.
Karena tinggal di Brunei yang notabene negara Muslim, Lai masuk ke sekolah yang mayoritas muridnya adalah Muslim. "Saya ingat suatu hari seorang teman membawa komik dengan gambar hukuman api neraka. Saya tidak begitu paham saat itu. Satu-satunya pelajaran yang saya peroleh ketika itu adalah jangan pernah membuang bungkus permen atau keripik sembarangan, jika tidak maka akan dihukum di akhirat.
Pelajaran geografi tentang mengapa manusia bisa berdiri tegak dan berjalan di atas permukaan bumi, tidak terlempar ke ruang angkasa, memulai perjalanan Lai menuju cahaya Islam. "Saya pulang dengan perasaan bingung dan menanyakan pada paman mengapa seperti ini. Paman menyarankan saya agar tidak selalu bertanya KENAPA untuk semua hal. Sejak hari itu saya tidak pernah bertanya KENAPA," ujar Lai.
Tahun 1988, Lai mendapatkan beasiswa untuk belajar di Inggris. Itu sudah menjadi ambisi lama bagi dirinya dan dia telah bekerja keras untuk meraihnya. Tujuan utama Lai dalam hidup sampai titik itu adalah untuk menjadi orang kaya dan berguna dan membuat kedua orangtuanya bangga padanya. "Satu-satunya cara yang saya ketahui untuk mewujudkannya adalah dengan menjadi dokter. Perasaan tak berdaya yang saya miliki ketika dipaksa duduk di samping ranjang kematian nenek buyut saya sampai beliau menghembuskan napas terakhir tidak pernah lepas dari ingatan."
Lai belajar tingkat A di sekolah khusus perempuan. Yang dia ketahui tentang Islam saat itu, meskipun punya banyak teman Muslim dan tinggal di negara Muslim, adalah bahwa Muslim tidak makan babi, berpuasa di bulan Ramadhan, dan mereka adalah 'pecundang'. "Semua pengalaman saya dengan Muslim membuat saya tidak tertarik pada mereka meskipun saya punya perasaan aneh ketika berusia tujuh tahun bahwa saya akan menjadi seorang Muslim seperti paman saya. Saya tidak pernah bertanya pada siapapun tentang Islam karena takut mereka akan kelewat senang dan itu selalu membuat saya takut dan malu," kenang Lai.
Di sekolah itu, suatu malam Lai bermimpi mendengar suara adzan yang sangat keras. "Saya berjalan ke arah suara itu dan berdiri di depan sebuah gerbang besar dengan tulisan Arab di permukaannya. Saya tidak tahu apa artinya itu karena saat itu saya tidak paham tulisan Arab. Saya merasa sangat damai dan aman. Ruangannya disinari oleh cahaya dan saya melihat sosok putih sedang melakukan sholat. Perasaan yang saya rasakan lebih besar dari yang bisa saya tulis atau ekspresikan," ujar Lai.
Keesokan harinya dia memaksakan diri untuk bertanya pada salah satu teman Muslimnya dari Malaysia. "Dia memberitahu saya bahwa itu adalah 'hadassah' dari Allah." Percakapan pertama itu membantu Lai menanyakan lebih banyak pertanyaan tentang Islam yang selalu ada dalam pikirannya selama bertahun-tahun. "Saya selalu diberitahu bahwa kaum Muslim adalah orang jahat dan mereka selalu menekan non-Muslim dsb. Tahun itu saya pulang ke Brunei, saya memberitahu keluarga bahwa saya ingin menenangkan diri selama satu tahun dan melepaskan diri dari segala ambisinya."
Sudah pasti, keluarganya tidak mengijinkan dan Lai harus terus merasakan kegelisahan itu. Siang dan malam Lai menangis karena hanya bisa mendengarkan suara adzan bergaung dalam pikirannya sampai sahabatnya mengira Lai telah gila.
Kontak pertama Lai dengan seorang Muslim taat adalah sahabat masa kecilnya. Pada saat itu, dia juga sedang memperbarui keyakinannya. "Saya banyak belajar terutama dari tindakan-tindakannya. Itu pertama kalinya saya melihat Islam dilaksanakan. Saya mencoba berpuasa dan mulai berupaya makan makanan halal selama 2-3 tahun sebelum memutuskan masuk Islam."
Titik balik dalam kehidupan Lai adalah ketika dia ditolak dari semua universitas untuk belajar kedokteran. "Saya merenungkan nama-nama Allah dan berjanji pada-Nya bahwa jika saya diterima di sekolah kedokteran, saya akan percaya pada semua yang telah dikatakan teman-teman saya."
Ajaibnya, keesokan harinya, dia diberitahu bahwa terlepas dari penolakan awal mereka, Lai diterima di salah satu universitas. "Apa yang bisa saya katakan saat itu kecuali 'Tidak ada Tuhan Selain Allah dan bahwa Muhammad adalah nabi terakhir Allah.'" (rin/ic) www.suaramedia.com