View Full Version
Jum'at, 16 Jul 2010

Masjid-Masjid Jerman Jadi Incaran ''Kelompok Pengawas Anonim''

MUNICH (Berita SuaraMedia) – Reinhard Werner tidak mempercayai Islam. Pria 70 tahun berkebangsaan Jerman tersebut adalah bagian dari kelompok yang menjaga jarak dengan Masjid-Masjid di seluruh Jerman, mengawasi mereka karena apa yang ia sebut dengan sebuah "teror intoleran Islam." Selama bertahun-tahun, ia telah mendapatkan sejumlah kemahsyuran tertentu.

Reinhard Werner beberapa menit lebih awal, namun karena ia tidak ingin dikenal, ia berdiri di luar di sisi pejalan kaki di depan Masjid, berusaha untuk sebisa mungkin tidak diperhatikan orang-orang.

Pada hari itu adalah Jum'at siang di lingkungan Pasing Munich dan para pria bergegas melewati Werner dalam perjalanan mereka menuju sholat Jum'at. Semua orang, di mata Werner, adalah musuh. Ia mengklaim bahwa Masjid tersebut menyebarkan apa yang ia sebut dengan sebuah "teror intoleran Islam."

"Apakah Anda melihat papan tanda di atas pintu masuk Masjid?" ia berkata.

Huruf "DITIB" dicetak di papan tanda tersebut. DITIB, sebuah akronim untuk Turkish-Islamic Union for Religious Affairs (Persatuan Turki-Islam untuk Urusan Keagamaan), adalah sebuah organisasi induk untuk sekitar 900 jemaah Masjid di Jerman. Organisasi tersebut dikendalikan oleh organisasi pemerintah Turki yang berbasis di Ankara, Kantor untuk Urusan Keagamaan, membuatnya secara tidak langsung tidak dapat menjawab pada Perdana Menteri Turki. "Sebuah Masjid Militer", Werner mengatakan.

"Apakah Anda melihat bahwa huruf 'I' dalam DITIB menyerupai sebuah menara Masjid? Dan menara Masjid tersebut seperti peluru?" ia bertanya. Tidak selalu mudah bagi Werner untuk membuat dirinya sendiri mengerti.

Werner adalah seorang anggota "Pengawas Masjid Anonim," sebuah kelompok Muslim yang melarikan diri ke Jerman dari negara-negara Muslim karena mereka menerima konflik dengan aturan-aturan keagamaan.

Walaupun Werner sendiri bukanlah Muslim, atau bukan melarikan diri dari apapun, ia merasakan sebuah pertalian keluarga dengan Muslim yang telah melarikan diri dari negara asal mereka. Muslim-Muslim tersebut lebih mempercayai rekan Muslim pendatang mereka tentang sebanyak mantan Presiden George W. Bush mempercayai pemimpin Osama Bin laden. Mereka menjaga jarak terhadap apa yang sedang terjadi di Masjid karena mereka ingin meyakinkan diri bahwa mereka masih aman berada di Jerman.

Werner bergabung ke dalam kelompok tersebut dalam sebuah jalan yang agak tidak langsung. Selama 30 tahun, ia adalah seorang guru di sebuah sekolah sekunder di Munich, di mana beberapa dari kelasnya terdiri dari siswa-siswa asing secara keseluruhan. Menurut Werner, sebagian besar dari siswa Turki memiliki sebuah sikap negatif yang memusuhi terhadap Barat. Mereka sulit untuk dicapai dan sulit untuk diyakinkan, ia merasa.

Sejak saat itu, ia telah berjuang untuk kebebasan keagamaan, namun bersikeras bahwa hal ini harus datang dengan kondisi tertentu. Yang paling penting dari itu semua, ia mengatakan, adalah Muslim-muslim tersebut, seperti halnya anggota dari keyakinan yang lain, berjanji untuk meneggakkan konstitusi jerman.

Dari 36 Masjid di Munich, sembilan diantaranya berada dalam "daerah pengawasan" Werner. Ia melaporkan segala hal yang ia lihat dan dengar kepada kantor Federal untuk Perlindungan Konstitusi (BfV), agen intelijen domestik Jerman. BfV, bagaimanapun juga, tidak nampaknya tidak terlalu menanggapi pria tersebut dengan terlalu serius, atau setidaknya agen tersebut tidak menemukan laporannya cukup meyakinkan untuk melakukan tindakan apapun.

Setelah beberapa saat, Werner menyelinap masuk ke dalam Masjid. Di lobi, sekitar 25 orang pria meminum teh dan memakan roti pita sambil mereka menunggu ibadah jum'at dimulai. Werner memesan teh, menjatuhkan tiga dadu gula ke dalam cangkirnya dan menunjuk pada sebuah gambar di dekat tempat teh. Gambar tersebut menggambarkan pemimpin Ottoman dari enam abad.

Sebuah potret Kemal Atatürk, pendiri republik modern Turki dan angkatan darat Turki, tergantung di dinding yang lain, dekat sebuah televisi. Menurut Werner, negara dan gereja tidak benar-benar terpisah di Turki karena negara mempengaruhi gereja dan militer mempengaruhi negara. "Turki adalah sebuah negara Teokrasi," Werner megatakan.

Kemudian ia berjalan ke tangga menuju ruang sholat. Khotbah pada waktu itu, Werner mengatakan, sering tentang menolak jalan hidup orang Barat.

Sesaat sebelum Werner mencapai pintu ruang Sholat, seorang pemuda mendekatinya dan bertanya apakah ia adalah Werner. Werner mengangguk.

"Anda dilarang berada di tempat ini," pemuda tersebut mengatakan, terlihat serius. Ia mengatakan kepada Werner abhwa ia harus memintanya untuk meningalkan Masjid segera. Pada saat itulah menunjukan bahwa kerja Werner setidaknya dianggap serius.

Ia telah mendapatkan sejumlah ketenaran tertentu selama bertahun-tahun, tahun-tahun yang ditandai oleh serangan 9/11, Taliban, kartun kontroversi Denmark, pelarangan menara Masjid di Swiss dan penentangan pembangunan Masjid baru di Jerman. Werner, sekarang 70 tahun, telah mempelajari Al-Quran. Tiba-tiba ia dianggap sebagai seorang ahli, dan ia berada dalam permintaan.

Ia terkadang diminta untuk berbicara kepada jemaah Kristen, namn ia hampir tidak pernah diundang lagi. Mungkin hal ini karena Werner sangat agresif. Jerman tidak suka konflik.

Dan mungkin segala sesuatu akan menjadi lebih mudah jika koeksisten sosial dapat disusun sebagaimana tim disusun dalam lapangan bola. Kemudian akan terdapat perjanjian dan aturan-aturan, dan siapapun yang melanggar aturan akan dihukum. Pelanggar dua kali akan dikesampingkan. Namun bukanlah begitu caranya masyarakat bekerja, yang mana mengapa Werner bertarung dalam pertempurannya selama lebih dari dua dekade.

Terdapat banyak pergerakan dalam Islam, ia mengatakan. Yang paling agresif, ia mengatakan, "Islam Mohammedan," – dan, ia mengklaim, ini juga satu-satunya pergerakan yang membangun Masjid. Werner berpendapat, inilah mengapa bukan pembangunan menara Masjid yang seharusnya dilarang, namun pembangunan Masjid yang seharusnya dilarang.

Dalam perjalanan pulang, Werner berhenti di Masjid tersebut untuk menanyakan mengapa ia dilarang berada di tempat tersebut. Bagaimanapun juga ia berharap menggunakan larangan tersebut untuk memperkuat pesannya. Ia – sebagai seorang perwakilan Jerman, Barat dan demokrasi – merasa terkecualikan.

Kali ini seorang pria yang lebih tua dengan rambut putih dan jengot putih menunggunya. Pelarangan tersebut adalah sebuah salah paham, orang tua tersebut mengatakan, dan tersenyum.

Beberapa menit kemudian, Werner berdiri di jalan di bawah Masjid tersebut, merasa lega bahwa ia akan dapat melanjutkan mengawasi Masjid tersebut di masa mendatang. Namun ia juga terlihat sedikit kecewa. (ppt/sp) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version