View Full Version
Ahad, 18 Jul 2010

Walikota New York Mati-Matian Bela Masjid Ground Zero

NEW YORK (Berita SuaraMedia) – Tidak diragukan lagi bahwa lokasi calon Masjid dan pusat komunitas Islam itu dekat dengan situs World Trade Center, hanya berjarak dua blok dari tempat terjadinya serangan teror. Sementara beberapa orang melihat kedekatan itu sebagai hal yang menyinggung, yang lainnya seperti Walikota Michael Bloomberg melihatnya sebagai kebaikan, simbol dari komitmen Amerika terhadap kebebasan beragama.

"Saya rasa ini adalah tempat yang sangat pantas bagi siapapun yang ingin membangun sebuah Masjid, karena hal itu mengatakan pada seluruh dunia bahwa Amerika, dan kota New York, yang merupakan tanggung jawab saya, benar-benar meyakini apa yang kita ceramahkan," ujar Bloomberg.

Komentar walikota itu mungkin yang terkuat mengenai kontroversi tersebut, yang dalam pemilu tahun ini dengan cepat menjadi sebuah sepakbola politik.

Pendapat sepertinya terpecah bersama dengan garis partai politik. Kandidat gubernur dari Partai Republik, Rick Lazio, dan anggota Kongres dari partai yang sama, Peter King, telah meminta sebuah investigasi ke dalam pendanaan proyek itu, sementara Demokrat seperti Andrew Cuomo mendukung proyek tersebut.

Dalam acara radio mingguannya, Walikota Bloomberg juga berdebat dengan seorang penelepon yang bertanya, "Bagaimana Anda menganggapnya tidak bersifat Amerika untuk mempertanyakan kepantasan sebuah Masjid di Ground Zero?"

Sang walikota menjawab, "Saya rasa itu tidak tak bersifat Amerika. Saya hanya merasa bahwa tidak seharusnya pemerintah melarang seseorang beribadah dengan cara yang diinginkannya dan mengijinkan orang yang lain. Anda tahu, semakin Anda relijius, semakin ingin Anda menjauhkan pemerintah dari agama."

Posisi Bloomberg telah menjengkelkan sejumlah keluarga korban 11 September, yang mengatakan bahwa pendukung proyek itu pantas diperiksa lebih jauh.

"Kami menentang lokasinya. Apa yang mereka lakukan itu bukan kebebasan beragama," ujar James Riches, yang kehilangan putranya, seorang petugas pemadam kebakaran, dalam serangan tersebut. "Kami menentang lokasi itu. Keluarga merasa terhina. Ketika saya pergi ke sana pada tanggal 11 September, saya harus memandang Masjid itu tepat di lokasi di mana mereka membunuh anak saya pada hari itu."

"Proyek ini sudah memperoleh dukungan hampir mutlak dari dewan masyarakat setempat, tapi para penentang sekarang berharap bahwa salah satu bangunan yang akan dirobohkan untuk proyek itu diberi status cagar budaya, yang bisa menghadang atau setidaknya merumitkan rencana untuk membangun Masjid."

Komisi Pemeliharaan Cagar Budaya akan melakukan pemungutan suara akhir musim panas ini.

Bulan Mei lalu, Dewan Masyarakat 1 menyetujui rencana untuk membangun Masjid tersebut setelah melalui rapat dengan diskusi panas selama empat yang dihadiri oleh ratusan orang yang menyampaikan berbagai perasaan mereka, mulai dari rasa takut dan kebencian sampai kesedihan dan harapan.

"Saya bangga pada dewan masyarakat," ujar Imam Feisal Abdul Rauf, pemimpin agama di balik rencana untuk membangun Masjid dan pusat komunitas berlantai 13 senilai 100 juta dolar yang disebut Cordoba House itu, sesaat setelah pemungutan suara, dengan hasil 29-1 dan 9 abstain. "Mereka mengakui kami sebagai tetangga."

Tapi, tidak semua orang mendukung. Ketika Rauf, yang memimpin Masjid TriBeca selama 27 tahun, berdiri untuk berpidato para peserta rapat meneriakinya "Pembunuh!"

Dr. Rudina Odeh Ramadan, yang dua kali terkubur di bawah puing-puing saat ia bekerja menyelamatkan para korban serangan 11 September, dicemooh ketika mengungkapkan bahwa dirinya adalah seorang Muslim.

Mengenai suara-suara penolakan dari peserta rapat, Talat Hamdani, 58, seorang Muslim, mengatakan bahwa dia datang untuk memberikan dukungan pada Masjid itu. Anak laki-lakinya, Mohammed Salman, 23, seorang kadet polisi dan paramedis, gugur dalam tugas saat serangan teroris terjadi.

"Ini adalah proyek untuk mendukung keanekaragaman. Ini demi masyarakat. Ini bukan hanya mimbar untuk berceramah," ujarnya tentang Masjid tersebut. "Kita memiliki pusat kebudayaan Hispanik. Kita memiliki pusat kebudayaan Afrika Amerika. Kenapa keberatan untuk yang satu ini?" (rin/mh/dni) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version