View Full Version
Selasa, 20 Jul 2010

Muslim Meningkat, Universitas Jerman Rilis Program Studi Islam

FRANKFURT (Berita SuaraMedia) – Universitas Johann Wolfgang von Goethe Frankfurt memulai sebuah program studi Islam pada semester musim dingin, laporan berita mengatakan.

Program sarjana tersebut berfokus secara ilmuwan pada aspek keagamaan, budaya dan sejarah Islam.

Kesuksesan ilmiah dari studi Islam akan dikaji oleh universitas dalam tiga tahun.

Jerman mengumumkan rencana tersebut pada awal tahun ini untuk merancang institut untuk studi Islam untuk melatih generasi baru pemimpin Muslim dan guru-guru keagamaan yang dapat memahami masyarakat barat, dan untuk menekuni kendali yang halus tehadap bagaimana populasi pertumbuhan Muslim negara tersebut diajarkan tentang keyakinannya.

Pemerintah telah menyambut dengan baik sebuah proposal oleh dewan penasehat akademis universitas tersebut untuk menciptakan pusat teologi Islami di dua atau tiga unversitas yang dijalankan pemerintah.

"Jumlah anak-anak dan anak muda Islam di Jerman tinggi dan meningkat," menurut Menteri Pendidikan Jerman, Annette Schavan.

Pendirian program pendidikan sarjana tersebut sebelumnya telah diikuti oleh kritikan dalam kerja sama pengumuman publiknya. Karena program pendidikan tersebut bekerja sama dengan seorang Turki, Mehmet Emin Köktas dan dua profesor Teolog Protestan dalam pengerjaan kurikulumnya. Menuduh Turki bermaksud untuk menggunakan program baru tersebut untuk mempengaruhi pelatihan cendikiawan Islam  di Jerman. Namun pendukungnya bersikeras menyangkal negara Turki memainkan peranan apapun dalam proyek tersebut.

Bagaimanapun juga, Diyanet adalah sebuah agen negara, dan mewakili Islam Sunni seperti yang diajarkan di negara sekuler Turki, sebuah bentuk Islam yang modern dan non-fundamental – namun yang secara langsung dikendalikan oleh pmerintah.

Namun dekan departemen teologi Protestan universitas tersebut, Stefan Alkier, tidak dapat memahami kritikan mengenai kerjasama dengan Diyanet. Sebaliknya, ia merasa senang bahwa perjanjian untuk mendanai posisi yang membawa sebuah cendikiawan terkenal bagi fakultas tersebut.

"Kami bisa saja menjalankan mata kuliah studi tersebut dengan sumber-sumber kami sendiri, namun jauh lebih menarik bagi para siswa bahwa kami memiliki profesor Muslim," Alkier mengatakan. ia menekanlan bahwa Diyanet tidak memiliki pengaruh langsung terhadap siapa yang ditunjuk pada posisi tersebut.

Sementara mata kuliah baru studi Islam yang lain, di Münster, fokus pada pelatihan guru Islam, para siswa di program Frankurt akan berkonsentrasi pada sebuah ujian akademis keagamaan dan menerima gelar master normal.

Namun siswa juga dapat menggunakan gelarnya sebagai dasar untuk menjadi guru Islam. "Lalu mereka akan memiliki pelatihan akademis yang membuat mereka mampu ambil bagian dalam sebuah dialog," Alkier megatakan, menambahkan bahwa siswa yang mengejar studi Islam juga akan mempelajari Yudaisme dan Kristen.

Köktas mengatakan bahwa lulusan studi Islam Frankurt dapat memiliki sebuah pengaruh yang positif pada masyarakat Jerman dengan jumlah Muslimnya sebesar 3 juta orang. Ia menunjuk bahwa Imam di Jerman biasanya datang ke sini tanpa menjadi akrab dengan budaya atau bahasanya.

"Secara alami mata kuliah studi kami di sini bukanlah alternatif murni. Kami sebenarnya hanya ingin mengajar siswa tentang Islam. Namun, di masa mendatang, keduanya, warga Jerman dan Turki di Jerman akan sangat membutuhkan orang-orang yang terdidik dengan baik tesebut," Köktas mengatakan. "Mereka akan menjadi ahli dalam Islam, sarjana Islam yang mengetahui Jerman. Itulah mengapa saya berpikir demikian, dalam hal ini, kami akan membuat sebuah kontribusi yang hebat."

Köktas menyarankan bahwa lulusan Frankurt pada akhirnya dapat mengajar Islam di sekolah dengan kelas-kelas agama. Sejauh ini, hanya sangat sedikit negara bagian Jerman yang mengijinkan kelas-kelas Islam, namun para lulusan mungkin dapat menerapkan untuk bekerja dalam sebuah proyek yang baru-baru ini berlangsung di Utara Rhine-Westphalia, di mana anak-anak di 100 sekolah menerima pelajaran Islam di Jerman.

Namun lowongan pekerjaan bukanlah sebuah masalah, karena lulusan pertama dari program tersebut tidak akan menyelesaikan studi mereka selama sedikitnya empat tahun. (ppt/abn/dww) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version