WASHINGTON (Berita SuaraMedia) – Setelah menunggu selama dua bulan untuk pulang ke rumah, seorang Muslim Virginia, Amerika yang waktunya di Yaman disita oleh penyelidikan FBI dan membuatnya terjebak di Timur Tengah selama hampir dua bulan masuk dalam daftar larangan terbang, akhirnya kembali ke tanah AS.
Yahya Wehelie mengatakan bahwa ia menunggu untuk memakan lasagna buatan ibunya, sekarang ia kembali kepada keluarganya.
Penerbangan Wehelie mendarat di New York pada Sabtu sore. Keluarganya bertemu dengannya di sana dan berencana untuk membawanya kembali ke daerah Washington.
Wehelie, 26 tahun, seorang warga negara AS keturunan Somalia, pergi ke Yaman hampir dua tahun yang lalu atas desakan orang tuanya untuk belajar bahasa Arab. Ketika ia berusaha untuk pulang, agen-agen FBI mananyainya selama beberapa hari. Ia waktu itu ditempatkan pada sebuah daftar larangan terbang, membuatnya terjebak di Kairo sampai baru-baru ini, ketika status laraganan terbangnya dilepaskan.
Yahya Wehilie, dari Burke, Virginia menemukan bahwa perjalanannya ke Yaman menarik perhatian FBI. Karena Yaman telah menjadi sorotan panas dalam perang terhadap teror, FBI bertanya-tanya mengapa warga negara AS memilih negara tersebut untuk menjadi tempat belajar. Biro tersebut menaruhnya pada daftar larangan tebang, membiarkannya terdampar di Mesir selama dua bulan.
Agen FBI menginterogasinya di sana tentang waktunya yang dihabiskan di Yaman, Wehelie mengatakan kepada reporter. Ia pergi ke Yaman hampir dua tahun yang lalu atas desakan orang tuanya untuk belajar bahasa Arab dan "memperoleh beberapa arahan dalam hidupnya." Namun ketika ia berusaha untuk kembali pulang untuk menyelesaikan pendidikannya dan mendapatkan sebuah pekerjaan, yang menyebabkan Wehelie – yang keturunan Somalia – dihentikan di Kairo.
Saudara laki-lakinya, Yusuf Wehelie, 19 tahun, juga melakukan perjalnan ke Yaman dan diinterogasi selama beberapa hari dalam sebuah penjara Mesir. Ia pada akhirnya diijinkan kembali ke AS.
Bulan lalu, Persatuan Kebebasan Sipil Amerika mengajukan sebuah tuntutan hukum menentang konstitusional daftar larangan tebang pemerintah, mengatakan bahwa warga negara secara rutin ditempatkan dalam daftar tanpa alasan yang bagus dan tanpa hak memohon ganti rugi untuk membersihkan namanya.
Situasi sulit yang dihadapi Wehelie juga menarik perhatian Rep. Rosa DeLauro, yang disinyalir pada situasi Wehelie oleh sebuah konstitusi dan menghubungi Departmen Luar Negeri, menurut juru bicara DeLauro, Kaelan Richards.
Juru bicara FBI, Michael P. Kortan mengatakan kepada reporter bahwa, sebagai kebijakan, agen tersebut tidak dapat berkomentar tentang siapa yang berada dalam daftar pengawasan, namun skema terorisme baru-baru ini menunjukkan kebutuhan "untuk tetap bersiaga".
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita The New York Times, ia mengatakan: "FBI selalu berhati-hati untuk melindungi hak-hak sipil dan kekhawatiran pribadi semua warga Amerika, termasuk individu dalam komunitas minoritas dan etnik."
Wehelie mengatakan dalam wawancara telepon bahwa ia tidak mengetahui mengapa para pejabat AS membalikkan situasi, namun mengatakan bahwa ia memegang tidak ada keinginan sakit terhadap pemerintah untuk penyelidikannya.
Ia menambahkan bahwa ia tidak mendendam kepada pemerintah karena melakukan penyelidikan, dan memuji FBI karena usahanya untuk membuat AS aman.
"Saya tidak marah sama sekali. Saya mengenal siapa saya dan saya mengetahui pada akhirnya saya akan pulang," ia mengatakan. "Mereka berusaha untuk menemukan orang-orang jahat, jadi kekuatan lebih bagi mereka."
Wehelie mengatakan bahwa ia tinggal di sebuah hotel murah di Kairo dan mendapatkan kupon makanan cepat saji yang disediakan baginya oleh kedutaan besar AS.
Wehelie yang menikahi seorang wanita Somalia ketika berada di Yaman, mengatakan bahwa ia menantikan makanan buatan rumah yang dibuat ibunya, lasagna.
"Sampai saya melihat dengan mata saya, dan memeluknya dan menciumnya bahwa inilah Yahya, maka saya merasa bahagia," ibunya mengatakan kepada reporter.
Dewan Hubungan Amerika-Islam (Council on American-Islam Relation – CAIR), sebuah kelompok advokasi Muslim, telah mengangkat masalah Wehelie dan mempertanyakan bagaimana warga negara Muslim dapat disangkal untuk kembali ke negaranya tanpa proses tersebut.
Juru bicara CAIR Ibrahim Hooper mengatakan bahwa ia senang kasus Wehelie telah terselesaikan. Namun keseluruhan kekhawatiran masih tetap ada.
"Hal ini tidak mengubah kebijakan yang nampaknya ada dalam menghalangi Muslim kembali masuk" ke AS dan menggunakan daftar larangan terbang untuk menekan Muslim ke dalam pengabaian hak konstitusional yang akan memberikan kesempatan kepada mereka jika mereka diinterogasi di AS, Hooper mengatakan. (ppt/abn) www.suaramedia.com