View Full Version
Rabu, 28 Jul 2010

Disalahgunakan, Hukum Penghujatan Islam Dikritik

ISLAMABAD (Berita SuaraMedia) – Allama Ahmed Mian Hammadi, seorang ulama Muslim Pakistan, mengklaim bahwa Shahbaz Bhatti, Menteri Minoritas Federal Pakistan, sendiri melakukan penghujatan dengan mencap dua bersaudara Kristen yang terbunuh baru-baru ini sebagai korban undang-undang penghujatan di Pakistan.

Bhatti berbicara mengenai pembunuhan minggu lalu terhadap Rashid Emmanuel, 30, dan saudaranya Sajid, 27 oleh sekelompok pria bersenjata di dalam ruang pengadilan di Faisalabad. Kedua saudara itu menghujat Nabi Muhammad awal bulan ini.

Menurut pernyataan Hammadi, yang dipublikasikan surat kabar Daily Jasarat, ulama Muslim itu mengatakan bahwa kaum Muslim tidak boleh menolerir penghujatan terhadap Nabi Muhammad.

"Membunuh para penghujat bukan sebuah kekejaman, penghujatan itu sendiri merupakan brutalitas yang begitu besar hingga orang yang melakukannya tidak punya hak untuk hidup di dunia ini, juga tidak boleh untuk dimaafkan," ujar Daily Jasarat mengutip perkataan Hammadi.

"Kaum Muslim tidak akan menolerir penghujatan sekecil apapun terhadap Nabi Muhammad. Jika Shahbaz Bhatti melakukan penghujatan dia akan dipenggal."

Dia menambahkan, "Seorang Muslim mencintai Nabi Muhammad lebih dari siapapun."

Surat kabar itu mengutip Hammadi mengatakan bahwa insiden pembunuhan terhadap dua saudara Kristen itu akibat tidak diimplementasikannya undang-undang penghujatan di Pakisten.

Menurut koran tersebut, sang ulama Muslim mengkritik Bhatti yang menyatakan bahwa undang-undang itu telah dilanggar terkait kasus dua bersaudara Kristen.

"Tidak ada hukum yang diterapkan dalam kasus ini. Pengadilan mengimplementasikan hukum tersebut, bukan orang-orangnya," ujar Hammadi. "Dua bersaudara Kristen itu dibunuh setelah kaum Muslim naik pitam.

Hammadi juga meminta penahanan para perusuh Kristen yang dikatakannya melemparkan kerikil ke rumah-rumah Muslim setelah kematian mereka.

Empat hari setelah dua bersaudara Kristen yang menghujat itu dibunuh saat meninggalkan pengadilan, sebuah surat dikirimkan oleh pemimpin Dewan Gereja Dunia (WCC) yang isinya mendesak para pemimpin Pakistan untuk mencabut undang-undang penghujatan yang disebut kritikus telah disalahgunakan oleh kaum ekstrimis.

Dalam suratnya kepada Presiden Asif Ali Zardari dan Perdana Menteri Syed Yousaf Raza Gilani, Pendeta Olav Fyke Tveit mengingatkan kembali seruan kekhawatiran organisasinya di masa lalu tentang undang-undang penghujatan Pakistan, yang dia sebut penuh dengan bahaya yang bisa disalahgunakan oleh kelompok ekstrimis ketika berurusan dengan minoritas relijius.

"Telah terbukti di masa lalu bahwa tuntutan hukum penghujatan diterapkan dengan sewenang-wenang dan kadang didasarkan pada tuduhan jahat terhadap individu dan kelompok," tulis Tveit dalam suratnya.

"WCC telah menyampaikan kekhawatirannya di masa lalu dan banyak pihak lain menyatakan hal yang sama bahwa penerapan hukum penghujatan di Pakistan bertentangan dengan dan destruktif terhadap kerukunan dan kesejahteraan orang-orang yang hidup berdampingan dalam masyarakat yang plural secara relijius," ujar sekretaris jenderal WCC itu melanjutkan.

Di bawah hukum penghujatan Pakistan, pelanggar bisa dihukum 10 tahun penjara karena menghina perasaan relijius orang lain. Mengotori, merusak, atau menodai Al Qur’an menyebabkan hukuman seumur hidup sementara menghujat Islam atau nabi-nabinya bisa dijatuhi hukuman mati.

Organisasi-organisasi pembela HAM mengatakan sejumlah individu telah menjatuhkan tuduhan berdasar hukum tersebut untuk menyelesaikan persoalan pribadi atau untuk mengintimidasi kaum Muslim, lawan sektarian, dan minoritas relijius yang lemah. Terlebih lagi, mereka yang dituduh menghujat dan keluarga atau komunitas relijius mereka kadang-kadang diserang dan diancam mati oleh ekstrimis – bahkan setelah mereka dibebaskan dari tuduhan menghujat.

"Penyalahgunaan hukum penghujatan di Pakistan telah menuntun pada kekerasan fisik, pengrusakan, penghancuran properti dan penghilangan nyawa di kalangan minoritas Kristen selama bertahun-tahun," tulis Tveit dalam suratnya. "Ini adalah pelanggaran terhadap hak-hak dasar yang dijamin oleh Pasal 36 Konstitusi Pakistan." (rin/ct) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version