View Full Version
Senin, 02 Aug 2010

Tak Terbukti, Muslim "Pembakar" Gereja Dibebaskan

KUALA LUMPUR (Berita SuaraMedia) – Sebuah pengadilan Malaysia membebaskan seorang pria Muslim dari tuduhan membakar sebuah gereja, salah satu dari serangkaian serangan terhadap rumah ibadah yang meningkatkan ketegangan etnis di negara itu.

Sebelas gereja, satu kuil Sikh, tiga Masjid dan dua ruang sholat diserang dengan bom molotov, lemparan batu dan cat dalam kekerasan di Malaysia awal tahun ini yang dipicu oleh sebuah keputusan yang membatalkan larangan bagi kaum non-Muslim untuk menggunakan kata "Allah" sebagai terjemahan untuk "Tuhan".

Azuwan Shah Ahmad dan dua bersaudara adalah yang pertama diadili terkait serangan-serangan itu. Mereka dituduh membakar sebuah gereja di daerah pinggiran Kuala Lumpur pada tanggal 7 januari.

"Bukti yang mengaitkan Azuwan Shah Ahmad, 23, dengan pelanggaran itu tidak terbukti," ujar Hakim Pengadilan SM Komathy Suppiah ketika membebaskannya pada hari Jumat (30/7).

Sejumlah saksi mata dilaporkan mengatakan pada pengadilan bahwa Azuwan hanya datang ke pertemuan sebelum serangan tapi tidak ikut pergi ke gereja.

Hakim memutuskan bahwa kedua bersaudara Raja Mohamed Faizal Raja Ibrahim dan Raja Mohamed Idzham harus membela diri setelah jaksa penuntut menetapkan kasus melawan mereka. Jika terbukti, keduanya menghadapi hukuman 20 tahun penjara.

Agama dan bahasa adalah dua isu sensitif di Malaysia, yang pernah mengalami kerusuhan ras berdarah di tahun 1969.

Pemerintah berpendapat bahwa penggunaan kata "Allah" oleh orang Kristen, yang membentuk 9% dari total populasi, bisa menyebabkan kebingungan dan mendorong perpindahan agama, yang merupakan hal ilegal bagi Muslim Malaysia.

Kekacauan itu adalah satu dari serangkaian perselisihan relijius antara kaum Melayu dan minoritas yang takut negara tersebut akan menjadi Islami.

Kekerasan agama secara virtual tidak terdengar di Malaysia di mana kaum minoritas dijamin kebebasannya untuk mempraktikkan ajaran agama mereka, tapi mereka sering mengeluhkan hak-haknya terancam oleh pemerintah yang didominasi kaum Muslim. Pemerintah sendiri membantah adanya bias dalam sikap mereka.

Kepolisian Malaysia mengatakan telah menahan delapan orang untuk yang pertama dalam rangkaian serangan yang telah menyoroti perpecahan relijius dan politik di negara itu.

Lima orang telah dibebaskan tapi tiga pria didakwa memulai pembakaran yang memusnahkan sebagian gereja Protestan pada tanggal 8 Januari, ujar pengacara pemerintah, Anselm Charles Fernandis.

Serangan terhadap gereja-gereja itu menyusul keputusan pengadilan tanggal 31 Desember yang membolehkan non-Muslim menggunakan kata "Allah", yang ditentang oleh pemerintah.

Sejak itu vandalisme menyebar ke rumah-rumah ibadah lain, termasuk sebuah kuil Sikh dan beberapa ruang sholat Muslim.

Beberapa politisi bersikukuh tentang hak eksklusif bagi Muslim Melayu, sementara beberapa kelompok Muslim berpendapat bahwa warga Kristen menggunakan kata yang identik dengan Islam bisa menjadi cara untuk mengkonversi agama orang.

Kelompok-kelompok Muslim lain, seperti Partai Islam Malaysia (PAS) mengatakan tidak ada larangan bagi orang Kristen dan Yahudi untuk menggunakan kata Allah.

Konstitusi Malaysia memberikan keutamaan pada Islam tapi mengijinkan praktik bebas dari keyakinan lain.

Di bawah slogan "One Malaysia", pemerintah telah membuat kerukunan rasial sebagai kebijakan utamanya. Komitmen mereka untuk kebijakan itu kini sedang diuji.

Larangan kata "Allah" adalah hal yang tidak biasa di dunia Muslim.

Kata dalam bahasa Arab itu digunakan secara umum oleh orang Kristen untuk menggambarkan Tuhan di negara-negara seperti Mesir, Syria, dan bahkan Indonesia, yang merupakan negara Muslim terbesar di dunia. (rin/gt/jp/bbc) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version