View Full Version
Kamis, 05 Aug 2010

Masjid Berlin Jadi Korban Percobaan Pembakaran Misterius

BERLIN (Berita SuaraMedia) – Pengurus Masjid di distrik Neukoelln, Berlin, yang didominasi imigran Muslim mendeteksi api di sebuah bangunan di sebelah Masjid dan segera memberitahu polisi.

Api yang akhirnya padam sendiri itu dilaporkan menyala di depan jendela basemen. Pihak yang berwenang pun telah memulai penyelidikan mereka terhadap serangan pembakaran tersebut, yang belum diketahui pelaku atau penyebab kebakaran itu.

Masjid-masjid di seluruh Jerman telah berulangkali menjadi sasaran serangan kejahatan Islomofobik dalam beberapa tahun terakhir.

Masyarakat Jerman masih dalam cengkeraman Islamofobia terlepas dari keberadaan damai dari 4.3 juta Muslim yang 2.5 juta di antaranya adalah keturunan Turki ini.

Dihadapkan pada kekerasan verbal dan diskriminasi ras setiap hari, komunitas Muslim Jerman juga bergulat dengan masalah pendidikan untuk anak-anak mereka dan krisis peluang kerja.

Berkat migrasi buruh di tahun 1960an dan beberapa gelombang pengungsi politik sejak tahun 1970an, Islam telah menjadi agama yang besar di Jerman. Dari 4.3 juta Muslim yang ada di negara itu, 1.9 juta di antaranya adalah warga negara Jerman.

Islam adalah agama minoritas terbesar di Jerman, dengan Kristen Protestan dan Katolik Roma sebagai agama mayoritasnya. Mayoritas Muslim Jerman (63.2%) adalah keturunan Turki, disusul oleh beberapa kelompok keturunan Pakistan, negara-negara bekas Yugoslavia, negara-negara Arab, Iran, dan Afghanistan. Kebanyakan Muslim tinggal di Berlin dan di kota-kota besar lainnya di bekas Jerman Barat.

Namun, tidak seperti negara-negara Eropa lainnya, sejumlah besar komunitas Muslim tinggal di wilayah rural di Jerman, terutama di Baden-Wurttemberg, Hesse, dan sebagian Bavaria dan North Rhine-Westphalia.

Sebuah Masjid baru yang diklaim merupakan salah satu Masjid terbesar di Jerman secara resmi telah dibuka di wilayah Kreuzberg di Berlin, wilayah yang merupakan rumah bagi komunitas pendatang Turki.

Masjid tersebut, mampu menampung hingga 1.000 orang, merupakan bagian dari pembangunan komplek yang menurut media menghabiskan dana sebesar 10 juta euro (12.5 juta dolar) yang dibangun dan didanai oleh penyokong pribadi asal Libanon dan Palestina.

Berhiaskan kubah kaca dan empat menara kecil, dengan enam lantai, gedung seluas 5000 meter ini juga menyediakan pusat sosial dan perpustakaan.

Pembangunan Masjid di Jerman tersebut diketahui membawa perdebatan, yang menurut sebagian penduduk akan digunakan sebagai tujuan ekstrimisme.

Masjid terbesar di Jerman terletak di wilayah Mannheim, diklaim mampu menampung hingga 2.500 orang.

Bulan November tahun lalu, para pekerja di Cologne juga membuat terobosan sebuah Masjid besar futuristik dengan beberapa menara setinggi 55 meter setelah menarik banyak pemrotes dari seluruh benua, termasuk dari kalangan ekstremis sayap kanan.

Masjid ini kemungkinan besar akan menjadi Masjid terbesar di Jerman juga bangunan suci paling kontroversial di negara itu. Kelompok-kelompok pemrotes telah melakukan kampanye menentang Masjid tersebut. Intelektual Yahudi yang kontroversial, Ralph Giordano bahkan menggambarkannya sebagai kolonisasi kaum Muslim di wilayah asing.

Pembangunan beberapa Masjid di negara Jerman juga menyulut pernyataan blok Demokratis Kristen yang mengatakan kaum Muslim seharusnya mampu menahan diri ketika membangun rumah ibadah.

"Secara alami, kaum Muslim di Jerman memiliki hak untuk membangun Masjid. Namun mereka harus memastikan untuk tidak membuat populasi Jerman kewalahan dengan bangunan itu," ujar Menteri Dalam Negeri Hessian dari partai konservatif Demokratis Kristen, Volker Bouffier, kepada harian Neue Osnabrücker Zeitung.

"Menara atau kubah dari Masjid-Masjid besar yang mendominasi garis langit hanya akan menimbulkan rasa takut akan Islamisasi dan memicu protes," ujar Bouffier.

Ketakutan tersebut berdampak seperti aksi protes yang terjadi di depan Masjid terbesar di Jerman, yang menolak pembangunan menara Masjid pada bulan Maret lalu. (rin/abn/wp) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version