View Full Version
Jum'at, 06 Aug 2010

Invasi Ekstrimis Pencuci Otak Incar Mahasiswi Muslim Inggris

LONDON (Berita SuaraMedia) – Jumlah para wanita Muslim yang sedang terdakalisasi oleh para ekstrimis sambil belajar di universitas-universitas dikatakan tengah meningkat, menurut sebuah kelompok wanita Muslim.

Sebagai sebuah kelompok mahasiswa Islam menyangkal bahwa hal itu adalah sebuah masalah, kantor berita BBC News memeriksa bagaimana radikalisasi menyebar luas di kampus dan mengapa para wanita muda pada khususnya menjadi target.

"Saya tidak memiliki sebuah rencana dan saya tidak mengetahui bagaimana saya akan melakukan hal tersebut. Namun saya memiliki begitu banyak rasa amarah di dalam diri saya. Saya ingin didengar."

Ketika Sadia mulai belajar di universitas, seperti halnya sebagian besar mahasiswa, ia bersemangat untuk membuat banyak teman baru dan menyesuaikan diri, jadi ia bergabung dengan perkumpulan mahasiswa.

Sadia, 22 tahun (yang namanya telah diubah untuk melindungi identitasnya), dijadikan teman oleh sebuah kelompok mahasiswi yang ia temui di acara-acara kampus.

"Mereka terlihat mengetahui banyak hal tentang Islam. Ketika semakin dekat dengan mereka, mereka memberi saya buku-buku untuk dibaca untuk membatu saya belajar lebih banyak tentang Islam," ia mengatakan.

Sadia dipertunjukkan video-video Muslim yang diduga "menderita karena Barat", yang membimbingnya dijadikan radikal.

"Hal itu membuat saya berpikir bahwa kekerasan dapat diterima. Hal itu bahkan membuat saya ingin menjadi seorang pengebom.

"Saya berpikir jika saya menjadi wanita Inggris pertama yang melakukannya maka hal tersebut akan membuat dunia Barat mendengarkan saya."

Shaista Gohir, seorang konsultan untuk Pencegahan, program anti-teror pemerintah dan ketua dari Jaringan Wanita Muslim Inggris (Muslim Women's Network UK – MWN-UK), mengatakan bahwa jumlah wanita Muslim yang sedang dijadikan target di banyak universitas Inggris sedang meningkat.

"Saya telah melewati cukup bukti cerita singkat melalui pekerjaan saya, untuk menyarankan sebuah masalah yang tumbuh dari para wanita yang sedang ditarik ke dalam ekstrimisme."

"Ketika sebagian besar pria yang dijadikan target, para wanita juga sekarang sedang direkrut oleh kelompok ekstrimis."

"Sebagian besar wanita Muslim tidak memiliki ketertarikan dalam kekerasan, namun terdapat jumlah yang sedikit dari para wanita yang dijadikan target. Hal ini sangat serius karena jumlah tersebut secara perlahan bertambah."

Gohir meyakini bahwa kelompok ekstrimis dapat dengan sengaja keluar dari jalur mereka untuk menjadikan para wanita sebagai target, karena ekstrimis wanita membangkitkan lebih sedikit kecurigaan dari pada para pria.

Sadia tidak pernah berakhir mengejar kekerasan ekstrimis. Dengan percaya pada teman-teman Muslim di luar universitasnya yang berbasis di London, ia secara perlahan menyadari bahwa ia telah dicuci otaknya.

Ia diperkenalkan pada sebuah kelompok wanita Muslim yang membantunya memerangi sikap mujahidnya.

"Hal itu adalah sebuah proses yang sulit, namun saya mendapatkan pertolongan yang tepat dan saya dapat melihat betapa salahnya saya dulu."

"Ketika saya melihat kembali ke belakang, saya mengetahui agama saya dan konsep kekerasan Jihad benar-benar disalahartikan."

Polisi menyadari kasusnya.

Hadiyah Masieh, 32 tahun, mengatakan bahwa ia direkrut oleh para radikal dari Hizb ut-Tahrir, sebuah kelompok ekstrimis yang mengklaim kelompok bahwa kelompok tersebut non-kekerasan ketika berada di Universitas Brunei. Kelompok tersebut dilarang dari kampus.

Ia mengatakan bahwa anggota meyakinkannya untuk menjadi seorang yang radikal: "Ketika mereka telah menghasilkan kecurigaan (terhadap"Barat") dan kelesuan bergantung pada orangnya, semua emosi tersebut dapat ditantang dalam cara yang bermacam-macam, termasuk kekerasan."

Masieh telah meninggalkan kelompok tersebut dan sekarang adalah seorang anggota Dewan Penasihat Wanita Muslim (Muslim Women's Advisory Board – MWAB)

Dr.Taj Hargey, seorang imam dari Oxford, mengatakan bahwa pemuda Muslim harus dipersenjatai dengan pengetahuan Islam yang tepat untuk memerangi radikalisasi.

"Banyak mahasiswi Muslim disuapi dengan ideologi yang ternoda dan tersalahartikan dari Islam di kampus. Hal itu kemudian dapat membentuk gerbang menuju ekstrimisme," Dr. Hargey mengatakan.

Bagaimanapun juga, Federasi Mahasiswa Masyarakat Islam (Federation of Student Islamic Societies – FOSIS) telah menyangkal tedapat sebuah elemen esktrimis di universitas.

Wakil ketua organisasi tersebut, Amandla Thomas-Johnson mengatakan: "Kami menganggap kekhawatiran semacam itu dengan serius, bagaimanapun juga tidak ada bukti yang menyarankan terdapat radikalisasi di kampus-kampus."

Sementara perkumpulan masyarakat kemungkinan tidak mendorong kekerasan ekstrimisme, telah terdapat kekhawatiran bahwa kelompok tersebut menggunakan kegiatan-kegiatan mereka sebagai sebuah kesempatan untuk memangsa para individu yang rentan.

Gohir mengatakan bahwa banyak proyek Pencegahan milik pemerintah yang tidak menantang ideologi ekstrimisme berlangsung, dan  £7 juta telah dipotong dari  £ 140 juta anggaran.

Seorang juru bicara untuk program tersebut mengatakan bahwa hal itu adalah sebuah masalah yang "serius namun tidak menyebar luas."

Ia mengatakan: "Pemerintah dan polisi terus bekerjasama dengan universitas dan kelompok mahasiswa untuk membantu mereka mengatur resiko tersebut. Kami baru-baru ini meninjau ulang program Pencegahan sehingga program tersebut mengatasi ekstrimisme dengan lebih efektif."

Sementara Sadia mungkin dapat menemukan sebuah jalan keluar, ia merasa sangat takut akan yang lain. Ia mengatakans: "Saya pikir jika masalah tersebut diabaikan, Inggris akan dapat melihat pengebom bunuh diri wanitanya."

Universitas-universitas Inggris, yang mewakili sejumlah besar tempat-tempat pendidikan yang lebih tinggi, mengatakan bahwa baru-baru ini melihat masalah tersebut di dalam berdirinya masalah tersebut. Program tersebut berencana untuk menyediakan panduan dalam mengatasi masalah tersebut dalam tahun-tahun berikutnya. (ppt/bbc) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version