View Full Version
Selasa, 17 Aug 2010

Bulan Ramadhan, Momen Bagi Para Mafia Penghisap Keuntungan

KAIRO (Berita SuaraMedia) – Para pedagang oportunis telah dipersalahkan karena melambungkan harga-harga makanan di seluruh Timur Tengah yang telah menambahkan sebuah beban finansial pada keluarga-keluarga yang menjalani bulan suci Ramadhan.

"Setiap tahun ini adalah cerita yang sama," Abeer Salem mengeluh, seorang duda Mesir yang membesarkan dua anak. "Para pedagang mengetahui bahwa kami memiliki sebuah kewajiban untuk memberi nafkah keluarga kami dan para duafa sepanjang Ramadhan. Mereka mengeksploitasi hal ini dengan menaikkan harga-harga makanan."

Inflasi makanan adalah bagian Ramadhan yang sama banyaknya dengan tradisi berkumpul umat Muslim dengan keluarganya dan teman-temannya untuk berbagi iftar, makanan yang meandai akhir dari puasa sehari-hari. Konsumsi jenis makanan tertentu, terutama daging, meningkat sepanjang bulan tersebut karena para keluarga menghabiskan lebih banyak waktu di rumah.

Para kelompok konsumen telah menghadapi sebuah peningkatan yang tajam dalam harga-harga grosir sejak awal Ramadhan Rabu lalu meskipun pemerintah berjanji akan mematok batas maksimum harga-harga makanan dan memantau para penjual eceran. Di Abu Dhabi, harga-harga pasar dari buah-buahan dan sayur-sayuran dikabarkan telah melonjak 25 persen dalam satu minggu. Para konsumen Libanon telah mengeluhkan kenaikan harga dengan cepat pada daging dan sayur-sayuran.

Selain itu kenaikan tersebut telah meningkatkan inflasi makanan di seluruh daerah tersebut. Di Mesir, harga-harga eceran dari komoditi pokok seperti gula, beras dan telur meroket hingga 43 persen selama beberapa tahun terakhir. Biaya yang menanjak dalam memberi nafkah sebuah keluarga telah menyebabkan beberapa pedagang eceran mempermudah pembelian grosir dengan skema keuangan ketika menyimpan kendaraan dan barang alat rumah tangga.

"Belilah makanan Ramadhan Anda sekarang dan bayarlah dengan cicilan selama empat bulan ke depan," sebuah tanda di sebuah supermarket Kairo.

Di Yaman, di mana 40 persen dari jumlah penduduk yang tinggal di bawah garis kemiskinan, inflasi makanan musiman  memberikan beban yang berat pada keluarga yang terikat dengan uang. Menurut sebuah poling yang diadaan tahun lalu oleh Pusat Studi dan Media Ekonomi, pengeluaran rumah tangga meningkat 35 persen selama bulan Ramadhan. Hampir 30 persen dari keluarga di Yaman dikabarkan meminjam uang untuk menutupi pengeluaran tambahan , sementara 15 persen menjual properti pribadi untuk menambah uang, ungkap studi tersebut.

Pejabat pemerintah telah menuding para penjual menimbun pasokan makanan selama satu minggu ke depan di bulan Ramadhan untuk menciptakan defisiensi palsu yang melambungkan harga-harga. Para penjual berganti menyalahkan para konsumen, mengklaim bahwa peningkatan musiman pada konsumsi makanan tersebut akibat dari defisiensi pasokan yang menyebabkan harga-harga meningkat.

Ekonom Yordania Yusuf Mansour menyangkal penjelasan tersebut. Ia berpendapat bahwa pasokan standar dan paradigma permintaan tidak dapat diterapkan di negara-negara Timur Tengah karena mereka mengimpor dalam jumlah besar makanan mereka.

"Para importir bukan penghasil barang; mereka tidak memiliki kapasitas yang mepersempit sehingga mereka dapat mengimpor kuantitas apapun yang mereka inginkan dari pasokan dunia dalam satu harga," ia mengatakan. "Jika apapun, dengan kuantitas yang ditingkatkan, biaya seharusnya menurun, dan dalam sebuah pasar persaingan penghematan biaya tersebut akan dibebankan pada pembeli."

Menurut Mansour, masalah yang mendasar ada dua: Impor makanan dikendalikan oleh sejumlah pejabat yang ditunjuk dan pengusaha yang berkuasa yang terlibat di dalamnya dalam "sikap seperti kartel," sementara para pedagang grosir di lingkungan tersebut memberikan biaya tambahan kepada para konsumen sebuah harga premium untuk menyesuaikannya.

"Ada bukti kuat dari kolusi di kedua akhir rantai pasokan," ia mengatakan kepada kantor berita IPS. "Para importir di tingkat atas bertemu tuntuk mencocokkan harga-harga atau secara diam-diam setuju untuk tidak bersaing, sementara pada dasar dari akhir toko-toko kecil bertindak sebagai monopoli lokal."

Pemerintah Arab dalam beberapa tahun ini telah menggunakan bermacam-macam kendali pasar dan tindakan pengawasan dalam sebuah upaya untuk menetralkan inflasi makanan Ramadhan. Pihak otoritas telah menggerakkan perusahaan makanan yang dijalankan pemerintah untuk memasok perusahaan dan supermarket, dan memaksakan patokan batas maksimum sementara pada produk makanan tertentu.

Qatar mengumumkan pada Juli bahwa pihaknya akan memaksakan sebuah harga beku pada 160 makanan pokok dan barang-barang non-makanan dari 25 Juli sampai akhir Ramadhan pada 11 September. Kabinet Yordania telah memberikan sebuah batas maksimum harga pada barang-barang yang harganya cenderung meningkat di bulan Ramadhan. Mesir mengumumkan harga-harga "resmi" untuk komoditi pokok.

Disamping upaya-upaya tersebut, para analis mengatakan kendali pasar telah menurunkan pengharapan yang pendek. Para penjual makanan mengantisipasi tindakan pemerintah telah meningkatkan harga-harga terlebih dahulu beberapa bulan ke depan menuju Ramadhan untuk mengunci penangguhan dengan bebas hukum.

"Para pemasok kami selalu memberikan kenaikan harga-harga kali ini sehingga kami dipaksa untuk menaikkan harga kami juga," Ali Ibrahim, pedagang grosir Kairo, mengatakan, mempertahankan peningkatan harga pasar di tokonya pada kebutuhan pokok Ramadhan seperti beras, pasta dan susu.

Mansour berpendapat bahwa pemerintah Timur Tengah baik politik ataupun sumber dayanya akan memotong praktik-praktik monopoli.

"Pada puncak akhir dari rantai pasokan adalah para importir besar dari keluarga besar dengan banyak uang," ia mengatakan. "Para birokrat, yang biasanya adalah para pejabat yang tidak terpilih, takut mengecewakan orang-orang berpengaruh tersebut, yang dapat membawa pesan pada penguasa. Sementara itu, pada akhir yang lebih rendah, masalahnya adalah begitu besar dan para pegawai pemerintah begitu disepelekan bahwa mereka dengan mudah disuap."

Tidak adanya alat pengatur yang efektif telah memberikan para penjual sebuah kebebasan sepenuhnya untuk mengeruk keuntungan dari konsumen, Mansour mengatakan. pengambilan keuntungan yang besar diharapkan berlanjut selama Ramadhan dan Idul Fitri.

"Saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan ketika Idul Fitri tiba," Refaat Abdel Moneim, seorang tukang cukup mengatakan. "Ramadhan baru saja dimulai dan saya telah mempunyai hutang." (ppt/ips) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version