JAKARTA (Berita SuaraMedia) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadikan keprihatinan purnawirawan TNI/Polri yang tergabung dalam Forum Komunikasi Purnawirawan TNI/Polri (Foko) sebagai bahan renungan.
"Ini patut kita renungkan, memang masalah-masalah mendasar di negeri ini belum mendapat arah yang jelas kerangka penyelesaiannya," ujar Ketua Fraksi PKS Mustafa Kamal.
Namun demikian, Ketua DPP PKS bidang Politik, Pemerintahan, Hukum dan Keamanan ini menilai, pemerintahan SBY-Boediono masih mampu menunjukkan kelebihan dalam menjalani masa jabatannya.
"Jangan pula kita lupa bersyukur atas capaian demokrasi, stabilitas ekonomi dan politik, dan budaya masyarakat yang kian religius, meski masih parsial," ungkapnya.
Menurutnya, upaya terpenting saat ini adalah mengawal proses transisi reformasi dan regenerasi dengan mulus dan damai. "Jangan justru memanas-manasi situasi yang sebenarnya masih kondusif untuk perubahan yang inkonstitusional," ucap Mustafa.
"Belajar dari sejarah, jangan siklus Ken Arokisme kembali muncul. Ongkos politiknya terlalu besar, menguras energi bangsa," sambungnya.
Lebih lanjut, Mustafa mengemukakan, dibutuhkan reformasi parlemen dan keinsyafan eksekutif untuk tidak menyalahgunakan wewenang. Bukan hanya itu, diperlukan pula sikap profesionalitas sebagai pelayan publik. "Jadi bukan justru mengakali keadaan," katanya.
Mustafa mengatakan masalah yang menjadi perhatian saat ini adalah mulai bergesernya hak legislasi dan hak budget Dewan di Senayan ke tangan pemerintah. "Ada kecenderungan lebih berat ke eksekutif. Jadi tidak perlu sampai ke MPR, apalagi ke sidang istimewa," katanya.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Santoso menyatakan, pihaknya siap meminjamkan persenjataan individu pada petugas instansi lain yang mengamankan wilayah laut nasional.
"Jika TNI diminta bantuannya untuk meminjamkan senjata dan melatih penggunannya, kami siap," kata Djoko Santoso, usai meresmikan Komite Olahraga Militer Indonesia di Jakarta, Kamis.
Djoko menekankan, selain meminjamkan dan memberikan pelatihan penggunaannya, pihaknya juga akan mengawasi ketat penggunaan senjata yang dipinjamkan.
"Saat ini sudah ada yang diberikan pinjaman seperti senjata individu kaliber 12,7 mm milik TNI Angkatan Laut kepada petugas patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama Kasal Laksamana TNI Agus Suhartono mengatakan, pihaknya telah meminjamkan sejumlah senjata personel kepada petugas instansi lain untuk patroli laut.
"Untuk persenjataan bagi KKP ya kita sudah pinjamkan kepada beberapa personel KKP dan KPLP. "Yang jelas, tidak semua instansi yang terkait pengamanan laut dipinjami senjata," katanya.
Agus menjelaskan, senjata tidak mungkin dipinjamkan untuk instansi yang kapal patrolinya di bawah 20 m, minimal 60 m.
"Syarat lain, kapal harus dikomandani oleh seseorang yang memiliki kewenangan untuk penggunaan senjata sehingga bisa mempertanggungjawabkan penggunaan, pemeliharaan dan perawatannya," ujarnya.
Jika tidak diatur seperti itu, maka seandainya terjadi sesuatu akan menjadi tanggung jawab TNI Angkatan Laut. "Kita hindari itu," kata Agus.
Sementara itu, Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri (Foko) menyampaikan keprihatinan atas perjalanan bangsa Indonesia yang dinilai telah salah arah dan harus segera diluruskan kembali atas inisiatif Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Saat beraudiensi dengan Ketua MPR Taufiq Kiemas di Gedung MPR/DPR di Jakarta, pengurus Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat, Kiki Syahnakri, yang turut tergabung dalam forum tersebut mengungkapkan bahwa bangsa Indonesia ternyata sudah melupakan tujuannya menggapai kemerdekaan.
"Individualisme dan liberalisme yang memuja pasar bebas, tetapi diadopsi bangsa ini hanya akan melahirkan hukum rimba. Individualisme seperti itu tidak akan pernah membawa rakyat pada cita-cita keadilan sosial sesuai dengan sila dalam Pancasila," ujar Kiki.
Sepanjang 65 tahun Indonesia merdeka, rakyat ternyata belum menikmati arti merdeka karena banyak di antara mereka yang semakin menderita dan miskin. Negeri yang kaya raya ini ternyata tidak mampu mensejahterakan rakyatnya dan sebaliknya justru menjadi keroyokan bangsa lainnya.
Karenanya, Kiki menambahkan, bangsa ini harus merevisi berbagai undang-undang yang banyak memihak kepentingan asing, seperti UU tentang Penanaman Modal, serta lakukan tinjau ulang atas hasil-hasil amandemen UUD 1945.
Hal senada dikemukakan anggota forum lainnya, Soebijakto Tjakrawerdaya. Ia menyesalkan kondisi perekonomian bangsa Indonesia saat ini yang segala sesuatunya diserahkan kepada pasar. "Dalam kondisi seperti ini maka yang akan diuntungkan adalah orang per orang dan bukan seluruh rakyat," ujarnya.
Dikemukakannya pula bahwa kesejahteraan sosial rakyat yang didengung-dengungkan belum terwujud sama sekali dan bahkan Indonesia terancam gagal mencapai target MDG`s bersama dengan negara-negara miskin dunia lainnya.
Mantan Wapres Try Sutrisno yang turut hadir dalam acara itu menambahkan, Indonesia sebenarnya memiliki potensi menjadi bangsa besar di dunia dengan idiologi Pancasila-nya setelah dua idiologi besar, komunisme dan liberalisme, ternyata gagal.
"Kita bisa muncul menjadi negara besar dengan idiologi Pancasila ini tetapi dengan catatan harus dilakukan dulu pembenahan internal bangsa ini," ujarnya.
Menurut dia, segenap elemen bangsa Indonesia harus berkonsolidasi diantaranya dengan menelaah kembali amandemen konstitusi yang pernah dilakukannya.
Dikemukakannya pula bahwa generasi tua tidak menolak dilakukannya amandemen terhadap konstitusi karena hidup itu sendiri adalah satu perubahan. Namun, ia menambahkan, perubahan atas konstitusi harus dilakukan dengan tertib, berdasarkan kajian yang mendalam dan komprehensif serta pada waktu yang tepat.
"Jadi amandemen itu adalah satu keniscayaan dan harap dicatat bahwa kami-kami ini tidak anti terhadap amandemen," ujarnya.
Menanggapi aspirasi itu, Ketua MPR Taufiq Kiemas mengatakan bahwa kegelisahan kalangan purnawirawan TNI itu juga menjadi kepedulian pimpinan MPR saat ini. "Semua keprihatinan yang disampaikan tersebut juga sama kita rasakan dan karenanya MPR berupaya menggelorakan empat pilar bangsa ke sebanyak mungkin rakyat," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Taufiq menyatakan tidak sependapat apabila pemerintahan saat ini dituding neolib karena masih ada elemen-elemen subsidi untuk rakyat yang masuk dalam anggaran negara.
"Pemerintah tidak juga neolib, buktinya masih ada subsidi Rp100-an triliun untuk rakyat. Hanya saja kita harus terus mendorong pemerintah agar lebih berani lagi," demikian Taufiq Kiemas.
Forum Komunikasi Purnawirawan TNI-Polri itu terdiri dari sejumlah organisasi, diantaranya, Dewan Harian Nasional `45, Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri), Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD), Paguyuban Mantan Anggota DPR (Padmanagri), Legiun Veteran RI (LVRI), Barisan Nasional dan Gerakan Jalan Lurus. (fn/km/a2nt) www.suaramedia.com