View Full Version
Senin, 30 Aug 2010

Makna Menjadi Muslim di Daratan Kuba

HAVANA (Berita SuaraMedia) – Selama bulan suci Ramadhan, Muslim in 2010, serial empat minggu CNN International tentang Islam, melihat apa artinya menjadi seorang Muslim di abad 21. Muslim in 2010 bepergian ke seluruh dunia untuk menangkap perdebatan dan isu serta memprofil kaum Muslim yang memeluk agama mereka di tahun 2010.

Setiap hari Jumat, Pedro Lazo Torres menyingkirkan furnitur dari apartemen lantai duanya di lingkungan suburban Havana dan membentangkan karpet di lantai dan balkon. Bagi Muslim Havana, dia adalah Imam Yahya, dan rumah yang dia tinggali bersama istri dan dua anaknya yang telah dewasa, adalah tempat ibadah mereka. "Kau bisa Muslim China, Kuba, atau Rusia dan hukumnya tetap sama bagi setiap orang," ujar Yahya. "Kebudayaannya boleh berbeda, tapi seseorang yang memeluk Islam harus menerima apa yang diperintahkan oleh Allah, sesederhana itu."

Terdapat sekitar 1,500 Muslim di Kuba tapi tidak ada Masjid. Itulah kenapa, disetiap akhir pekan, Yahya menyambut orang-orang untuk sholat Jumat. Para wanita masuk ke dalam, duduk di lantai ruang tamu, sementara para prianya cenderung untuk berlutut di balkon. Kebanyakan Muslim di Kuba adalah mahasiswa asing dari negara-negara seperti Pakistan dan Indonesia. Tiga mahasiswa kedokteran dari Guyana juga ada di antara mereka yang berkumpul di rumah Yahya untuk sholat Jumat.

Kuba secara tradisional adalah Katolik tapi banyak yang tidak aktif mempraktikkan agamanya, dan lainnya menganut keyakinan Afro-Karibia seperti Santeria.

Yahya diperkenalkan ke Islam oleh seorang mahasiswa pertukaran dan berpindah agama sepuluh tahun lalu.

Rakyat Kuba pada dasarnya sangat toleran terhadap berbagai agama, ujar Yahya. Tapi kaum Muslim kadang mengalami sejumlah prasangka seperti yang ada di negara-negara lain. "Kadang bahkan sesama teman pun menyebut 'teroris' dengan bercanda," ujar Yahya.

Muslim Kuba juga menghadapi sejumlah tantangan. Babi, misalnya, adalah daging paling populer di sana. "Masalahnya, babi adalah sangat menarik," ujar Yahya. "Seperti halnya semua benda yang buruk."

Kaum Muslim di negara itu mengatakan bahwa mereka harus fleksibel. Sebelum sholat Jumat, mereka berwudhu di kamar mandi Yahya. Tapi aliran airnya sering mati di Havana dan para jamaah harus memakai air dari ember yang diisi dari shower untuk keadaan darurat semacam itu.

Noalia Gladys Carmen Perez, seorang wanita Muslim berjilbab, mengatakan bahwa dia dan orang dewasa lainnya telah mengalami sejumlah penentangan terhadap keyakinan mereka.

"Saya menerima reaksi yang baik, orang-orang yang menyapamu dengan hormat, dan orang-orang yang tidak menyukainya," ujarnya. "Mereka akan berkata, 'Pasti sangat panas,' dan komentar-komentar seperti itu sebagai bentuk kritik."

Jilbab tidak pernah menjadi masalah di sekolah, sebagian karena Islam relatif baru di negara itu. Namun, hanya sedikit yang bisa menunaikan sholat di tempat kerja, baik karena jadwal mereka atau norma sosial yang tidak mengijinkannya.

Banyak yang juga merasa sulit untuk mengadopsi beberapa kebiasaan Muslim di negara dengan iklim sentuhan. Di Kuba, pria dan wanita biasa saling menyapa dengan sebuah kecupan.

Ibrahim Kinsan, seorang terapis fisik, mengatakan sebagian besar rekan kerjanya adalah kaum wanita. "Sekarang saya sudah masuk Islam, tapi saya tidak bisa langsung berubah menjadi orang asing," ujarnya. "Kebanyakan dari mereka menyapa saya dengan kecupan dan tradisi itu tidak akan hilang."

Banyak negara Muslim yang telah menawarkan sumbangan uang untuk sebuah Masjid, tapi Yahya menginginkan sikap baik itu datang dari pemerintah Kuba. (rin/mmn) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version