DUBAI (Berita SuaraMedia) – Imam yang memimpin rencana pembangunan pusat Islam di dekat lokasi serangan 11 September di New York mengatakan bahwa perjuangannya bukan sekedar "sebuah bangunan" dan bisa membentuk masa depan hubungan kaum Muslim di Amerika.
"Perselisihan ini telah melampaui sebuah bangunan dan meluas ke Islam di Amerika dan apa artinya bagi Amerika," ujar Imam Feisal Abdul Rauf pada sekelompok profesor dan peneliti kebijakan di Dubai.
Rauf mengatakan bahwa tantangan keras terhadap rencana Masjid dan pusat komunitas di Lower Manhattan bisa membuat banyak Muslim mempertanyakan tempat mereka di dalam kehidupan politik dan sipil Amerika.
Tapi dia menghindari pertanyaan tentang apakah memungkinkan untuk memilih lokasi alternatif. Alih-alih, dia menekankan perlunya memeluk kebebasan beragama dan politik di AS.
"Saya senang menjadi orang Amerika," ujar Rauf di hadapan 200 orang di lembaga pemikir Dubai School of Government.
Itu adalah kemunculan publik terbarunya selama kunjungan selama 15 hari ke Teluk yang diniatkan untuk mempromosikan toleransi agama. Kunjungan itu disponsori oleh Departemen Luar Negeri.
Deplu mengatakan bahwa Rauf kembali ke AS lebih awal pada hari Rabu.
Rauf mengatakan menjadi lebih dekat dengan Islam setelah pindah ke Amerika, di mana dia memiliki pilihan untuk mengikuti agamanya atau terseret arus.
"Seperti banyak saudara Muslim kami, kami menemukan keyakinan kami di Amerika," ujarnya.
Dalam kunjungannya ke Timur Tengah, Rauf umumnya menghindari pertanyaan tentang serangan balasan terhadap lokasi pusat Islam di dua blok dari bekas lokasi menara World Trade Center.
Tapi dalam sebuah wawancara yang dipublikasikan pada hari Senin (30/8) oleh koran The National yang berbasis di Abu Dhabi, dia mengaitkan protes-protes itu dengan pemilu AS di bulan November. Banyak kaum konservatif yang bergabung dengan penentangan terhadap pusat Islam tersebut.
"Penting untuk mengalihkan diskusi dari diskusi politik identitas," ujarnya. "Kita harus meningkatkan wacana karena ada yang lain yang mengikat kita dalam hal tanggung jawab bersama."
Jajak pendapat Universitas Quinnipiac yang dirilis pada hari Selasa (31/8) menunjukkan bahwa 71% warga New York menginginkan pengembang untuk secara sukarela memindahkan proyek itu. Persentase serupa juga mengatakan bahwa mereka ingin jaksa agung negara bagian untuk menyelidiki sumber pendanaan proyek tersebut.
Walikota Michael Bloomberg mengatakan sebuah investigasi akan menjadi preseden yang buruk.
"Kita tidak mau mereka menyelidiki donasi ke organisasi keagamaan dan tidak ada alasan bagi pemerintah untuk melakukannya," ujar Bloomberg.
Dia juga mengecilkan fakta bahwa pengembang bangunan di mana pusat Islam itu akan berdiri berhutang pajak properti sebesar 200,000 dolar. "Mereka akan diperlakukan seperti orang lain pada umumnya. Kami menegakkan hukum atas setiap orang dan kami melindungi setiap orang. Dan jika mereka berhutang pajak maka mereka harus membayarnya. "
Pihak pengembang mengatakan sedang bernegosiasi dengan pemerintah kota untuk melunasi hutang pajaknya.
Penentang pusat Islam itu menggunakan pertanyaan tentang pendanaan proyek untuk menimbulkan kekhawatiran bahwa uangnya akan berasal dari ekstrimis luar negeri atau sumber-sumber anti-Amerika.
Anggota kongres dari Partai Republik, Peter King, tidak sependapat dengan walikota Bloomberg. Dia mengatakan bahwa pertanyaan tentang pendanaan adalah hal yang mendasar untuk menilai pendukung proyek pusat Islam tersebut.
"Sejumlah plot teror berasal dari Masjid," ujarnya, mengutip pengeboman World Trade Center tahun 1993 sebagai contoh.
King mengatakan akan menyerukan agar gereja dan sinagog menjalani penyelidikan yang sama atas keuangan mereka jika ada bukti bahwa plot teroris berasal dari kedua rumah ibadah itu.
Pengembang proyek pusat Islam telah berjanji akan menyewa konsultan keamanan untuk meninjau calon kontributor. (rin/yh) www.suaramedia.com