View Full Version
Senin, 27 Sep 2010

Waktunya Berhenti Asingkan Muslim

NEW YORK (Berita SuaraMedia) - Dalam artikel Laurie Goodstein, "Muslim Amerika Bertanya, Akankah Kami Terlibat?" dimaksudkan sebagai bacaan simpatis atas perhatian komunitas Muslim Amerika yang menghadapi tingkat kebencian dan ketakutan yang meningkat.

Sementara umumnya ditulis dengan penuh wawasan dan pantas, artikel itu juga menekankan kesalahpahaman utama yang menjadi teka-teki perdebatan aneh yang meletakkan Muslim Amerika melawan pemerintah, arus media dan kebanyakan publik.

Inilah bagaimana Goodstein meletakkan dasar diskusinya: "Selama sembilan tahun setelah serangan 11 September, banyak Muslim Amerika membuat usaha bersama untuk membangun hubungan dengan non-Muslim, untuk memperjelas bahwa mereka membenci terorisme, untuk mendidik orang tentang Islam dan untuk berpartisipasi dalam proyek layanan antaragama. Mereka puas dalam pengamatan banyak ahli bahwa Muslim di Amerika lebih sukses dan berbaur dibanding Muslim di Eropa." (New York Times, 5 September 2010).

Pendapat ini bukan milik Goodstein saja, tapi diulang oleh banyak orang di media, publik umum dan bahkan diantara Muslim Amerika itu sendiri. Sindiran tentang konteks di atas itu menyesatkan, dan kerangka waktunya selektif.

Memang benar, ini sangat bergantung pada siapa yana Anda tanyai, tapi tampaknya ada lebih dari satu kerangka waktu dalam narasi ini. Interpretasi yang umum menggambarkan konflik sebagai permulaan dengan bom mengerikan tanggal 11 September 2001. Semua hal yang terjadi setelah itu menjadi pembenaran dengan klaim bahwa 'Muslim' yang memulai ini. 'Muslim' yang sama ini, menurut beberapa orang, memelintir pisaunya dengan menginginkan untuk membangun Masjid tidak jauh dari Ground Zero, dan mereka harus dihentikan. Media menghembuskan api atas ketakutan ini, sementara ada fanatik yang haus perhatian dan tidak dikenal mengajukan akan membakar kitab suci umat Islam.

Politikus sayap kanan lirik maju ke depan, komentator media yang berapi-api menggila dengan banyak spekulasi, dan publik menjadi semakin takut dengan apa yang mungkin dilakukan Muslim. Bahkan yang pantas diantara seluruh kelompok ini menyarankan Muslim untuk pada dasarnya berusaha membuat diri mereka lebih disukai, untuk berbaur dan menempatkan diri dengan lebih baik.

Kerangka waktu dan logika mungkin ada dimana-mana dalam masyarakat saat ini di Amerika Serikat, tapi banyak orang di pinggiran tertarik untuk menantang hal ini. Lebih lagi, lewat negara mayoritas Muslim, kenyataannya di banyak bagian di dunia, serangan 11 September 2001 adalah satu pos, betapapun mengerikannya, diantara banyak episode berdarah yang mendefinisikan hubungan antara Muslim dan Amerika Serikat. Sekali lagi, ini semua tergantung pada siapa yang Anda tanyai. Seorang warga Irak mungkin meletakkan asal permusuhan itu dengan perang Irak tahun 1990-1991, dan sanksi mematikan diberikan setelahnya, mengambil nyawa jutaan warga sipil dalam dekade berikutnya. Beberapa Muslim mungkin mengutip kehadiran militer Amerika di tanah suci Muslim, atau intervensi mereka dalam urusan negara Muslim. Mereka mungkin juga menunjuk pada dukungan keji dan rezim brutal  pemerintah Amerika di seluruh dunia.

Tapi mayoritas luas, sementara mereka mengakui semua hal ini, akan merujuk pada asal segala permusuhan - sebelum Saddam Hussein ada dalam peta politik Arab, dan sebelum Osama bin Laden memimpin perlawanan di Afghanistan, dengan dukungan langsung dari Amerika untuk mengalahkan Soviet. Tragedi di Palestina lah yang terus menyakitkan Muslim dimanapun, terlepas dari latar belakang mereka, politik ataupun lokasi geografis. Mereka tahu bahwa tanpa dukungan Amerika, Israel tidak akan punya pilihan lain kecuali memperluas tangannya kemanapun tawaran damai menikmati konsensus internasional.

Juga benar, kerangka waktu bisa jadi selektif, tapi empati memerlukan seseorang untuk memahami perspektif orang lain dan bukan hanya dirinya sendiri.

Pendeta Florida dalam misinya untuk membakar Al-Qur'an perlu melihat lewat prasangka buruknya sendiri. Komentator media perlu berhenti mengesampingkan Muslim, dan menyadari bahwa tidak ada hal semacam pemerintahan Muslim di Amerika. Tidak ada kebenaran pada ide bahwa semua Muslm memegang nilai agama yan gsama dan aspirasi politik yang dalam keanehan konstan dengan 'nilai Amerika', dan yang perlu diamandemen untuk membuat perdamaian dengan lingkungan 'baru'.

Tidak perlu dikatakan, pembahasan tentang 'asimilasi' itu menyesatkan. Muslim telah tinggal di Amerika Serikat selama beberapa generasi dan telah menjadi bagian penting kehidupan Amerika. Jutaan Muslim Amerika juga adalah Afrika Amerika. Apakah mereka juga harus berasimilasi? Dan jika tidak, haruskah kita memisahkan Muslim Amerika menjadi satu kelompok berdasarkan latar belakang etnik, warna kulit, atau beberapa kriteria lain?

Seseorang tidak bisa begitu saja menawarkan resep sederhana dengan meminta publik umum untuk mengadopsi kepercayaan ini atau menyingkirkan yang lain. Opini publik diformulasikan lewat proses kompleks dimana media menjadi pemain utama. Bagaimanapun, penting bagi seseorang untuk ingat bahwa sejarahh itu lebih mencakup dan tidak bisa menyandra diktat dan prioritas kita. Pemahaman selektif seperti ini tentu akan menghasilkan pemahaman sempit tentang dunia dan masa depan yang akan dibagi bersama, dan demikian adalah rangkaian tindakan menyesatkan.

Maka dikatakan, Muslim tidak boleh jatuh dalam perangkap menjadi korban, dan mulai memisahkan dunia menjadi baik dan buruk, Barat dan Muslim, dan seterusnya. Bagaimana bisa seseorang membuat klaim yang menyamaratakan demikian dan masih kritis tentang ide 'perpecahan peradaban'? Ini mengingatkan bahwa banyak warga Amerika yang memiliki persepsi negatif tentang Muslim yang tidak termotivasi oleh keyakinan ideologis atau kefanatikan agama. Kebanyakan pendeta Amerika bukan pendeta pembakar Al-Qur'an yang penuh benci, dan tidak semua cendekiawan media adalah Bill O'Reilly.

Tidak ada pertanyaan bahwa konflik masih sebagian besar berbau politik. Miskonsepsi dan kesalahanpahaman, yang dimanipulasi oleh politisi sakit, kelompok media dan diperkuat oleh kekerasan dan perang tidak akan selesai dalam semalam. Bagaimanapun, ratusan dialog antaragama dan konferensi tidak akan mengubah banyak selama tentara Amerika terus berkeliaran di negara-negara Muslim, mendukung Israel dan melindungi pemimpin korup. Mengurangi persoalan dengan mengesampingkan komunitas Muslm di negara ini dan kemudian menyeru pada komunitas yang ketakutan dan terfragmentasi 'untuk membuat lebih banyak usaha' itu tidak adil dan sia-sia saja. (raz/bnn) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version