MUMBAI (Berita SuaraMedia) - Pada akhirnya, putusan pengadilan atas sengketa Ayodhya agama tidak memicu reaksi yang sangat ditakuti. Tetapi dalam rumah tangga Masroor Sheikh, itu menyebabkan dampak kesenjangan generasi yang mendalam.
Beberapa jam setelah pengadilan India pada hari Kamis atas masalah sektarian terbesar di negara itu, Intikhab Sheikh, 34, mengatakan putusan tersebut demi "kepentingan bangsa" dan sudah waktunya untuk melangkah maju.
Reaksi Ayahnya sangat jauh berbeda.
Sementara presenter berita televisi mulai membahas keputusan itu, Masroor Sheikh yang kini telah berusia 60 tahun menyadari bahwa ia tidak bisa bergerak maju.
Sebaliknya, ia memiliki satu kenangan mengerikan pada Januari 1993, ketika pengusaha Muslim yang berbasis di Mumbai "kehilangan segalanya" pada saat massa Hindu yang marah membakar rumahnya dalam salah satu perpecahan komunal brutal dalam sengketa Ayodhya.
Pada saat berita TV menawarkan pendapat masing-masing para pakar terhadap putusan tersebut, Sheikh Masroor memiliki penilaian sendiri. "Keadilan belum ditegakkan," ia berkata kepada Kantor Berita FRANCE 24 dalam sebuah wawancara telepon dari Mumbai. "Penghakiman macam apa ini?" Ia bertanya dalam bahasa Urdu asli. "Saya kehilangan segalanya. Sekarang, bahkan semangat saya telah runtuh."
Satu hari setelah pengadilan memutuskan bahwa sebuah situs religius yang diperebutkan di kota Ayodhya, India utara harus dibagi antara Hindu dan Muslim, surat kabar India menggemborkan tanggapan atas keputusan itu.
Menteri dalam Negri India P. Chidambaram memuji respon"bermartabat" negara itu terhadap putusan tersebut dan analis menganggapnya sebagai tanda kematangan nasional.
Putusan hari Kamis itu dipandang sebagai ujian kredensial sekuler India dan komitmennya untuk melindungi hak-hak minoritas.
Tetapi sementara beberapa ahli melihat keputusan dan respon itu sebagai tanda kematangan politik di negara itu, banyak Muslim India - dan sejumlah warga sekuler non-Muslim - percaya bahwa sementara vonis tersebut menciptakan perdamaian, itu gagal untuk memberikan keadilan.
"Kami menghormati putusan tersebut, tapi menurut saya, itu adalah vonis dengan arah yang salah," kata Burhanuddin Qasmi, seorang tokoh masyarakat muslim terkemuka dan direktur Pusat Pendidikan dan Penelitian Ma'arif Markazul yang berbasis di Mumbai.
"Pengadilan telah melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan."
Dilihat dengan cara apapun, masyarakat mayoritas Hindu berada di atas. Pembagian ini memberikan Muslim sepertiga dari situs, dengan Hindu mendapatkan bagian mayoritas, yang meliputi bagian pusat yang paling diperebutkan dari situs yang disengketakan tersebut.
Masjid Babri sudah diruntuhkan pada tahun 1992 oleh kelompok garis keras Hindu yang mengklaim Masjid ini dibangun di atas reruntuhan sebuah kuil yang menandai tempat kelahiran dari dewa Hindu Ram.
Pada hari Kamis, pengadilan memutuskan bahwa tidak satupun dari tiga pihak dalam kasus ini memiliki kepemilikan yang jelas pada tanah tersebut, yang harus dibagi, memberikan dua pertiga bagian untuk Hindu dan Muslim mendapatkan sepertiga dari situs.
Dalam sebuah wawancara dengan India NDTV, pengacara konstitusional Rajeev Dhawan mengatakan pengadilan telah lalai mengkonsumsi tanggung jawab utamanya.
"Jika Anda berusaha untuk membagi properti, Anda setidaknya pertama harus tahu siapa yang memilikinya," ujar Dhawan. "Penghakiman ini tampaknya menjadi penghakiman di mana pengadilan telah melakukan apa yang tidak seharusnya dilakukan dan berkata, 'Kami tidak bisa menjawab pertanyaan ini, jadi kita harus membaginya tiga cara'."
Bereaksi terhadap putusan tersebut, kelompok sayap kanan Hindu telah berusaha keras untuk tidak terlalu menunjukan kegembiraan mereka. Namun, beberapa umat Hindu di kota-kota utara India yang tersebar menyalakan lampu, membagi permen dan menyalakan petasan untuk merayakannya. Tapi puluhan ribu polisi berpatroli di jalan dan mencegah setiap pertemuan umum yang dapat mengobarkan ketegangan.
Dalam komunitas Muslim, respon untuk itu telah diredam. "Kami telah meminta untuk tenang di masjid-masjid dan semua pusat Muslim," kata Qasim. "Kami mengatakan kepada orang-orang kami untuk tetap tenang. Jika ada kekerasan, kita akan menjadi pecundang. "
Sementara minoritas yang terdiri dari sekitar 15 persen dari populasi nasional, Muslim menanggung beban kekerasan berdarah akibat masalah ini yang terpicu pada tahun 1990-an.
Tetapi para ahli mengeketahui bahwa negara terlah berjalan maju sejak itu, dengan kelompok-kelompok ekstremis Hindu telah semakin berkurang.
Para analis juga mengatakan bahwa generasi muda lebih tertarik pada kemajuan ekonomi daripada mengurusi masalah lama.
Intikhab Sheikh mengandalkan keadaan perkotaan yang baru.
Tujuh belas tahun setelah meninggalkan rumah keluarganya yang terbakar, mereka menghabiskan dua malam dilanda teror di lapangan terbuka tanpa air, makanan dan hubungannya dengan dunia luar, Sheikh telah pindah ke lingkungan Mumbai di mana mereka telah membangun kehidupan baru.
Intikhab kini mengelola sebuah agen perjalanan dan telah menempatkan masa lalu mengerikannya di belakang.
"Terlalu banyak nyawa yang telah hilang," katanyaa kepada FRANCE 24. "Kita harus bergerak maju. Isu-isu yang relevan pada tahun 1992, 1993 tidak begitu penting sekarang."
Dia telah menerima vonis pada hari Kamis oti bukan karena dia percaya itu wajar, tetapi karena ia menganggap itu suatu kompromi yang bisa menjaga perdamaian.
"Terus terang, bahkan jika putusan benar-benar disukai kaum muslimin, pemerintah mana yang memiliki kekuatan untuk menghapus struktur candi yang telah didirikan di sana?" tanyanya, merujuk ke situs Ayodhya. "Ini adalah penghakiman kompromi dan kita harus menerimanya karena kita hanya 15 persen dari populasi."
Ayah Intikhab tidak memandang hal itu seperti dia.
"Dia masih sangat muda waktu itu," kata Masroor Sheikh. "Tapi bagi saya, putusan ini telah membawa kembali semua kenangan yang mengerikan. Saya sedih, tapi saya masih memiliki kepercayaan dalam sistem peradilan. Namun apa yang saya takutkan, adalah jika Mahkamah Agung memberi keputusan yang mendukung kita. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita. " (iw/f24) www.suaramedia.com