View Full Version
Sabtu, 09 Oct 2010

Cahaya Monotheisme Islam Satukan Semua Agama

TEHERAN (Berita SuaraMedia) – Keseragaman semua agama Ilahi dilihat sebagai aspek mendalam dari konsepsi monotheisme Islam.

Saya mengingat ketika saya adalah seorang remaja mengikuti ayat-ayat dari Al-Qur'an yang sering dibacakan setelah sholat di Al-Anbiya, Masjid lokal kami. "Para Rasul mempercayai pada apa yang telah diungkapkan kepadanya dari Tuhannya dan (begitu juga) para penganut agama dan kitab suci-Nya dan para rasul-Nya – Kami tidak membeda-bedakan di antara para rasul-Nya – dan mereka mengatakan: kami mendengar, dan kami mematuhi. (Beri kami) Ampunan-Mu, Tuhanku. KepadaMu kami menyembah" (2:285).

Ayat ini, sama halnya dengan banyak ayat di dalam Al-Qur'an, menempatkan penekanan yang besar pada keseragaman dari semua Nabi dan Rasul Allah membimbing kita untuk percaya bahwa kita termasuk dalam satu komunitas besar agama yang memasukkan semua penganut agama di seluruh sejarah umat manusia.

Kemudian saya menyadari bahwa ini gagasan keseragaman dari semua agama Ilahi adalah sebuah aspek yang mendalam dari konsepsi monotheisme Islam. Islam seperti halnya agama Ibrahim yang lainnya, mengajarkan kita untuk percaya pada kesatuan Tuhan. Ia adalah satu-satunya Pencipta dan Ia satu-satunya Yang disembah.

Hal ini berarti bahwa tidak hanya alam semesta yang harus harmonis dan konsisten, namun juga wahyu Ilahi juga. Jika pesan Ilahi dikirim kepada umat manusia oleh satu dan hanya satu-satunya Tuhan, maka pesan-pesan ini pastilah identik dalam esensinya. Tentu saja, bergantung pada kondisi dan faktor yang bervariasi, beberapa rincian kemungkinan berubah, dan kedalaman dan panjangnya gagasan tersebut ditunjukkan dalam tulisan-tulisan kemungkinan berubah melalui pemahaman yang lebih baik oleh manusia. Dan betapa hebatnya menemukan, atas pemeriksaan yang teliti, bahwa esensi tersebut selalu satu dan memang sama!

Harus dicatatkan bahwa seruan untuk kesatuan wawasan tidak dibatasi pada sebuah kelompok Muslim. Al-Qur'an  mengundang semua penganut termasuk Kristen dan Yahudi, untuk menyatukan usaha mereka dan berkonsentrasi pada kesamaan dasar: "Mengatakan: Wahai orang-orang dari Kitab Suci! Datang pada sebuah perjanjian antara kami dan Anda: bahwa kita tidak akan menyembah selain Tuhan, dan bahwa kita akan menganggap tidak ada rekanan kepada Tuhan, dan bahwa tidak satupun dari kita yang akan menganggap yang lain untuk berada di sisi Tuhan" (3:64).

Salah satu dari arti yang terbaik dalam mencapai kesatuan ini adalah mengenal satu sama lain, untuk mengatasi prasangka-prasang buruk historis yang mencegah pemahaman objektif dari satu sama lain dan untuk membangun kesamaan. Seperti yang Khalifah Ali dari abad ke-7, sepupu dari Nabi Muhammad dan Khalifah semua Muslim, mengatakan, "Orang-orang adalah musuh dari apa yang mereka tidak ketahui."

Untuk semua penganut yang tulus, kegagalan menciptakan sebuah dialog murni dan konstruktif dengan orang-orang dari agama lain adalah sebuah cela makam yang ada dalam dunia yang saling terhubung, terlebih lagi menyadarkan. Kita semua harus mengambil semua tanggung jawab kita kepada anggota dari persaudaraan kepercayaan kita secara serius, terutama di tempat-tempat di mana kita adalah mayoritas  dan dapat menjadi proaktif dalam masalah ini terhadap persaudaraan minoitas kita.

Dengan menjangkau anggota dari keagamaan lainnya, terutama yang ada di antara mereka yang rentan, kita memiliki sebuah kesempatan untuk ambil bagian dalam nilai-nilai cinta dan keramahan yang sangat pusat pada keyakinan Ibrahim. Namun untuk melakukan hal itu, kita pertama kali harus memperluas sebuah undangan yang sederhana: "Bisakah kita bicara?"

Mohammad Ali Sholmali adalah Dekan dari Studi Pasca-Sarjana untuk Siswa Internasional di jamiat al-Zahra, univeristas Islam untuk para wanita Qom. Artikel ini adalah bagian dari sebuah rangkaian pada pimpinan spiritual dan dialog antar agama yang ditulis kantor Layanan Berita Common Ground. (ppt/meo) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version