TAJIKISTAN (Berita SuaraMedia) - Partai Renaissance Islam Tajikistan (IRP) mengatakan bahwa kebakaran yang menghancurkan pusat kebudayaan partai tersebut di Dushanbe – yang dikenal sebagai ‘Masjid wanita’ – bukan sebuah kecelakaan.
Bangunan yang terletak di samping kantor pusat partai dan ruang sholat utamanya itu hampir luluh lantak oleh api pada hari Sabtu (23/10).
Pusat keagamaan itu berfungsi sebagai satu-satunya Masjid di Tajikistan yang mengijinkan wanita melakukan sholat berjamaah dengan kaum pria.
Mahmadali Hayit, wakil ketua IRP, mengatakan bahwa bangunan itu sengaja dibakar. "Saya rasa ini adalah pembakaran dan dilakukan dengan sejenis bahan bakar," ujarnya. "Apinya dimulai dari bagian belakang gedung, yang tidak memiliki aliran listrik."
Pihak berwenang di Dushanbe mengatakan insiden itu tengah dalam penyidikan dan bahwa tidak ada yang jelas saat ini. Menteri Dalam Negeri Abdurahim Qahhorov mengunjungi lokasi kejadian untuk berbicara dengan para pemimpin partai dan menilai situasi.
Para pemimpin partai mengatakan bahwa insiden itu terjadi satu hari setelah pejabat dari Komite Urusan Agama berkunjung untuk mengatakan pada partai agar berhenti menggunakan bangunan tersebut untuk sholat.
"Saya melihat ada kaitan langsung antara kunjungan delegasi dan kebakaran ini," ujar Hayit seperti dikutip oleh website IRP.
Awal minggu ini, kantor pusat partai digerebek oleh agen penegak hukum. Mereka mengganggu jalannya sholat dan juga mengambil beberapa disket dan literatur yang dipajang untuk dijual.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Mahmadullo Asadulloev mengatakan IRP telah berulangkali diberitahu agar tidak menggunakan kantor pusatnya untuk sholat dan untuk menjual CD relijius.
"Penggerebekan itu dilakukan tahun lalu. Tapi sekarang kembali dilakukan," ujar Asadulloev. "Rekaman dan disket yang dijual secara ilegal harus disita."
Masjid itu berada di pusat perselisihan lama antara pemerintah Tajik dan IRP, satu-satunya partai Islam yang terdaftar secara resmi di Asia Tengah.
Komite Urusan Agama bersikukuh bahwa bangunan itu tidak terdaftar sebagai tempat ibadah dan bahwa partai politik tidak boleh memiliki Masjid.
Para pejabat partai di masa lalu pernah mengatakan bahwa pemerintah berusaha menutup Masjid mereka untuk mencegah perkembangan pengaruh partai di masa depan.
Hayit mengatakan bahwa partai sebelumnya telah diperingatkan oleh Komite Agama bahwa Masjid itu akan ditutup pada tanggal 13 Oktober. Tapi, menurut Hayit, partainya berharap masalah itu akan diselesaikan secara damai.
Menurut pejabat partai, antara 2,500 sampai 3,000 orang mengikuti sholat Jumat di Masjid kantor pusat partai.
Setidaknya 100 wanita ikut melaksanakan sholat Jumat di ruang sholat sebelah, yang terpisah oleh sebuah partisi dari ruang utama di mana jamaah pria sholat. Namun, IRP menyebutnya sebagai pusat kebudayaan agama wanita.
Otoritas relijius Tajik melarang kaum wanita mengikuti sholat di Masjid sejak tahun 2004. Tidak ada alasan resmi yang diberikan, tapi ulama pro-pemerintah berargumen bahwa aliran Hanafi – yang dianut oleh sebagian besar warga Tajik – tidak mewajibkan wanita untuk sholat di Masjid.
Tapi keputusan itu memicu protes dari kaum wanita dan pemimpin relijius, yang mengkritiknya sebagai pelanggaran terhadap hak-hak wanita. (rin/rfl) www.suaramedia.com