View Full Version
Rabu, 09 Feb 2011

Gedung Putih Kewalahan Atasi Pesan Simpang Siur Mesir

WASHINGTON (Berita SuaraMedia) – Berjuang untuk membereskan pesan-pesan bertentangan yang membuat frustasi bahkan Presiden Barack Obama, Gedung Putih bekerja dengan agresif pada Selasa untuk menghilangkan adanya gagasan bahwa pihaknya sedang meredam tekanan pada Presiden Hosni Mubarak atau mengabaikan mereka yang memprotes untuk kebebasan.

Banyak dari kemarahan Gedung Putih berpusat pada komentar-komentar yang dibuat oleh Frank Wisner, pensiunan diplomat AS yang dikirim oleh Obama untuk membantu mendorong keluar Mubarak dari jabatannya, namun kemudian mencengangkan para pejabat Obama dengan mengatakan pada Sabtu (5/1) bahwa kepemimpinan Mubarak yang terus berlanjut dalam keadaan kritis ketika Mesir melanjutkan reformasi. Obama sendiri menunjukkan kefrustasiannya tentang apa yang Wisner katakan, para pejabat mengatakan secara pribadi.

Namun bagian dari kebingungan telah berasal dari pesan pemerintah sendiri. Komentar-komentar oleh pejabat Departemen Luar Negeri telah secara luas diinterpretasikan sebagai menyimpang dari pendirian Gedung Putih, khususnya dengan menimbulkan keraguan tentang apakah merupakan hal yang bijaksana bagi Mubarak untuk mengundurkan diri sekarang, ketika para pemrotes berada di dalam tuntutan negara yang tertekan.

Apalagi, para pejabat Gedung Putih dibuat frustasi tentang beberapa berita yang melaporkan peristiwa tersebut. Keseluruhan kekhawatiran adalah narasi yang semakin suram dan tentunya tidak terfokus pada peristiwa di Mesir.

Jadi, pada Selasa, ketika juru bicara Obama, Robert Gibbs ditanya tentang komentar Departemen Luar Negeri tentang resiko-resiko jika Mubarak pergi secara tergesa-gesa, ia mengatakan.

"Saya ingin memperjelas," Gibbs mengatakan. "Saya berbicara untuk presiden AS. Kami tidak berada di sini untuk menegaskan siapa yang memimpin Mesir dan kapan mereka memimpin Mesir."

Gedung Putih juga merilis sebuah pernyataan tegas menyatakan bahwa Wakil Presiden Joe Biden, dalam sebuah panggilan telepon kepada Wakil Presiden Mesir, Omar Suleiman, memperjelas lagi bahwa AS menginginkan sebuah transisi yang tertib untuk sebuah hari baru di Mesir yang "cepat, penuh arti, penuh perdamaian, dan sah."

Menanggapi pergolakan politik di dalam negaranya, Mubarak telah mengumumkan bahwa ia tidak akan mengusahakan pemilihan ulang pada September, namun kecepatan gerak dan wacana kejadian tersebut sampai kemudian berlanjut untuk mengendalikan perdebatan dan memaksa AS untuk menanggapi.

Gibbs, juru bicara Obama, mengatakan bahwa presiden belum meredakan pendiriannya bahwa Mubarak seharusnya bergerak sekarang menuju sebuah transisi menuju sebuah pemerintahan baru.

Awal dari keruntuhan tersebut dalam menyatukan pesan tentang Mesir nampaknya kembali pada sebuah pembaruan posting Tweeter 29 Januari dari juru bicara Departemen Luar Negeri P. J. Crowley yang dimaksudkan sebagai tanggapan pada sebuah pemecatan besar-besaran Mubarak dari kabinetnya sehari sebelumnya bahwa Washington memandang dengan kecurigaan.

"Pemerintah Mesir tidak dapat mengubah susunan geladak dan kemudian berdiri tepat pada waktunya. Kata-kata Presiden Mubarak menjanjikan reformasi harus diikuti dengan tindakan," Crowley mengatakan.

Beberapa pejabat sekarang merujuk pada hal tersebut sebagai "Tweet yang didengar di seluruh dunia."

Pada saat pesan tersebut muncul di Twitter pada Sabtu, Mubarak telah mengambil langkah selanjutnya dengan menyebutkan sebuah nomor dua, sesuatu yang telah lama dituntut oleh AS dan komentar Crowley tersebut diinterpretasikan sebagai reaksi pertama AS terhadap penunjukan Suleiman.

Gedung Putih marah, para pejabat mengatakan, dan Crowley diperintahkan untuk tidak memposkan pesan yang berpotensi kontroversial tanpa memastikannya terlebih dahulu.

Muncul satu hari kemudian pada sebuah acara bincang-bincang Sabtu pagi, Menteri Luar Negeri Hillary Rodham Clinton nampaknya kaget ketika David Gregory, pemandu acara "Meet the Press" stasiun televisi NBC, membacakan postingan Tweet Crowley kepadanya. Ia membalas bahwa bukan terserah AS untuk memutuskan posisi apa di pemerintahan Mesir. Ia kemudian membuat sebuah perjalanan cepat satu hari menuju Haiti.

Ketika Clinton terbang kembali pulang, Wisner sedang berada di dalam perjalanannya ke Kairo dengan menaiki jet pemerintah. Ia bertemu Mubarak pada Senin, dan satu hari selanjutnya, pimpinan Mesir tersebut menyiarkan di televisi untuk mengatakan bahwa ia akan mengusahakan beberapa waktu lagi di dalam jabatannya dan akan menginisiasikan reformasi.

Namun pengumuman Mubarak tidak cukup jauh untuk Washington. Ia tidak mengumumkan sebuah pencabutan undang-undang darurat dan malahan ia akan tetap menjabat sampai masa jabatannya habis pada pemilihan September. Obama menanggapi bahwa perubahan tersebut harus berubah "sekarang".

Tekanan dari para pejabat AS untuk perubahan dengan segera, walaupun tidak secara spesifik pengunduran diri Mubarak, berlanjut sepanjang pekan tersebut ketika protes di Lapangan Tahrir tumbuh dan mencapai tingkatan yang paling kohesif pada Kamis ketika para pendukung pemerintah menyerang para pemrotes dan jurnalis yang meliput demonstrasi tersebut.

Pesan yang disatukan tersebut, bagaimanapun juga, mulai terurai lagi pada Sabtu ketika Clinton mengatakan pada sebuah konferensi keamanan internasional di Munich, Jerman, bahwa proses transisi yang dipimpin oleh Suleiman memiliki dukungan AS dan layak mendapatkan dukungan dari negara-negara lainnya.

Ia juga mengatakan bahwa proses transisi tersebut akan "membutuhkan waktu" dan memperingatkan bahwa kebebasan dan pemilihan adil kemungkinan besar tidak dapat dilaksanakan dalam jendela dua bulan yang akan dibutuhkan di bawah konstitusi Mesir jika Mubarak mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir.

Wisner kemudian melemparkan dirinya sendiri ke dalam campuran tersebut – membuat marah keduanya, Departemen Luar Negeri dan gedung putih – dengan mengatakan bahwa konferensi Munich dalam sebuah video tertaut dari New York pada Sabtu bahwa Mubarak "sama sekali kritis" untuk proses transisi dan tidak seharusnya dipaksa untuk turun.

Pemerintahan tersebut menjauhkan diri mereka sendiri dari Wisner dan berulang kali menunujukkan bahwa ia adalah seorang warga negara sipil yang berhenti mewakili pemerintahan ketika ia meninggalkan Kairo.

Masih saja, pesannya tersebut digemakan oleh Clinton pada Minggu (6/2) ketika ia mengatakan kepada reporter yang terbang bersamanya kembali dari Munich bahwa kepergian awal Mubarak dapat menjadi problematis dan sebenarnya membahayakan reformasi.

Dalam setengah jam sesi tanya jawab tercatat, ia menyarankan bahwa pemerintahan sekarang lebih terfokus pada mendorong "transisi tertib" di Mesir dari pada melihat Mubarak pergi dengan cepat. Dan, ia menyiratkan keberlanjutan Mubarak, walaupun  kurang kuat, kehadiran pada pemerintahan tingkat atas Mesir kemungkinan benar-benar membantu menyelesaikan proses tersebut.

Pada Senin, Gedung Putih telah mulai muak.

Dalam pertemuan penjelasan singkat Senin, Gibbs berulang kali mengingatkan para reporter bahwa Wisner telah menjadi pilihan Departemen Luar Negeri AS yang membawa rekomendasi tersebut kepada kita," ia mengatakan pada satu pokok.

"Berbicara kepada teman kami di Departemen Luar Negeri," ia mengatakan. (ppt/gd) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version