View Full Version
Selasa, 22 Mar 2011

Demi Tingkatkan Pamor, Sarkozy Manfaatkan Krisis Libya

PARIS (Berita SuaraMedia) – Benarkah Presiden Perancis Nicolas Sarkozy memimpin negaranya menuju pertempuran hanya demi alasan politik untuk kepentingan pribadi? Sejumlah kalangan dekat presiden menerka-nerka bahwa operasi militer malam hari di Libya mungkin hanya dilakukan untuk menyelamatkan citra pria yang beberapa hari lalu agaknya ditakdirkan untuk dipermalukan dalam pemilihan umum. Mereka berharap serangan ke Libya bisa berdampak baik bagi Sarkozy, sama seperti dampak perang di Falkland terhadap Margaret Thatcher, yakni menciptakan sosok pemimpin yang sukses dalam perang sehingga pantas dipilih kembali.

"Rakyat Perancis memang senang melihat presidennya memainkan peranan sebagai negarawan di kancah internasional," kata salah satu diplomat di Paris pekan lalu sebelum pesawat-pesawat tempur Mirage dan Rafale dari Perancis dikerahkan ke angkasa. Sang diplomat menambahkan bahwa sebuah krisis yang baik mungkin memang yang dibutuhkan oleh Sarkozy.

Sarkozy memang membutuhkan keajaiban. Sepekan lalu, Sarkozy dihadapkan pada hasil jajak pendapat yang buruk. Demikian buruknya, sejumlah analis bahkan bertanya-tanya apakah Sarkozy mampu menduduki peringkat kedua dalam pemilihan preside tahun depan.

Salah satu jajak pendapat menempatkan Sarkozy di belakang lawan sosialis yang amat mungkin dihadapinya dalam pencalonan serta Marine Le Pen, pemimpin baru Front Nasional, gerakan yang didirikan oleh ayah Le Pen, Jean-Marie. Pemilihan wilayah yang digelar pada hari Minggu sudah diperkirakan akan membawa lebih banyak kabar buruk bagi partai yang menjadi kendaraan politik Sarkozy, UMP.

Dua kali reshuffle kabinet yang dilakukan dalam kurun waktu berdekatan tetap tidak mampu mengangkat pamor sang presiden.

Perbincangan di kalangan politik Paris berpusat pada mampu  tidaknya Sarkozy bertahan hingga babak kedua dalam pemilihan presiden tahun depan yang sedianya dihelat dalam dua tahap, sebagian menduga Sarkozy mungkin memilih mempertahankan gengsinya dan tidak mencalonkan diri, namun dugaan tersebut langsung ditepis.

Bagaimana mungkin Sarkozy yang mengalahkan para rival sosialisnya pada tahun 2007 kini berusaha mati-matian mempertahankan kehidupan politiknya? Jawabannya ada pada Perancis itu sendiri, khususnya bagaimana mentalitas yang diduga telah ditinggalkan dalam revolusi tahun 1789 masih terus dipertahankan.

Penjelasannya tidak rumit dan kerap dialami sebagian besar pemimpin dunia. Perekonomian Perancis mandek dengan tingkat pengangguran yang tak beranjak dari 9,6 persen. Defisit Perancis tidak sebanyak Inggris, namun akumulasi utangnya sama besarnya. Akibatnya, kata juru bicara Parti Socialiste Benoit Hamon, generasi muda khususnya menjadi mudah putus asa. "Para lulusan universitas melakukan pekerjaan yang di bawah kualifikasi mereka, tidak dapat dibayangkan ada anak muda yang punya properti pribadi. Mereka yakin bahwa kehidupan mereka akan lebih buruk dibanding orang tua mereka dan bahwa negara ini tengah mengalami kemunduran," katanya.

Para sekutu Sarkozy juga sepakat dengan itu. Menteri Perumahan Perancis Benoist Apparu mengatakan, "Perancis adalah bangsa yang paling pesimis di benua Eropa sehingga mereka jauh lebih mengkhawatirkan masa depan mereka dibandingkan rakyat Irak dan Afghanistan."

Tokoh politik lain mungkin saja mampu selamat, namun bagi Sarkozy keadaan lebih sulit karena ia memulai dengan ambisi yang besar. "Dia tidak mengatakan punya solusi, tapi dia mengaku dialah solusinya," kata Hamon. "Jadi, sekarang rakyat mengatakan dialah masalahnya." (dn/gd) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version