View Full Version
Kamis, 09 Jun 2011

Perintahkan Anjing Endus Al-Quran, Inggris Menuai Hujatan

ISLAMABAD (Berita SuaraMedia) – Tariq ur-Rehman, satu dari sepuluh orang pelajar asal Pakistan yang ditangkap oleh polisi Inggris pada bulan April lalu dengan tuduhan berkaitan dengan "teror", menuntut balik para sipir penjara atas perbuatan tidak pantas yang melecehkan keyakinan agamanya.

"Mereka melakukan penghinaan terhadap kitab suci Al Quran berulang-ulang kali," katanya pada hari Kamis lalu setibanya di bandara internasional Benazir Bhutto di Islamabad.

"Ketika kami (para tahanan Muslim) tengah membaca Al Quran dengan khusyuk, tiba-tiba mereka datang dengan membawa beberapa ekor anjing, para sipir kemudian menyuruh binatang-binatang najis tersebut untuk mengendus Al Quran."

"Kala itu, kami menangis dan memohon agar mereka tidak melakukan tindakan pelecehan agama seperti itu, namun mereka justru dengan entengnya berkata bahwa apa yang mereka lakukan adalah "tugas" semata."

Berminggu-minggu setelah pemerintah Inggris menyebarkan gembar-gembor mengenai "keberhasilan" mereka dalam membongkar sebuah "jaringan pelaku teror" yang sangat besar, seluruh pelajar asal Pakistan tersebut lalu dilepaskan tanpa dikenakan tuduhan apa-apa, sehingga para petugas anti-teror Inggris harus menahan rasa malu yang luar biasa.

Mereka semuanya kemudian ditransfer ke tahanan perbatasan Inggris Raya, yang khusus menangani masalah imigrasi menuju tanah Inggris, dengan wewenang untuk melakukan deportasi demi "keamanan nasional".

Tariq, pelajar pertama yang dipulangkan ke tanah kelahirannya, menuding para sipir penjara Inggris telah melakukan pelecehan.

"Saya akan membuka topeng dari para Gora," katanya seraya mempergunakan sebutan masyarakat setempat terhadap orang Inggris.

"Kami semua dimasukkan dalam sel tahanan yang diperuntukkan bagi para penjahat kelas kakap. Mereka semua memperlakukan kami seperti layaknya kriminal," katanya sembari mengingat kembali peristiwa kelam tersebut.

"Mereka seringkali mengganggu kami saat tengah melaksanakan ibadah shalat dan memaksa kami untuk menghentikan shalat tanpa alasan yang jelas."

Pengacaranya yang berkantor di London, Amjad Malik, yang turut menemani kliennya ke Pakistan, turut melontarkan kecaman.

"Mereka sudah mendapatkan informasi dari para penasihat dan kerabat dari pelajar yang ditangkap, namun tanpa pertimbangan apapun langsung melakukan penangkapan ketika bertemu dengan para pelajar."

Setelah sampai, Tariq, yang dikawal oleh lima orang petugas dari kepolisian Inggris, digiring ke kantor badan penyelidik federal (FIA) untuk diinterogasi.

"Dia sudah pasti tidak akan ditahan," kata seorang petugas keamanan yang tidak bersedia menyebutkan namanya.

Pengacara Tariq juga membenarkan bahwa pihak berwenang Pakistan telah membebaskan kliennya dari segala macam tuntutan hukum.

Sesaat setelah mendarat di bandara, Tariq, seorang duda yang memiliki tiga orang anak yang pergi ke Inggris dengan visa sebagai pelajar yang berlaku untuk masa dua tahun, langsung bersujud dan mencium tanah dengan airmata yang bercucuran di kedua pipinya.

"Hal itu adalah sebuah trauma yang tidak dapat saya jelaskan. Saya akhirnya dapat melihat birunya langit setelah 62 hari lamanya," katanya kepada.

"Saya mohon maaf jika saya tidak dapat menjawab seluruh pertanyaan yang anda ajukan karena saya tidak sedang berada dalam kesadaran penuh.

Kepulangan Tariq disambut oleh sejumlah besar anggota keluarganya beserta teman-temannya.

"Saya memanjatkan puji syukur kepada Allah bahwa saya dapat kembali berkumpul dengan orang-orang yang saya sayangi," kata Tariq dengan penuh emosi sembari dipeluk erat oleh para kerabat dan rekannya.

Dia telah menerima sebuah penawaran dari menteri urusan dalam negeri Inggris bahwa dirinya dapat meninggalkan negara tersebut dengan bebas dan perintah deportasi terhadap dirinya akan dicabut.

"Perintah deportasi atas dirinya telah dicabut oleh pemerintah Inggris," kara pengacaranya, Amjad Malik.

"Saya bisa saja tetap tinggal di sana, tapi saya sudah tidak mau lagi. Saya tidak ingin tinggal di sebuah negara yang menyebut dirinya sebagai negara beradab, namun masih mengijinkan adalanya pelanggaran hak asasi manusia yang terburuk yang pernah saya lihat, dengan berdalih atas nama keamanan," kata Tariq.

"Saya sama sekali tidak ingin kembali ke negara tersebut, saya sudah kapok." (dn/iol) www.suaramedia.com


latestnews

View Full Version