View Full Version
Selasa, 07 Oct 2014

Ketika Panitia Kaget Tak Ada yang Mau Menerima Daging Kurban!!

Allaahu Akbar... Allaahu Akbar... Allaahu Akbar....

Laa - ilaaha - illallaahu wallaahu Akbar.

Allaahu Akbar walillaahil - hamd...

Saat ini, seluruh muslim dunia serempak sedang khusyu merayakan hari raya agung Iedul Adha (Lebaran Haji). Langit full takbir dari hari kemarin sampai empat hari kedepan, syukur alhamdulillah, walaupun ada perbedaan hari dan tanggal dalam perhitungan jatuhnya hari raya namun sejauh ini suasana ukhuwah masih tetap terjaga. Terutama untuk kaum muslim Jakarta tetap lancar terlaksana di tengah ancaman, pelarangan, dan pembatasan penyembelihan hewan qurban oleh Plt. Gubenur DKI Ahok.

Khotib Iedul Adha di berbagai tempat sudah banyak mengupas perjalanan sejarah ibadah keluarga Nabi Ibrahim 'alaihissalam S yang mulia ini berikut keutamaan-keutamaannya yang dapat memotivasi dan memompa semangat takwa seluruh kaum muslim sejagad. Ribuan tahun sudah ritual syiar ibadah kurban ini terulang, tersebar merata di muka bumi Allah, diribuan tempat, di masjid-masjid, di pesantren-pesantren, di tanah-tanah lapang, di perkantoran-perkantoran, di kota dan di desa, di pedalaman, di halaman-halaman rumah umat muslim, sudah jutaan ekor hewan ternak rebah di sembelih dan dibagi-bagikan kepada yang berhak. Semoga semua bermanfaat berkah dan berpahala besar bagi semua umat muslim.

Ibadah Kurban ini sebagai syariat mulia yang di turunkan dari Allah kepada Bapak para Nabi, Ibrahim A.S ternyata banyak mengandung nilai-nilai dimensi sosial ekonomi yang barokah, yang tidak ditemukan pada umat agama lainnya. Pada umat agama lain hewan ternak yang di kurbankan pada ritualupacara agama hanya menjadi hiasan sesaji kepada sesembahan tuhan mereka,tidak boleh dimakan oleh orang yang berkurban atau orang lain. Akibatnya hewan kurban ini hanya menjadi bangkai dan sampah setelahnya. Jelas perbuatan mubazir ala Iblis.

Qurban bagi kalangan elite ekonomi, harus dimaknai sebagai kesediaan mengorbankan ambisinya untuk terus memonopoli aset-aset ekonomi. Mereka harus bersedia berbagi rasa dengan Ihklas dan penuhrasa takwa dengan para pengusaha menengah dan kecil, serta dengan orang-orang yang tidak memiliki aset dan akses ekonomi sama sekali. Tanpa pengorbanan seperti itu, agaknya sulit diharapkan terjadinya keharmonisan sosial yang mengakibatkankesenjangan kaya-miskin kian melebar, dan gilirannya dapat menimbulkan social gap.

Sekarang mari kita coba kaitkan ibadah kurban dengan fenomena sosial di negara kita, Indonesia, setiap tahun ratusan ribu hewan ternak dikurbankan di bumi Indonesia ini akan tetapi sesungguhnya persoalan paling mendasar yang sedang kita hadapi adalah persoalan kemiskinan dan ketidakadilan. Kita melihat, kemiskinan lebih banyak dirasakan orang, sementara kekayaan

hanya dicicipi segelintir orang. Karena itu, persoalan utama yang harus kita perjuangkan adalah bagaimana kita bisa menegakkan keadilan dalam struktur sosial. Kalau persoalan itu yang kita hadapi, maka relevansi Idul Qurban saat ini adalah mewujudkan keadilan sosial diantara manusia, memberantas kemiskinan, sehingga kekayaan tidak menumpuk pada sekelompok orang saja. Bila ini kita lakukan, maka kita telah mengamalkan makna simbolik kurban itu.

Contoh sederhana kepincangan itu mudah terlihatdi sekitar lingkungan kita, ada potret antrian ratusan orang penerima paket hewan kurban di berbagai halaman masjid. Ada banyak wajah ceria padamereka yang meneteng pulang sekantong kecil potongan daging hewan kurban.yaa..!, benar..! potongan daging kurban yang berukuran kecil ini mungkin jika di timbang hanya kira-kira satu sampai dua kilo saja, hanya cukup untuk di makan oleh satu anggota keluarga kecil dalam beberapa hari saja entah itu nanti disate atau digulai. Setelah hari raya Iedul Adha ini lewat beberapa hari mereka dengan terpaksa atau mungkin di paksa “keadaan” kembali ke menu makanan sehari hari yang sederhana; tahu tempe, tahu tempe,tahu tempe terus bergantian. Atau mungkin mieinstansesekali atau bahkan mungkin hanya nasi dan garam untukmenu makan harian untuk beratus ratus hari kedepan. Dan akan terus begitu sampai ketemu Iedul Adha tahun berikutnya baru mereka ketemu lagi menu “istimewa” ini.Artinya sebagian masyarakat sedang mengalami krisis gizi yang serius.

RitualKurban ini akan membawa dampak bagi peningkatan asupan gizi masyarakat. Jutaan ternak seperti kambing,domba, dan sapi sudah rebah di bumi Nusantara ini, disembelih agar masyarakat bisa merasakan nikmatnya makan daging. Persoalan gizi bangsa terkait erat dengan kemiskinan. Orang miskin banyak yang kurang gizi.

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia (RISKESDAS) 2013, secara nasional, prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4 %) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010, dan 5,7 persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9 persen dari 2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5 persen maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai 2015.Ini mengindikasikan, pekerjaan rumah umat Islam bangsa ini cukup berat untuk mengatasi gizi bangsa.

Diantara 33 provinsi di Indonesia, 18 provinsi memiliki prevalensi gizi buruk-kurang di atas angka prevalensi nasional yaitu berkisar antara 21,2 persen sampai dengan 33,1 persen. Masalah kesehatan masyarakat dianggap serius bila prevalensi gizi buruk-kurang antara 20,0-29,0 persen, dan dianggap prevalensi sangat tinggi bila ≥30 persen. Pada tahun 2013, secara nasional prevalensi gizi buruk-kurang pada anak balita sebesar 19,6 persen, yang berarti masalah gizi berat-kurang di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan masyarakat mendekati prevalensi tinggi. Indonesia termasuk di antara rombongan 36 negara di dunia yang memberi 90% kontribusi masalah gizi dunia. Status gizi kurang ini merupakan akibat instabilitas pangan karena kurangnya nilai gizi dalam konsumsi balitanya. Tingginya prevalensi gizi kurang balita mengakibatkan penurunan kualitas sumber daya manusia di masa depan.Untuk program gizi, yang dimaksud dengan stakeholders adalah masyarakat, pemimpin informal, pemerintah, kalangan legislatif, LSM, dan sektor swasta. Konsumsi daging kurban selama sehari mungkin tak berdampak signifikan untuk perbaikan gizi. Namun, yang lebih penting, agar kita jangan pernah kekenyangan sementara ada tetangga kelaparan.Mungkin masuk akal jika kualitas IPM(Indeks Pembagunan Manusia) anak bangsa ini sulit bersaing dengan SDM negara tetangga yang mana mereka hampir setiap hari tercukupi kualitas gizinya.

Berkurban juga dapat dilihat secara multi dimensional bila kurban dilihat melalui kajian dialektika dan holistik (horizontal-vertikal), dalam konteks perekonomian Indonesia yang sedang menghadapi krisis dan berdampak serius terhadap kondisi ekonomi rakyat kecil, makakurban bisa digunakan sebagai salah satuinstrumen untuk pemberdayaan ekonomi kerakyatan, yang dalam konstelasi politik-ekonomi Indonesia yaitu kelompok yang belum beruntung.

Misalnya, dengan mengelola hewan ternak untuk kurban dengan membentuk koperasi peternak kurban atau perkumpulan kelompok peternak kecil atau semacamnya yang bisa membantu kredit tanpa bunga bagi rakyak kecil terutama untuk kaum muslim korban tanah longsor atau bencana banjir, korban letusan gunung api yang sampai sekarang masih terlunta-lunta. Tentu saja, kurban semacam ini akan lebih bermakna kontekstual dan secara fungsional lebih bersifat continuing, daripada sekedar makan daging hewan kurban cuma 1-3 hari belaka. Semua komponen bangsa harus terlibat dan mendukung rencana ini mulai dari para wakil rakyat, kementrian koperasi dan ukm, LPDB, koperasi swadaya, NGO, CSR dari berbagai perusahaan besar dan BUMN/D, karena kita adalah umat muslim Indonesia dengan potensi besar.

Ya umat muslim bangsa ini sudah saatnya di ajak berfikir revolusi merubah mental dan merubah prespektive iman takwanya dari pengantri daging kurban yang terus berulang setiap tahun menjadi pekurban yang terus meningkat baik dari sisi kuantitas dan kualitas. Kita harus bisa dan yakin menjemput takdir kita dengan gagah sebagai umat terbaik di muka bumi, yang pernah di prediksikan Rasullulah Muhammad SAW :...”Pasti akan datang suatu zaman, dimana seseorang berkeliling membawa sedekah emas, lalu ia tidak menemukan seseorangpun yang mau mengambilnya.” Wallahualam. [PurWD/Andivoa-islam.com]

Depok, 5 Oktober 2014

*Penulis: Siswono Azzam


latestnews

View Full Version