Sobat Voa-Islam...
Semua manusia berbondong-bondong mencari bekal sejak lahir ke dunia. Ada bekal sandang, pangan dan papan, namun sebaik-baiknya bekal adalah pakaian taqwa.
يَا بَنِي آَدَمَ قَدْ أَنْزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآَتِكُمْ وَرِيشًا وَلِبَاسُ التَّقْوَى ذَلِكَ خَيْرٌ
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik.” (QS. Al-A’raf: 26).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa pakaian itu ada dua macam, yaitu pakaian lahiriyah dan pakaian batin. Pakaian lahiriyah yaitu yang menutupi aurat dan ini sifatnya primer. Termasuk pakaian lahir juga adalah pakaian perhiasan yang disebut dalam ayat di atas dengan riisya’ yang berarti perhiasan atau penyempurna.
Pakaian batin sendiri adalah pakaian takwa. Pakaian ini lebih baik daripada pakaian lahir yang nampak.
Setelah menyebutkan dua penjelasan di atas, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menjelaskan, “Kita dapati bahwa orang-orang begitu semangat sekali memperhatikan bersihnya pakaiannya yang nampak. Jika ada kotoran yang menempel di pakaiannya, maka ia akan mencucinya dengan air dan sabun sesuai kemampuannya.
Namun untuk pakaian takwa, sedikit sekali yang mau memperhatikannya. Kalau pakaian batin tersebut kotor, tidak ada yang ambil peduli. Ingatlah, pakaian takwa itulah yang lebih baik. Itu menunjukkan seharusnya perhatian kita lebih tinggi pada pakaian takwa dibanding badan dan pakaian lahir yang nampak. Pakaian takwa itulah yang lebih penting.” (Syarh Riyadh Ash-Shalihin, 4: 266).
Dari penjelasan Syaikh di atas, kita lihat bahwa yang mesti diperhatikan adalah pakaian takwa.
Bahkan pakaian takwa inilah yang jadi bekal terbaik. Allah Ta’ala berfirman,
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197).
Adab berpakaian Pria Muslim
Dan batasan aurat lelaki adalah dari pusar hingga lutut. Berdasarkan hadits:
أسفلِ السُّرَّةِ وفوقَ الركبتينِ من العورةِ
“Yang dibawah pusar dan di atas kedua lutut adalah aurat” (HR. Al Baihaqi, 3362, Ad Daruquthni 1/231, dan yang lainnya).
Dan hadits semisal ini banyak sekali, namun semuanya tidak lepas dari kelemahan. Namun demikian isinya diamalkan oleh para ulama. Bahkan Al Albani mengatakan:
وهي وإن كانت أسانيدها كلها لا تخلو من ضعف …. فإن بعضها يقوي بعضاً ، لأنه ليس فيهم متهم ، بل عللها تدور بين الاضطراب والجهالة والضعف المحتمل ، فمثلها مما يطمئن القلب لصحة الحديث المروي بها
“Hadits-hadits tentang batasan aurat ini walaupun semuanya tidak lepas dari kelemahan, namun sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Karena di dalamnya tidak ada perawi yang muttaham (tertuduh pendusta). Bahkan cacat yang ada hanya seputar idhthirab, jahalah dan kelemahan yang muhtamal. Maka hadits-hadits yang semisal ini termasuk hadits yang menenangkan hati untuk dikatakan hadits yang shahih” (Irwaul Ghalil, 1/297).
Maka lelaki tidak boleh menggunakan celana pendek yang memperlihatkan bagian pahanya.
Dari Abu Musa Al Asy’ari radhiallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أُحلَّ الذهبُ والحريرُ لإناثِ أُمتي، وحُرِّم على ذكورِها
“Dihalalkan emas dan sutra bagi wanita dari kalangan umatku, dan diharamkan bagi kaum laki-lakinya” (HR. An Nasa’i no. 5163, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa’i).
Maka tidak diperbolehkan lelaki menggunakan emas dalam bentuk apapun, baik cincin, kancing baju, pakaian berbahan emas, bagde, atau semisalnya.
3. Tidak memakai sutra
Laki-laki Muslim dilarang menggunakan pakaian dari sutra. Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن لبِس الحريرَ في الدُّنيا لم يلبَسْه في الآخرةِ وإنْ دخَل الجنَّةَ لبِسه أهلُ الجنَّةِ ولم يلبَسْه هو
“Barangsiapa yang memakai pakaian dari sutra di dunia, dia tidak akan memakainya di akhirat. Walaupun ia masuk surga dan penduduk surga yang lain memakainya, namun ia tidak memakainya” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih-nya, no. 5437, dishahihkan oleh Al Aini dalam Nukhabul Afkar 13/277).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan kelonggaran bagi laki-laki untuk menggunakan sutra dalam pengobatan. Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu beliau berkata:
رَخَّصَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلزُّبَيْرِ وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ فِي لُبْسِ الْحَرِيرِ لِحِكَّةٍ بِهِمَا
“Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam memberikan kelonggaran untuk Zubair dan Abdurrahman untuk memakai sutra karena penyakit gatal yang mereka derita” (HR. Bukhari no. 5839, Muslim no. 2076).
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan:
قَالَ الطَّبَرِيُّ : فِيهِ دَلَالَة عَلَى أَنَّ النَّهْي عَنْ لُبْس الْحَرِير لَا يَدْخُل فِيهِ مَنْ كَانَتْ بِهِ عِلَّة يُخَفِّفهَا لُبْس الْحَرِير
“Ath Thabari menjelaskan: dalam hadits ini terdapat dalil bahwa larangan menggunakan sutra tidak termasuk di dalamnya orang yang memiliki penyakit yang bisa diringankan dengam memakai sutra” (Fathul Baari, 16/400).
Isbal artinya menggunakan pakaian yang panjangnya melebihi mata kaki, baik itu celana, sarung, jubah dan semisalnya. Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam bersabda:
ما أسفل من الكعبين من الإزار ففي النار
“Kain yang panjangnya di bawah mata kaki tempatnya adalah neraka” (HR. Bukhari no.5787).
Beliau juga bersabda:
لا ينظر الله يوم القيامة إلى من جر إزاره بطراً
“Pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan memandang orang yang menyeret kainnya karena sombong” (HR. Bukhari no.5788)
Jumhur ulama berpendapat bahwa jika isbal bukan karena sombong, maka tidak haram. Namun semua ulama sepakat, bahwa menjauhi isbal itu lebih baik dan lebih bertaqwa. Sebagaimana riwayat dari Ubaid bin Khalid Al Maharibi radhiallahu’anhu, ia berkata:
بَيْنا أنا أمشي بالمدينةِ إذا إنسانٌ خلفي يقولُ : ارفعْ إزارَكَ، فإنَّهُ أتَقى ، فإذا هو رسولُ اللهِ ،فقلْتُ: يا رسولَ اللهِ إِنَّما هيَ بُرْدَةٌ مَلْحاءُ، قال: : أَما لكَ فِيَّ أُسْوَةٌ . فنظرْتُ فإذا إِزارُهُ إلى نصفِ ساقيْهِ
“Ketika aku berjalan di Madinah, tiba-tiba ada seseorang di belakangku yang mengatakan: ‘Angkat sarungmu! Karena itu lebih bertaqwa’. Ternyata itu adalah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam. Aku pun berkata: ‘Wahai Rasulullah, ini hanyalah kain burdah malhaa’. Rasulullah menjawab: ‘Bukankah aku adalah teladan bagimu?’. Lalu aku melihat sarung Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, ternyata sarung beliau hanya sampai pertengahan betis” (HR. At Tirmidzi dalam Syamail Muhammadiyah no. 121, dishahihkan Al Albani dalam Mukhtashar Asy Syamail, no. 97).
Dan pendapatt yang rajih, isbal itu hukumnya haram meskipun tanpa bermaksud sombong. Karena Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengingkari para sahabat yang isbal walaupun alasannya bukan untuk sombong. Dari Asy Syarid ia berkata,
أَبْصَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا يَجُرُّ إِزَارَهُ ، فَأَسْرَعَ إِلَيْهِ أَوْ : هَرْوَلَ ، فَقَالَ : ” ارْفَعْ إِزَارَكَ ، وَاتَّقِ اللَّهَ ” ، قَالَ : إِنِّي أَحْنَفُ ، تَصْطَكُّ رُكْبَتَايَ ، فَقَالَ : ” ارْفَعْ إِزَارَكَ ، فَإِنَّ كُلَّ خَلْقِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَسَنٌ ” ، فَمَا رُئِيَ ذَلِكَ الرَّجُلُ بَعْدُ إِلَّا إِزَارُهُ يُصِيبُ أَنْصَافَ سَاقَيْهِ ، أَوْ : إِلَى أَنْصَافِ سَاقَيْهِ
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam melihat seorang laki-laki yang pakaiannya terseret sampai ke tanah, kemudian Rasulullah bersegera (atau berlari) mengejarnya. Kemudian beliau bersabda:
“angkat pakaianmu, dan bertaqwalah kepada Allah“. Lelaki itu berkata: “kaki saya bengkok, lutut saya tidak stabil ketika berjalan”. Nabi bersabda: “angkat pakaianmu, sesungguhnya semua ciptaan Allah Azza Wa Jalla itu baik”.
Sejak itu tidaklah lelaki tersebut terlihat kecuali pasti kainnya di atas pertengahan betis, atau di pertengahan betis” (HR. Ahmad mencatat sebuah riwayat dalam Musnad-nya [4 / 390], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 3/427).
Pesan ini disampaikan oleh Pakaian Gamis JIDEL STORE
Shopee: https://shopee.co.id/jidelstore?v=5ff&smtt=0.0.3