View Full Version
Rabu, 24 Mar 2010

Tengok Masa Lalu, Buka Lembar Baru

MELAKUKAN kesalahan dalam hidup adalah hal yang biasa. Yang luar biasa adalah ketika kita mau mengoreksi diri agar tidak mengulang kesalahan yang sama. Proses mengoreksi diri terjadi ketika kita menyadari bahwa ada yang salah dalam langkah yang kita perbuat. Misalnya saja kita tidak lulus ujian karena sebelumnya malas belajar. Koreksi diri berjalan ketika kita sadar bahwa kegagalan itu adalah akibat perbuatan kita sendiri.

Masalah akan jadi lain ketika kita menjadi orang yang fatalis. Maksudnya adalah setiap kegagalan selalu ditimpakan pada takdir atau dengan kata lain, Allah disalahkan atas semua peristiwa buruk yang terjadi di dunia. Kalau begini jadinya, manusia tak akan pernah mau berubah jadi lebih baik tentunya. Ia akan selalu punya pihak untuk dikambinghitamkan, yaitu takdir.

Menyalahkan takdir menunjukkan kualitas rendah seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari pun, orang seperti ini akan selalu mencari kambing hitam bagi kegagalan yang ia alami. Ia selalu ingin menjadi pihak yang benar dan merasa benar sendiri. Orang atau pihak lain adalah pihak untuk disalahkan dan dituding.

...Tapi manusia sempurna adalah mereka yang bertaubat dan belajar dari kesalahan dan tak akan mengulanginya lagi...

Sebenarnya, tak ada yang salah dengan berbuat kesalahan, bila itu tidak disengaja. Tak ada yang salah dengan takdir yang sudah terjadi. Manusia sempurna bukanlah manusia yang tak pernah berbuat salah. Tapi manusia sempurna adalah mereka yang bertaubat dan belajar dari kesalahan dan tak akan mengulanginya lagi. Kejadian lalu yang menyebabkan kegagalan atau dosa tidak untuk disesali namun menjadi cermin agar tidak terulang lagi.

Bangkit menjadi pribadi yang baru dan menatap masa depan yang lebih baik, jauh lebih positif untuk dilakukan daripada berkubang dalam penyesalan. Toh, tak ada mesin waktu untuk memutar kembali kejadian yang disesali tersebut. Tak perlu juga menyalahkan diri sendiri atas semua yang telah terjadi. Umar bin Khotob pun pernah berbuat dosa ketika cahaya Islam belum disambutnya. Begitu banyak anak dan bayi yang telah ia bunuh. Ia menyesal dan bertaubat tapi ia tak menyalahkan dirinya sendiri.

Menyalahkan diri sendiri apalagi sampai taraf menghukum diri sendiri adalah tindakan seseorang yang tak memahami betapa Mahapengampun Allah itu. Allah saja mengampuni dosa-dosa hamba seberapa pun banyaknya apabila hamba tersebut bertaubat. Dari sifat Allah ini seharusnya manusia berkaca dan meneladani.

Menyalahkan takdir dan menyalahkan diri sendiri adalah dua kutub yang tak bisa dipilih semuanya. Menyalahkan takdir hanya mengakibatkan seseorang malas untuk berubah menjadi lebih baik. Selain itu juga sama saja ia menyalahkan Sang Pembuat Takdir itu sendiri yaitu Allah SWT. Naudzhubillah. Sedangkan menyalahkan diri sendiri hanya akan membuat seseorang melakukan penyesalan berkepanjangan. Karena menyesalnya, ia cenderung menghukum diri sendiri atas kesalahan yang telah dilakukan. Hal inilah yang akan menyibukkan dirinya sehingga lalai dalam upaya untuk memperbaiki diri.

...Memaafkan masa lalu dan menatap masa depan. Hal ini jauh lebih baik dan positif untuk dilakukan...

Berdamai dengan takdir. Berdamai dengan diri sendiri. Memaafkan masa lalu dan menatap masa depan. Hal ini jauh lebih baik dan positif untuk dilakukan. Meyakini bahwa takdir itu baik dan buruknya berasal dari Allah. Seringkali manusia salah dalam menilai baik dan buruk. Yakini saja bahwa semua peristiwa yang terjadi selalu menyimpan hikmah di baliknya. Bila ini yang diyakini dalam hati, maka proses menjadi pribadi yang lebih baik akan lebih mudah untuk dijalani. Insya Allah. [riafariana/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version