JAKARTA (voa-islam.com) - Mantan Presiden BJ Habibie diam-diam masih menyesalkan pembubaran industri stategis yang dibangunnya susah payah. Habibie menyebutkan, dia dulu membangun industri strategis yang dapat memproduksi berbagai produk seperti kereta api, kapal terbang dan senjata. Namun karena reformasi dan tuntutan IMF, industri strategis termasuk industri pesawat terbang dibubarkan.
“Kita ramai-ramai turut menikamnya, membunuhnya, dibubarkan. Itu dalam kaca mata saya kriminal, bayi perlu pembelajaran agar menjadi manusia produktif. Kalau anak sakit dibawa ke rumah sakit untuk disehatkan,” kata BJ Habibie usai jamuan makan malam memperingati 25 tahun Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) di kediamannya kawasan Patra Kuningan Jakarta, Minggu (24/5) malam.
Menurut dia, perusahaan yang baru didirikan sama dengan bayi yang dilahirkan, kalau mengalami kesulitan cash flow harus disehatkan. “Industri strategis waktu itu dibubarkan, saya protesnya bukan main, tapi tidak didengar. Dalam kaca mata saya pembubaran itu kriminal, tapi saya tidak sampaikan eksplisit karena bisa timbulkan sikap emosional,” katanya menekankan.
Perangai Indonesia yang lebih rajin mengimpor ketimbang ekspor, di mata Habibie, juga menjadi salah satu sebab SDM berkualitas Indonesia memilih bekerja di luar negeri dan enggan pulang ke Tanah Air.
“Kalau pulang ke sini tidak ada lapangan kerjanya karena kita rajin mengimpor produk anak bangsa lain, sedangkan anak bangsa sendiri mampu membikin,” kata Bacharuddin Jusuf Habibie. Menurutnya jika tetap di Indonesia, SDM berkualitas negara itu akan terus menganggur. “Kita harus konsentrasi memanfaatkan produksi dalam negeri sebanyak mungkin. Kalau konsisten dikerjakan maka mereka juga akan tetap di Indonesia,” katanya.
Ia menyebutkan, pokoknya orang-orang dengan kemampuan lebih itu harus bekerja, karena dengan bekerja dia bisa menjadi unggul. “Kalau nganggur bakal habis kemampuan unggulnya,” tandas Presiden Ketiga Indonesia itu. Menurut dia, Indonesia harus mengandalkan masa depannya pada keunggulan SDM-nya. Untuk itu dibutuhkan biaya yang diperoleh dari penjualan sumber daya alam yang terbarukan dan tidak terbarukan. [iba/pribumi]