Oleh : Sumirah, M.Si (Ibu Pemerhati Masalah Umat)
Beberapa hari terakhir, ajakan untuk memblokir aplikasi Tik Tok gencar sekali, sempat penasaran ini aplikasi apa? isinya apaan? Kok sampai harus diblokir. Akhirnya cari-cari info mengenai aplikasi ini.
Ternyata aplikasi ini digunakan untuk menciptakan video musik singkat menggunakan sejumlah musik yang sudah disediakan dalam aplikasi, kemudian pengguna bisa merekam apa pun selama 60 detik, dan menggabungkan video tersebut dengan musik yang sudah tersedia.
Tik Tok pertama kali merambah Indonesia pada September 2017, dan menjadi aplikasi yang sangat populer di sejumlah kalangan, terutama remaja.
Di medsos pun ternyata sudah ramai mengenai aplikasi Tik Tok ini. Dalam unggahan Yuni Rusmini terdapat foto status dari seorang ayah yang mengatakan bahwa anaknya rela mencuri uang sebesar Rp500 ribu untuk menghadiri acara jumpa penggemar (meet and greet) dengan salah seorang selebritas Tik Tok.
Kemudian ada pula unggahan status seorang remaja yang mengatakan ingin membuat agama baru dengan menjadikan selebritas Tik Tok ini sebagai Tuhan mereka. Ada lagi seorang fans yang dengan bangganya upload foto dan mengatakan tak segan menjual ginjal demi bertemu selebritas Tik Toknya.
Itulah sekelumit cerita tentang aplikasi Tik Tok. Aplikasi-aplikasi semacam ini pasti jumlahnya banyak di dunia maya. Memang perkembangan teknologi terutama teknologi gadget telah maju pesat dan penggunanyapun sangat banyak sekali, tidak hanya para orangtua tetapi kaum muda bahkan anak-anak seusia 2 tahun pun sudah dikasih gadget.
Telah banyak juga fakta bahwa gadget ini memberikan efek negatif. Lihatlah kasus aplikasi Tik Tok tadi, bahwa pengguna Tik Tok yang mampu mencari dukungan popularitas sampai fans-nya sudah tidak lagi memperhatikan norma, menghalalkan segala cara hanya untuk bisa bertamu fans mereka, sampai kepada kebebasan yang membahayakan aqidah mereka. Inikah anak muda sekarang? Mau dikemanakan generasi muda sekarang jika mereka menjadi generasi Alay?
Bukan hanya kasus Tik Tok yang membuat kita sebagai orangtua miris. Bulan Januari kita mendapatkan berita adanya siswa Bondowoso yang gila karena gadget, terjadi juga dengan bocah kelas 6 SD yang tinggal di Blimbing, Kota Malang, bocah tersebut kecanduan gadget, berteriak sekencang-kencangnya ketika gadget tersebut diambil orangtuanya, bahkan buku LKS dirobeknya dan baru menghentikan perilakunya setelah diberi gadget. Perubahan sikap tersebut dialami sejak sering bermain gadget.
”Hal yang menimpa bocah ini (Royhan) karena kecanduan gadget. Sejak berusia dua tahun, dia sudah bermain gadget,” ujar Daniel Sember, konsultan psikologi yang mengobati Royhan di Biro Konsultasi Psikologi, Psychosense Training and Consulting Malang, kemarin (23/1). (https://www.radarmalang.id/karena-gadget-gila-hingga-sayat-nadi/)
Di pusat rehabilitasi pecandu gadget juga banyak ditemukan pasien yang sama, bahkan anak SMP yang sampai ingin bunuh diri dengan menyayat nadinya. Menurut Dokter Dewi Prisca Sembiring, Poli jiwa RSUD Dokter Koesnadi, Bondowoso Jawa Timur penggunaan gadget menyebabkan gangguan jiwa karena menyebabkan pengecilan pada otak yang seharusnya mampu membedakan mana yang benar dan salah.
Sementara otak yang menginginkan kemauan agar dituruti membesar. Padahal normalnya nggak demikian, terlebih dengan usia 15 tahun dan 17 tahun seharusnya sudah memahami apa itu yang benar dan salah.
Adalagi masalah pornografi yang begitu mudahnya didapatkan dari gadget ini. Dan menurut Dr Mark, B. Kastlemaan, pakar adiksi pornografi dari USA, pornografi dapat menyebabkan kerusakan pada lima bagian otak, terutama pada Pre Frontal Corteks (bagian otak yang tepat berada di belakang dahi). Sedangkan kecanduan narkoba menyebabkan kerusakan pada tiga bagian otak.
Jika kita lihat gadget memang menjadi kebutuhan kondisi saat ini. Beragam aplikasi yang bisa kita pakai, mulai dari telp, sms, wa, peta, medsos, alarm pengingat, sampai kepada aplikasi hiburan berupa music, sampai kepada game. Gadget memang seperti pedang bermata dua. Jika bisa menggunakannya dengan bijak maka kita akan memperoleh manfaat, tetapi jika tidak bisa menggunakannya maka mudharot yang didapat.
Istilahnya gadget dengan fasilitas internet seperti dunia luar yang terbuka hanya dengan sebuah layar. Bisa berselancar kemanapun dengan layer kecil itu. Terbayang kan jika seorang anak kecil atau anak-anak yang belum tahu hal mana yang benar mana yang salah menggunakan gadget. Bisa salah melangkah dan fatal akibatnya.
Bagaimana Islam memandang gadget?
Gadget adalah suatu benda/barang hasil teknologi. Islam memandang bahwa gadget adalah sesuatu yang mubah atau boleh selama masih dalam bentuk yang umum atau normal tanpa dipengaruhi oleh suatu ideologi. Untuk gadget dengan aplikasi-aplikasi tertentu yang menghantarkan pada kelalaian atau bahkan membawa pada kerusakan aqidah seperti pada kasus aplikasi Tik Tok diatas maka aplikasinya ini yang dilarang bukan gadgetnya, karena gadget hanyalah sebuah benda.
Sebagai orangtua yang peduli dengan generasi muda, seharusnya ada rambu-rambu ketika memberikan gadget kepada anak. Menurut Abah Ihsan, pakar Parenting, rambu-rambu ketika menggunakan gadget adalah 3D yaitu didampingi, dibutuhkan dan dipinjamkan.
Didampingi artinya seorang anak ketika menggunakan gadget harus didampingi, tidak sendirian, jika ada yang tidak tahu dijelaskan.
Dibutuhkan artinya memang menggunakan gadget untuk kebutuhan, misalnya untuk mengerjakan tugas sekolah, komunikasi. Selain hal-hal yang tidak dibutuhkan tidak dibolehkan. Gadget untuk anak-anak belum dibutuhkan, anak-anak yang masih dalam tahap berkembang mereka justru butuh untuk beraktifitas fisik, bergerak, bukan duduk manis di depan layar.
Dipinjamkan artinya anak tidak punya gadget sendiri, tapi dipinjami orangtuanya.
Jadi ketika orangtua mau tegas dan menerapkan hal ini kepada anak, hal-hal negative yang muncul akibat berselancar menggunakan gadget plus fasilitas internetnya bisa dihindari.
Selain peran orangtua, diperlukan juga peran masyarakat yang mengawasi. Seperti sekarang, adanya pengaduan dari masyarakat mengenai aplikasi Tik Tok dan ajakan untuk memblokir aplikasi ini juga merupakan salah satu contoh wujud dari peran serta masyarakat dalam menjaga generasi dari hal-hal yang merusak.
Dibutuhkan juga peran negara yang serius untuk mengurusi masalah ini, misalnya :
Jadi dalam hal ini memang dibutuhkan kontrol baik dari keluarga, masyarakat dan negara pada khususnya. [syahid/voa-islam.com]